Halaman

Kamis, 25 Agustus 2011

KONSEP TEORI HIV/ AIDS

BAB I

KONSEP TEORI AIDS

A. Pengertian AIDS

AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang didapat). AIDS disebabkan oleh adanya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus), di dalam tubuh virus HIV ini hidup di dalam 4 cairan tubuh manusia:

- Cairan darah

- Cairan sperma

- Cairan vagina

- Air susu ibu

Virus HIV jumlah terbesar terdapat di dalam darah, cairan vagina dan sperma, sedangkan jumlah terkecil terdapat di dalam ASI, air liur, air mata dan air seni. AIDS disebabkan oleh virus bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh. AIDS memerlukan perhatian yang sangat khusus karena:

1. Belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah.

2. Pengidap virus menjadi pembawa dan dapat menularkan penyakitnya seumur hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat.

3. Biaya pengobatan mahal.

4. Menurunkan mutu sumber daya manusia dan produktivitas kerja, sehingga dapat mengganggu perekonomian Negara.

5. Penyakit ini telah menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, sebagian besar ditularkan melalui hubungan seks.

Perbedaan antara HIV positif dengan penderita AIDS adalah:

1. Penderita HIV positif adalah seseorang yang terinfeksi virus HIV, dapat menularkan penyakitnya walaupun Nampak sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit apapun.

2. Penderita AIDS adalah seseorang yang telah menunjukkan tanda-tanda dari sekumpulan gejala penyakit yang memerlukan pengobatan, setelah sekian waktu terinfeksi HIV.

3. Perjalanan waktu sejak seorang penderita tertular HIV sehingga menderita AIDS dapat berlangsung lama antara 5 sampai 10 tahun.

Cara penularan melalui beberapa cara yaitu:

1. Melalui cairan darah

Melalui tranfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar HIV. Lewat pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, misalnya: pemakaian jarum suntik di kalangan pengguna narkoba suntikan, melalui pemakaian jarum suntik yang berulang kali dalam kegiatan lain misalnya: penyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit,misalnya: alat tindik, tato, akupntur dan alat facial wajah.

2. Melalui cairan sperma dan cairan vagina

Melalui hubungan seks penetrative (penis masuk ke dalam vagina/ anus) tanpa menggunakan kondom sehingga memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan seks lewat vagina), atau tercampurnya cairan sperma dengan darah yang mungkin terjadi dalam hubungan seks lewat anus. Selain itu cara penularan HIV melalui kontak seksual heteroseksual, homoseksual dan biseksual.

3. Melalui air susu ibu

Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif dan melahirkan lewat vagina kemudian menyusui bayinya dengan ASI. Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (mother to child transmission) ini berkisar hingga 30% artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV positif.

Cara-cara tersebut dapat menularkan AIDS karena HIV dalam jumlah yang cukup dan poten untuk menginfeksi orang lain dapat ditemukan pada darah, air mani dan cairan vagina pengidap.

Virus HIV tidak ditularkan dengan cara berikut:

1. Berpelukan sosial, berjabat tangan

2. Pemakaian WC, wastafel atau kamar mandi bersama

3. Di kolam renang

4. Gigitan nyamuk atau serangga lain

5. Membuang ingus, batuk atau meludah

6. Pemakaian piring, alat makan atau makan bersama-sama

Tidak pernah dilaporkan penularan melalui air mata, keringat, air ludah, air kencing dan melalui perantara nyamuk.

Pencegahan penularan

1. Menghindari hubungan seks di luar nikah

2. Pemakaian kondom pada mereka ang mempunyai pasangan HIV positif

3. Menggunakan jarum suntik dan alat tusuk lainnya yang terjamin sterilitasnya

4. Skrinning pada semua kantong donor darah.

5. Wanita dengan HIV positif tidak hamil.

6. Kondom untuk kelompok resiko tinggi.

Saat ini pemerintah melaksanakan test pada setiap cadangan darah untuk mengetahui ada/ tidaknya virus HIV. Bagi orang yang berperilaku resiko tinggi untuk terinfeksi HIV, janganlah sekali-kali menyumbangkan darah. Dan bagi penyumbang darah, tidak perl khawatir akan terinfeksi Karena alat-alat yang digunakan sudah disucihamakan atau hanya sekali pakai.

Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bias menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun) sehingga mencapai masa yang disebut fullblown AIDS. Adanya HIV dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukkan gejala penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama kalinya dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani test darah, maka dalam test pertama tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan karena tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 36 bulan untuk membentuk antibody yang nantinya akan dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela).

Dalam masa ini, bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walaupun belum bisa dideteksi melalui test darah0, ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan di atas tadi. Secara umum tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada tahapan AIDS adalah:

- Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat.

- Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

- Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa: batuk berkepanjangan (lebih dari 1 bulan), kelainan kulit dan iritasi (gatal), infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan, pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh,seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha.

  1. Pemeriksaan Darah HIV

HIV positif dapat diketahui melalui pemeriksaan darah. Dakalanya hasil pemeriksaan negative walaupun sebenarnya ia telah terinfeksi dan dapat menularkan penyakitnya. Hal ini dapat terjadi apabila pemeriksaan dilakukan pada stadium awal seseorang terinfeksi HIV (3 bulan pertama). Bagaimana melindungi diri dari infeksi HIV?

- Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah

- Setelah menikah, setialah pada pasangannya

- Gunakan kondom, apabila pasangan adalah HIV positif.

- Jangan melakukan hubungan seks dengan orang yang berpotensi HIV positif, misalnya pada pekerja seks.

- Janganlah terlibat narkotika dan pemakaian jarum suntik bersama-sama.

  1. Pencegahan AIDS

- Bertindaklah menghindari penularan kepada diri sendiri.

- Pelajari fakta yang benar tentang HIV dan AIDS, karena banyak beredar anggapan dan pemikiran yang keliru tentang hal ini.

- Hindarkan diskriminasi terhadap pengidap HIV atau AIDS, perlakukan mereka secara manusiawi.

- Adakan tindakan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap HIV/AIDS pada lingkungan anda dan mencegah ketakutan yang tidak beralasan terhadap pengidap penyakit ini.

  1. Test HIV

Test HIV adalah suatu test darah yang digunakan untuk memastikan adakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV di dalam sampel darahnya. Penularan HIV dari seseorang yag telah terinfeksi kepada orang lain adalah melalui pertukaran cairan tubuh yang meliputi darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Karena itu cara perpindahan HIV dari seseorang kepada orang lain juga sangat spesifik, yaitu:

- Melalui tranfusi darah atau produk darah

- Transplantasi organ ata jaringan tubuh

- Pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV secara bergantian, misalna: jarum suntik di antara pengguna narkoba.

- Pemakaian jarum suntik/alat tajam yang memungkinkan terjadinya luka, secara bergantian tanpa disterilkan,misalnya: jarum tato, jarum tindik, peralatan pencet jerawat dan lain-lain.

- Hubungan seks tidak aman yang memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (pada seks vaginal) atau cairan sperma dengan darah (pada seks anal) tanpa penghalang (dalam hal ini kondom).

- Dari seorang ibu hamil yang HIV positif kepada bayi yang dikandungnya yaitu melalui jalan lahir dan juga dalam proses menyusui dengan air susu ibu.

Singkatnya, bila seseorang dalam hidupnya pernah melakukan hal-hal yang beresiko tinggi tersebut, maka penting bagi dirinya untuk segera melakukan test HIV sehingga bisa lebih menjaga perilaku selanjutnya demi kesehatan dirinya sendiri dan pasangannya serta (calon) anak-anaknya kelak.

Semakin cepat mengetahui status HIV, semakin banyak hal positif yang bisa kita lakukan dalam hidup ini. Banyak orang yang selama ini tidak menyadari resiko perilakunya terhadap kemungkinan tertular ataupun menularkan HIV dan karena tidak segera menjalani test HIV perilakunya tetap saja beresiko tinggi. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kesadaran untuk menjaga kesehatan diri sendiri, pasangan maupun (calon) anak-anak. Secara umum tes HIV juga berguna untuk mengetahui perkembangan kasus HIV/ AIDS serta untuk mengetahui perkembangan kasus HIV/ AIDS serta untuk meyakinkan bahwa darah untuk tranfusi dan organ untuk trasplantasi tidak terinfeksi HIV.

  1. Prosedur Test HIV

Test HIV harus bersifat:

1. Sukarela, artinya bahwa seseorang yang akan melakukan test HIV haruslah berdasarkanatas kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan atau tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa dirinya setuju untuk di test setelah mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari testing serta apa implikasi dari hasil positif ataupu negatif.

2. Rahasia, artinya apapun hasilnya tes ini nantinya (baik positif maupun negative) hasilnya hanya boleh diberitahu langsung kepada orang yang bersangkutan. Tidak boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orang tua, pasangan, atasan atau siapapun. Disamping itu hasil tes HIV juga harus dijamin kerahasiaannya oleh pihak yang melakukan tes itu (dokter, rumah sakit atau laboratorium) dan tidak boleh disebarluaskan.

Mengingat begitu pentingnya untuk mempehatikan hak asasi manusia di dalam masalah tes HIV ini, maka untuk orang yang akan melakukan tes harus disediakan jasa konseling, yaitu:

1. Konseling pre tes, yaitu konseling yang dilakukan sebelum darah seseorang yang menjalani tes itu diambil. Konseling ini sagat membantu seseorang untuk mengetahui resiko dari perilakunya selama ini dan bagaimana nantinya bersikap setelah mengetahui hasil tes. Konseling pre tes juga bermanfaat untuk meyakinkan orang terhadap keputusan untuk melakukan tes atau tidak serta mempersiapkan dirinya bila hasilnya nanti positif.

2. Konseling Post Tes, yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil diketahui baik hasilnya positif maupun negative. Konseling post tes sangat penting untuk membantu mereka yang hasilnya HIV positif agar dapat mengetahui cara menghindari penularan ada orang lain serta untuk bisa mengatasinya dari menjalin hidup secara positif. Bagi merka yang hasilnya HIV negative, konseling post tes bermanfaat untuk memberitahu tentang cara-cara mencegah infeksi HIV di masa datang. Perlu diperhatikan bahwa proses konseling, testing dan hasil tes harus dirahasiakan.

  1. Cara kerja Tes

Jika seseorang teriinfeksi oleh suatu virus, makatubuhnya akan memproduksi antibody untuk melawan infeksi tersebut. Anti bodi ini diproduksi oleh syistem kekebalan tubuh. Antibodi jauh lebih mudah dideteksi daripada virusnya. Sebagian besar tes antibody HIV mendeteksi antibody terhadap HIV dengan sampel darah. Jika tidak ada antibody yang terdeteksi, hasilnya adalah seronegatif atau HUV negatif. Sebaliknya jika ada antibodi terhadap HIV berarti hasilnya seropositif. Walaupin demikian suatu tes bisa saja member hasil negatif bila orang yang dites baru saja terinfeksi. Hal ini dapat etrjadi karena tubuh kita membutuhkan waktu beberapa minggu untuk mulai menghasilkan antibody sejak terjadinya infeksi. Antibodi biasanya dapat dideteksi sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi dan masa ini disebut periode jendela (window periode). Dalam masa seperti ini bisa saja seseorang mendapatkan hasil tes negative karena antibodinya belum terbentuk sehingga belum dapat dideteksi. Tapi ia sudah bisa menularkan HIV pada orang lain lewat cara-cara yang sudah disebutkan terdahulu.

Test darah yang dilakukan biasanya menggunakan tes ELISA (enzim Linked Immunosobent Assay) yang memiliki sensitivitas tinggi namun spesifikasinya rendah. Bila pada saat tes ELISA hasilnya positif maka harus dikonfirmasi dengan tes Western Blot, yaitu jenis tes yang mempunyai spesifikasi tinggi namun sensitivitas rendah. Karena sifat kedua tes ini berbeda maka biasanya harus dipadukan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Selain kedua tes tadi, ada juga tes lain yang mampu mendeteksi antigen (bagian dari virus) yaitu NAT (Nucleic Acid Amplification Technologies) dan PCR (Polymerase chain Reaction).

Test HIV diperlukan untuk skrinning darah donor (mandatory) mencegah penularan HIV melalui tranfusi darah (pengamanan darah donor), Surveilans (unlinked anonymous) untuk mendapatkan data prevalensi dan distribusi HIV di suatu tempat dan kelompok tertentu, diagnosis (linked confidential) untuk mengetahui status HIV, melalui VCT, maka perawatan dan konseling yang sesuai dapat diberikan secara dini terhadap dampak infeksi HIV, serta untuk tindakan pencegahan.

  1. Program Penanggulangan HIV AIDS di Kabupaten/ Kota

1. Program KIE = BCC = KPP

a. Pengertian

Behaviour Charge Communication (BCC) atau komunikasi perubahan perilaku (KPP) merupakan kegiatan untuk memberikan informasi dan pendidikan keterampilan tentang pencegahan HIV/ AIDS serta promosi penerapan pola hidup sehat (biasanya juga dilakukan kegiatan outreach) bagi populasi beresiko dilakukan secara teratur dan dalam jangka waktu tertentu.

b. Maksud dan Tujuan

b.1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan populasi beresiko untuk merubah dan mempertahankan perilaku aman agar terhindar dari penularan HIV dan IMS.

b.2. Menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif, proaktif dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan HIV/ AIDS.

c. Target sasaran

c.1. pekerja seks wanita langsug: mereka yang berada di lokasi dan adanya mucikari maupun mereka yang berada di jalanan.

c.2. Pekerja seks wanita tak langsung: mereka yang bekerja di tempat hiburan dan panti pijat namun juga melakukan transaksi seksual.

c.3. Pekerja seks pria, lazimny disebut kucing: mereka yang menjual jasa seks bagi sesame pria maupun bagi wanita.

c.4. Gay atau MSM (Men Sex with Men) adalah mereka yang memiliki orientasi seks pada sesame pria dan punya perilaku berganti-ganti pasanan seks.

c.5. Waria pekerja seks, mereka yang mejeng di jalan ada pula yang panggilan untuk transaksi seks komersial.

c.6. Pelanggan dari pekerja seks wanita atau pria.

2. Program Kondom 100 %

a. Pengertian

Program pemakaian kondom 100 % selanjutnya disingkat PPK 100 % adalah kegiatan yang memberikan penekanan pada pendidikan dan promosi pemakaian kondom sebagai upaya menekan meluasnya penularan infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/ AIDS, terutama di kalangan populasi yang memiliki banyak pasangan seksual. Untuk itu PPK 100 % akan dilaksanakan di pusat konsentrasi transaksi seksual dengan banyak pasangan.

b. Maksud dan Tujuan

b.1. Mendekatkan akses kondom pada setiap tempat yang menjadi tempat adanya perilaku berganti banyak pasangan seksual.

b.2. Meningkatkan pengetahuan para pekerja seks komersial untuk menawarkan pemakaian kondom kepada para pelanggannya dan ketrampilan cara pemakaian kondom secara benar.

b.3. Meningkatkan pemakaian kondom secara konsisten pada setiap aktivitas seksual beresiko.

b.4. Menurunkan prevalensi IMS pada pekerja seks (laki-laki dan perempuan) dan para pelanggannya.

c. Target Sasaran

- Pekerja seks wanita langsung

- Pekerja seks wanita tak langsung

- Pekerja seks pria

- Gay atau MSM

- Waria pekerja seks

- Pelanggan dari pekerja seks wanita atau pria

3. Program IMS = Infeksi Menular Seksual

a. Pengertian

Layanan kesehatan IMS merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan rutin masalah IMS bagi pekerja seks perempuan, pria dan waria. Dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas pembantu atau klinik swasta yang sudah ada di wilayah yang terdekat dengan konsentrasi penyebaran populasi beresiko. Layanan kesehatan IMS memiliki fungsi control terhadap penularan IMS agar penularan IMS pada subpopulasi beresiko dapat dipersempit. Layanan IMS mencakup:

- Melaksanakan kegiatan pencegahan seperti promosi kondom dan seks aman.

- Memberikan layanan pemeriksaan dan pengobatan bagi merka yang tertular IMS.

- Melaksanakan kegiatan penampisan untuk IMS asymptmatis bagi semua populasi beresiko secara rutin sedikitnya sekali setiap 3 bulan.

- Memberikan layanan konseling, pemeriksaan dan pengobatan bagi pasangan tetap klien PS melalui system partner notification.

- Menjalankan system monitoring dan surveillance.

- Memberikan layanan KIE tentang mitos penggunaan obat-obat bebas untuk mencegah atau mengobati IMS.

b.Maksud dan Tujuan

Layanan kesehatan IMS bertujuan untuk menjalankan fungsi control dan menekan penyebaran IMS pada PSK perempuan, pria dan waria, pelanggan PSK dan pasangan seks tetapnya.

c. Target dan Sasaran

- Pekerja seks wanita langsung

- Pekerja seks wanita tak langsung

- Pekerja seks pria

- Waria pekerja seks

- Pelanggan dari pekerja seks wanita, pria dan waria

4.Program Harm Reduction

a. Pengertian

Program pencegahan dan penanganan HIV/AIDS bagi IDUs dilaksanakan dengan pendekatan harm reduction of DUs atau diterjemahkan menjadi pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba suntik merupakan pendekatan pragmatis kesehatan guna merespon ledakan infeksi HIV/ AIDS secara khusus di kalangan IDUs. Dampak buruk pemakaian narkoba yang akan ditekan termasuk:

a.1. Penularan HIV dan Hepatitis (B dan C).

a.2. Infeksi akibat bakteri (karena peralatan atau narkoba yang terkontaminasi) misal abses, overdosis (OD) yang sering berakhir pada kematian.

a.3. Ketergantungan obat dan kimia.

a.4. Kejahatan maupun gangguan sosial.

a.5. Gangguan fisik maupun mental.

b. Maksud dan Tujuan

Program pencegahan dan penanganan HIV/ AIDS bagi IDUs dimaksudkan untuk membantu sub populasi IDUs dan pasangan seksual tetapnya yang bukan IDUs agar terhindar dari penularan HIV sekaligus memberikan proteksi bagi populasi umum melalui jaringan antara yakni PSK permpuan, pria dan waria. Tujuannya adalah untuk meredam laju epidemic HIV dari penularan pemakaian NAPZA suntik dan penyeberangannya (cross over) ke jalur seksual.

c.Target Sasaran

- Pengguna narkoba suntik (IDUs)

- Pasangan tetap dari IDUs yang bukan IDUs.

5. Program VCT (Voluntari Counseling & Testing)

a. Pengertian

Layanan VCT adalah program pencegahan sekaligus jembatan untuk mengakses layanan manajemen kasus (MK) dan CST (perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA). Layanan VCT harus mencakup pre test konseling, testing HIN dan post tes konseling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan. Prinsip dasar layanan VCT:

- Klien datang dengan sukarela diberikan layanan pretest konseling dan secara sukarela bersedia di tes HIV (atas kehendak sendiri tanpa paksaan atau manipulasi) ditandai dengan inform consent yang ditandatangani oleh pasien.

- Percakapan antara klien dan konselor VCT serta hasil tes HIV bersifat rahasia, tidak boleh dibocorkan dalam bentuk dan cara apapun kepada pihak ketiga.

- Berorientasi kepada klien serta menerapkan prinsip GIPA (reater Involvement Living with HIV/ AIDS)

b.Maksud dan Tujuan

Program layanan VCT dimaksudkan untuk membantu masyarakat terutama populasi beresiko dan anggota keluarganya untuk mengetahui status kesehatan yang berkaitan dengan HIV dimana hasilnya dapat digunakan sebagai bahan motivasi upaya pencegahan penularan dan mempercepat mendapatkan pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan. Tujuan:

b.1. Meningkatkan kesadaran populasi beresiko tentang status kesehatan HIV-nya.

b.2.Meningkatkan kesadaran populasi beresiko untuk membuat keputusan dan mempertahankan perubahan perilaku yang aman terhadap penularan HIV.

b.3. Meningkatkan jumlah populasi beresiko dan anggota keluarganya dalam upaya mencegah perluasan penularan HIV.

b.4. Membantu mereka yang diidentifikasi terinfeksi untuk segera mendapatkan pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan.

b. Target dan Sasaran

- Pengguna Napza suntik (IDUs)

- Pasangan seks tetap dari IDUs yang bukan IDU

- Pekerja seks wanita langsung

- Pekerja seks wanita tak langsung

- Pekerja seks pria

- Gay atau MSM

- Waria pekerja seks

- Pelanggan dari pekerja seks komersial wanita, pria dan waria

- Pasangan tetap dari pelanggan PSK.

6. Program CST

a. Pengertian

Program perawatan dukungan dan pengobatan bagi ODHA (CST = Care, Support and treatment for ODHA) adalah bagian hilir dari program penanggulangan HIV/ AIDS secara komprehensif. Layanan CST juga merupakan layanan lanjutan dari layanan VCT. CST seharusnya tidak dilakukan bla tanpa layanan VCT. Bila ODHA yang datang ke fasilitas kesehatan sudah dengan AIDS, layanan VCT tetap harus diberikan.

b.Maksud dan Tujuan

Progam perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA bermaksud memberikan layanan yang berkualitas bagi ODHA agar hidup lebih lama secara positif, berkualitas dan memiliki aktifitas social dan ekonomi yang normal seperti anggota masyarakat lainnya dengan kata lain Tanpa Ada Stigma dan Diskriminasi.

d. Target Sasaran

Semua populasi beresiko namun memberikan prioritas pada sub populasi yang prevalensi HIV lebih tinggi, missal: IDUs dan pasangan seks tetap IDUs yang bukan IDUs, waria dan pasangan seksual tetapnya.

7. Panduan WHO untuk Pemberian Terapi ARV pada penderita AIDS

Tujuan dari rancangan panduan badan kesehatan dunia WHO ini meliputi beberapa topik:

a. Kapan harus mulai menggunakan HAART.

b. Regiment HAART apa yang harus dipakai pada tahap awal.

c. Kapan harus mengganti terapi dengan jenis lain.

d. Regimen alternative apa yang dipakai sebagai pengganti.

e. Bagaimana memantau efek pengobatan terhadap pasien dalam kondisi serba terbatas.

Penggunaan terapi Antiretroviral yang sangat aktif (Highly Active Antiretroviral Therapy HAART) dalam kondisi sumber daya yang terbatas, penentuan waktu untuk memulai terapi adalah berdasakan tahapan ang terlihat dari jumlah hitung limfosit CD4 atau jumlah total limfosit. Pemberian terapi ARV menurut panduan WHO adalah:

a. Tahap I adalah keadaan pasien yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala (Asymptomatic) atau menunjukkan pembengkakan pada kelenjar getah bening.

b. Tahap II adalah kondisi seperti pada tahap I ditambah dengan turunnya berat badan (< 10 % dari berat badan semula), timbulnya cacar air, infeksi pada selaput lender seperti sariawan dan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas.

c. Tahap III adalah meliputi lebih banyaknya kehilangan berat badan (> 10 % dari berat badan semula), ditambah dengan diare kronis yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, demam berkepanjangan, sariawan yang parah, tumbuhnya rambuut pada lidah, tuberculosis, infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan kondisi lain yang menyebabkan pasien harus lebih banyak terbaring di tempat tidur setidaknya sampai setengah bulan dalam sebulan terakhir.

d. Tahap IV meliputi semua gejala klinis yang terkait dengan AIDS, ditambah dengan/ jumlah hari pasien terbaring sakit lebih dari setengah bulan, dalam sebulan terakhir.

Panduan WHO ini merekomendasikan untuk segera memulai terapi HAART pada semua pasien pada tahap IV tanpa mempedulikan jumlah limfosit CD4 mereka. Juga direkomendasikan untuk pasien pada tahap I, II, III, yang memiliki jumlah limfosit CD4 dibawah 200 sel/ mm², terutama bagi mereka yang tinggal di daerah yang memungkinkan terlaksananya penghitungan limfosit CD4. Bila fasilitas penghitungan limfosit CD4 tidak tersedia, pemberian terapi antiretroviral sangat aktif (HAART) disarankan kepada pasien yang telah memasukitahap II atau III dengan total hitung limfosit antara 1.000 – 2.000 sel/ mm². Prosedur penghitungan virus di dalam darah (viarl load) tidak diperlukan untuk memulai terapi HAART.

Rekomendasi bagi jenis HAART awal meliputi AZT/ 3TC yang diberikan bersama abacavir, efavirens, nevirapine, nelvinafir atau nitonavir yang diperkuat dengan indinavir, lopnavir atau saquinavir. kombinasiAZT/ 3TC/ ABC sejauh ini dianggap sebagai regiment yang paling bersahabat dengan pasien dalam jumlah pil yang hanya sedikit. Kombinasi obat ini dapat digunakan selama perawatan tuberculosis tanpa perlu khawatir terhadap pengaruh dari penggunaan obat lain. Hambatan bagi hal ini adalah ketersediaan obat, harga dan kemungkinan timbulnya efek yang fatal akibat reaksi hipersensitivitas yang bisa menimbulkan kesulitan dalam keadaan yang serba minim.

Kebutuhan utama untuk berganti terapi adalah masalah keracunan dan kegagalan pengobatan. Tanpa melakukan pemeriksaan jumlah virus secara rutin, bila terjadi kegagalan pengobatan, maka petugas kesehatan dalam kondisi terbatas akan mengatakannya sebagai terlalu pesatnya pertumbuhan penyakit karena timbulnya penyakit oportunistik, sehingga pemberian obat tidak bisa mengembalikan kekebalan tubuh. Disamping itu, dengan terbatasnya pemantauan laboratorium untuk mendeteksi tanda-tanda awal kegagalan fungsi hati, darah ataupun ginjal, maka keracunan dapat menjelma menjadi gejala klinis seperti gagal ginjal, infeksi hepatitis aau anemia. Hal ini terutama menyangkut besarnya potensi terhadap kesakitan dan kematian sehubungan dengan tingginya tingkat keracunan obat yang dapat dideteksi lebih awal bila kondisi memungkinkan.

Tidak tersedianya tes viral load dan kurangnya pemantauan terhadap masalah kebal obat dapat menimbulkan kegagalan dalam mengenali keganasan virus dalam jangka panjang. Hal ini menyebabkan terjadinya kegagalan pada pengobatan pertama sehingga perlu adanya rekomendasi untuk regiment yang akan dipakai berikutnya. Sampai saat ini kebal obat yang terjadi berdasarkan mutasi genetic virus secara mendasar, berbeda dari kekebalan virus yang terjadi karena pemberian obat antiretroviral dalam jangka panjang. Secara umum regimen tahap kedua yang diberikan bersama AZT/ 3TC ini juga termasuk d4T/ ddl yang ditambahkan baik pada NNRTI (Non Nucleosid Reverse Trasciptase Inhibitor), protease inhibitor yang diperkuat dengan ritonavir atau kombinasinya. Kepentingan lain dari penggunaan AZT/ 3TC/ ABC adalah untuk cadangan bagi NNRTI ataupun protease inhibitor. Hal ini untuk penyelamatan regimen bila terjadi kekebalan ini sel karena terjadinya kegagalan perawatan. Bila memungkinkan, dapat digunakan teonifir dalam regiment yang diselamatkan ini, karena keaktifannya sebagai antivirus terhadap pasien-pasien yang mengalami kekebalan nucleoside.

Sebagai tambahan untuk mengenali fungsi system kekebalan tubuh yang ditandai dengan adanya gejala-gejala penyakit, tanda-tanda klinis dan jumlah limfosit, maka perlu dilakukan test laboratorium demi keamanan dan keefektifan penggunaan terapi HIV yang sangat aktif (HART). Tes ini dibagi dalam 4 kategori:

-Tes minimum wajib

-Tes dasar

-Tes yang diinginkan

-Tes tambahan

Tes minimum wajib meliputi tes anti bodi HIV dan hemoglobin atau tingkat hematocrit. Tes dasar menambahkan tes jumlah sel darah putih dan diferensial, enzim pada hati, serum crearatinine dan/ atau nitrogen urea darah, serum glukosa dan tes kehamilan untuk pasien perempuan. Sedangkan tes yang diinginkan meliputi tes untuk bilirubin, amylase, tingkat lipid dan hitung limfosit CD4. Tes jumlah virus HIV dapat dipertimbangkan sebagai tes tambahan.

Rekomendasi WHO untuk memulai pemberian terapi antiretroviral pada orang dewasa dan remaja yang terinfeksi HIV adalah bila mampu mendapatkan tes CD4:men

-Penyakit-penyakit yang timbul pada tahap IV tanpa mempedulikan jumlah hitung sel CD4.

- Penyakit-penyakit yang timbul pada tahap I, II, III dengan jumlah hitung sel CD4 <200sel/ mm³.

Sedangkan bila tidak mampu mendapatkan tes CD4:

-Penyakit-penyakit pada tahap IV tanpa mempedulikan jumlah limfosit total.

-Penyakit-penyakit pada tahap I, II dan III dengan jumlah limfosit total < 1.000 – 1.200 sel/ mm³.

Panduan WHO untuk pemantauan laboratorium dalam penggunaan antiretroviral:

1. Tes minimum wajib:

-Tes antibody HIV

-Hemoglobin dan hematocrit

2. Tes dasar:

-Jumlah dan diferensial sel darah putih.

-Alanine atau aspartate aminotransferase

-Creatinine dan atau nitrogen urea darah.

-Glukose serum

-Tes kehamilan untuk ODHA perempuan.

3. Tes yang diinginkan:

-Bilirubin

-Amylase

-Lipid serum

-Jumlah sel CD4

4. Tes tambahan:

-Viral load HIV

8. Lain-lain

Seorang pengidap HIV masih dapat melakukan hubungan seksual dan dapat dikurangi reiko tertular dengan cara memakai kondom yang baik mutunya dan benar cara pamakaiannya. Walaupun pengidap HIV belum menunjukkan gejala sudah dapat menularkan kepada orang lain. Siapa saja dapat tertular melalui cara tertentu tak pedul kebangsaan, ras, jenis kelamin, agama tingkat pendidikan, kelas ekonomi Maupin orientasi seksualnya. Perilaku berisiko tertular HIV adalah perilaku seksual resiko tinggi pasangan seks berganti –ganti, tidak memakai kondom sehingga resiko penularan HIV dan IMS seperti GO dan lain-lain. Pemakaian jarum/ alat suntik tidak steril, bersama-sama (sharing) menimbulkan resiko penularan HIV, hepatitis B dan C, Sifilis dan lain-lain.

Kondisi yang memungkinkan HIV menular yaitu:

-Exit: ada virus yang keluar

-Survive: virus HIV harus tahan hidup

-Sufficient:diperlukan konsebtrasi virus HIV yang cukup

-Entry: Virus HIV harus masuk langsung ke aliran darah dari darah, cairan sperma dan cairan vagina.

9. Kriteria WHO

Kriteria AIDS menurut WHO adalah minimal ada 2 gejala mayor dan 1 gejala minor serta didukung dengan tes HIV positif atau adanya penyakit petunjuk utama. Penyakit petunjuk utama adalah Sarkoma Kaposi dan Pneumocystis Carinii., Jika jumlah sel T-4 menurun di bawah 200.

Gejala mayor:

-demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

-diare kronis > 1 bulan berulang maupun terus menerus.

-penurunan BB >10 % dalam 1 bulan.

-penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

Gejala minor:

-batuk kronis selama > 1 bulan

-infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albikans.

-pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh.

-munculnya Herpes Zooster berulang bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.

-Dermatitis yang menyeluruh

-Herpes simplek

-Pneumonia berulang

Diagnosa AIDS pada anak adalah bila ditemuka 2 gejala mayor dan 2 gejala minor.

Gejala Mayor

-BB turun atau kegagalan pertumbuhan

-Diare kronis dan berulang > 1 bulan

-Demam kronis dan berulang selama > 1 bulan

-Infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang parah dan menetap.

Gejala Minor:

-Pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran hati

-Penyakit jamur di mulut

-Infeksi pada telinga dan kerongkongan

-Batuk kronis dan menahun

-Dermatitis seluruh tubuh

-Peradangan otak.

BAGAN PENANGGULANGAN HIV/ AIDS

ALUR PROGRAM PENANGGULANGAN HIV/ AIDS



KIE = BCC


METHADON

NEP

ARV

KDS

FS

Pemberdayaan

HARM REDU

CST

PMTCT

ASKES

STIGMA

-

+

KONDOM 100%

VCT

SARASEHAN KOMISI PENANGGULANGAN AIDS, 19 DESEMBER 2009

HIV

HIV yang merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang menyebabkan AIDS. HIV menyerang limfosit yang disebut “sel T-4” atau sel T-penolong (T-helper) atau disebut juga “sel CD-4”. HIV tergolong kelompok retrovirus yang memiliki kemampuan untuk “mengkopi-cetak”. HIV terdapat di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau cairan vagina. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun. Walaupun tampak sehat, mereka dapat menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, transfuse darah atau pemakaian jarum suntik secara bergantian.

AIDS

AIDS adalah merupakan kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome adalah sindroma menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan pengidap HIV (ODHA) sangat rentan dan mudah terjangkit macam-macam penyakit. Orang yang mengidap AIDS sangat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sisem kekebalan di tubuhna telah menurun. Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan AIDS. Supaya terhindar dari HIV/ AIDS kita harus tahu cara penularannya dan pencegahannya. Perbedaan HIV dan AIDS adalah pengidap HIv tidak ada gejala, masih dalam keadaan sehat dan tampak sehat dalam waktu lama kira-kira 3-10 tahun (tidak dapat dibedakan dengan orang sehat), cara mengetahuinya hanya dengan tes HIV (tes darah), bila antibodi positif maka terinfeksi HIV. Sedangkan penderita AIDS adalah pengidap HIV yang telah

menunjukkan gejala penyakit infeksi oleh karena daya tahan tubuh menurun yang disebabkan rusaknya sel darah putih.

HIV dapat ditularkan melalui 3 cara, yaitu:

- Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi HIV.

- Melalui tranfusi, penggunaan narkoba suntikan secara bersama-sama dan kegiatan medis dengan alat tusuk dan iris yang tercemar HIV.

- Dari ibu ke janin, bayinya selama kehamilan, persalinan atau menyusui.

- HIV tidak ditularkan melalui jabatan tangan, sentuhan, ciuman, pelukan, berenang bersama, menggunakan peralatan makan/ minum yang sama, gigitan nyamuk, memakai jamban yang sama atau tinggal serumah.

Biasanya tidak ada gejala khusus pada orang-orang yang terinfeksi oleh HIV dalam waktu 5 – 10 tahun setelah itu mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala umum seperti berikut:

-Demam berkepanjangan

-Selera makan hilang

-Diare terus menerus tanpa sebab

-Pembengkakan kelenjar pada leher dan atau ketiak

-Berat badan menurun drastis

(Jika ada orang yang menunjukkan salah satu dari gejala di atas, bukan berarti orang tersebut telah terinfeksi HIV. Untuk memastikannya sebaiknya hubungi segera layanan kesehatan terdekat untuk medapatkan pemeriksaan tes darah HIV)

Tahap selanjutnya system kekebalan tubuh semakin menurun, pengidap HIV akan menjadi AIDS dengan gejala:

-Radang paru-paru

-Radang saluran pencernaan

-Kanker kulit

-Radang karena jamur di mulut dan kerongkongan

-gangguan susunan syaraf pusat.

Pada kenyataannya, pengdap HIV terlihat sangat sehat. Satu-satunya cara untuk mengetahui hal ini adalah melalui tes darah HIV.

Keuntungan mengunjungi Klinik VCT:

-Mendapatkan konseling pre-post test

-Mendapatkan informasi yang benar mengenai HIV/ AIDS

-Dapat mengemukakan masalah yang dihadapi

-Mendapatkan tes HIV

-Bila perlu obat HIV akan mendapatkan secara cuma-cuma.

Cara menghndar dari HIV:

-kampanyekan cara pencegahan yang sering digunakan adalah dengan istilah ABCD:

A: Abstinen, menjauhi hubungan seks berganti-ganti pasangan tanpa kondom

B: Be faithful, bersikap saling setia

C: Condom Use/ Consistent: cegah dengan menggunakan kondom, konsisten menggunakan alat pelindung

D: Drugs/ Dont, menghindari pemakaian narkoba suntik, don’t use sharig needle (tidak menggunakan jarum suntik tidak steril.

E: Education, Embuskan Informasi HIV/ AIDS & IMS.

-Peningkatan pendekatan agama

-Peningkatan pendidikan sebaya/ pemberdayaan remaja dan generasi muda: “Say No To Drugs & Free Sex”

-Pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan remaja puteri

-Sosialisasi yang benar dan berkesinambungan tentang HIV/ AIDS

Masalah yang dihadapi ODHA adalah masalah medic, sosial dan psikologi.

(Sumber: Sarasehan tentang bahaya Aids Komisi Penanggulangan Aids Kab. Kebumen Tgl. 19 Desember 2009 di Aula Setda kabupaten Kebumen)

PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI INDONESIA 2007 – 2010

MENCAPAI AKSES UNIVERSAL DAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM

Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium komponen AIDS menghentikan dan membalikkan persebaran epidemi di tahun 2015 dibutuhkan ketersediaan akses layanan pencegahan HIV dan pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk AIDS yang lebih luas dari apa yang tersedia saat ini. Sesuai komitmen yang dibuat dalam Deklarasi Politik untuk HIV dan AIDS di bulan Juni 2006, berbagai Negara kini memulai proses revisi rencana dan target nasional penanggulangan AIDS untuk dapat secara signifikan meningkatkan upaya

penanggulangan AIDS dalam rangka mencapai akses universal terhadap pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan untuk HIV pada tahun 2010. Indonesia adalah salah satu negara pertama ang telah membuat Strategi Nasional Penanggulangan AIDS 2007-2010, dimana kebutuhan dana dihitung.

Latar belakang

Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung 20 tahun. Sejak tahun 2000 epidemi tersebut sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa subpopulasi berisiko tinggi, yaitu pengguna napza suntik (penasun), waria dan wanita penjaja seks (WPS). Dalam tiga tahun terakhir, jumlah orang yang dilaporkan mengidap HIV bertambah cepat. Situasi percepatan ini disebabkan kombinasi transmisi HIV melalui penggunaan jarum suntik tidak steril dan transmisi seksual di antara populasi berisika tinggi.

Departemen kesehatan (Depkes) melaporkan jumlah kasus baru AIDS pada tahun 2006 sebanyak 2.873. Jumlah ini dua kali lipat disbanding jumlah yang dilaporkan selama 17 tahun pertama epidemi tersebut di Indonesia, yakni 1.371 kasus. Di Papua (Propinsi Papua dan Papua Barat), keadaan yang meningkat ini ternyata telah menular lebih jauh, yaitu telah terjadi penyebaran HIV melalui hubungan seksual beresiko pada masyarakat umum yang selama ini dianggap sebagai populasi beresiko rendah. Sementara itu Dinas kesehatan Propinsi Jawa Tengah melaporkan bahwa di Jawa Tengah sendiri terdapat 2.151 kasus HIV/AIDS dengan 1.332 orang HIV dan 719 orang terjangkit AIDS, dan di kabupaten kebumen sendiri terdapat 35 orang dengan 17 orang (14 %) meninggal dunia karena AIDS dan 18 orang masih hidup.

Untuk menghadapi percepatan penambahan kasus baru HIV perlu dilakukan akselerasi program penanggulangan AIDS. Bersamaan dengan itu, akan dibangun system penanggulangan AIDS jangka panjang yang mencakup program pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan. Maka Rencana Aksi Nasional 2007 – 2010 berupaya untuk mengarahkan program penanggulangan AIDS dengan menperhatikan tiga hal sebagai berikut:

Pertama, program diarahkan menjangkau sub-populasi penasun dan penjaja seks sekaligus juga memperhatikan sub-populasi pasangan penasun dan pelanggan penjaja seks (PPS). Kedua, program mengutamakan komponen pencegahan tranmisi melalui jarum dan alat suntik serta tranmisi seksual untuk mencegah laju pertumbuhan infeksi baru HIV. Ketiga, program mengutamakan cakupan wilayah di 19 propinsi dengan estimasi jumlah populasi paling beresiko yang mencapai 80 % dari seluruh wilayah Indonesia. Wilayah ini termasuk 2 propinsi di Tanah Papua yang akan menjadi perhatian khusus karena prevalensi HIV di kalangan penjaja seks di Sorong mencapai 22 % dan prevalens di populasi umum yang mencapai 2,4 %.

Pelaksanaan program secara komprehensif akan mencapai sasaran kunci pada tahun 2010, yab=ng terdiri atas: (1) 80 % populasi yang paling beresiko terjangkau program pencegahan yang komprehensif, (2) perubahan perilaku pada 60 % populasi paling beresiko, (3) semua ODHA yang memenuhi syarat menerima pengobatan antiretroviral (ART), dukungan, perawatan dan pengobatan sesuai kebutuhan, (4) lingkungan yang memberdayakan masyarakat sipil berperan aktif dan penghapusan stigma serta diskriminasi ), (5) sumber-sumber daya dan dana (domestic dan internasional) memenuhi estimasi kebutuhan pada tahun 2008, (6) ibu hamil HIV positif menerima ARV profilaksis, (7) yatim piatu dan anak terlantar (OVC) menerima paket dukungan dan (8) infeksi baru berkurang sebanyak 50 % disbanding tahun 2005.

Pembiayaan Rencana Aksi Nasional 2007 – 2010

Kebutuhan dana untuk melaksanakan kegiat n program penanggulangan HIV dan AIDS secara komprehensif di Indonesia dihitung dengan menggunakan dasar kebutuhan dana pada tahun 2006. Sumber daya yang diperlukan meliputi 4 komponen yaitu (1) pencegahan, (2) perawatan, dukungan dan pengobatan, (3) mitigasi, (4) kebijakan, manajemen, monitoring, surveilans dan penelitian, termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan baik di tingkat pusat dan daerah.

Dengan menggunakan asumsi target yang akan dicapai adalah sebesar 80 % dari seluruh populasi yang beresiko, maka untuk mencapai target program yang ditetapkan selama kurun waktu 2007 – 2010, dibutuhkan dana sebesar Rp. 6,898 trilyun. Pada tahun 2006 jumlah dana yang diperlukan adalah sebesar Rp.482 milyar, kemudian meningkat lima kali lipat pada tahun 2010 menjadi Rp. 2,601 trilyun. Sebagian besar kebutuhan danadiperlukan untuk program pencegahan infeksi baru yaitu sebesar 70 %.

Untuk pembiayan Rencana Aksi Nasional AIDS 2007- 2010, Komisi Penanggulangan AIDS akan melakukan upaya mobilisasi sumber daya internasional melalui beberapa sumber , antara lain Dana kemitraan (IPF) dan dana Global untuk Menanggulangi AIDS, TB dan Malaria (GF ATM). Selain itu Komisi penanggulangan AIDS juga akan mengupayakan peningkatan pembiayaan melalui APBN dan APBD secara bertahap, agar setidaknya dapat membiayai 70 % dari total pembiayaan yang dibutuhkan di tahun 2015. Komisi penanggulangan AIDS juga akan memulai eksplorasi sumber-sumber pembiayaan potensial lain terutama dari sektor swasta.

BAB II

ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

(AIDS)

2.1. Pengertian

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala.

2.2. Etiologi

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakib

tem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.

Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah

ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.

2.1. Patofisiologi

Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, tes serologi baru akan positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut window periode, di mana penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil tes HIV-nya masih negatif.

Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang, yaitu 5 10 tahun. Setelah masa ini pasien akan masuk ke fase full blown AIDS.

2.2. Gejala Penyakit AIDS

Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS :

· Panas lebih dari 1 bulan,

· Batuk-batuk,

· Sariawan dan nyeri menelan,

· Badan menjadi kurus sekali,

· Diare ,

· Sesak napas,

· Pembesaran kelenjar getah bening,

· Kesadaran menurun,

· Penurunan ketajaman penglihatan,

· Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.

2.5. Komplikasi

Berdasarkan data-data hasil penilaian komplikasi yang mungkin terjadi mencakup : (Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8, EGC, Jakarta, 2001: 1734)

1) Infeksi oportunistik

2) Kerusakan pernapasan atau kegagalan respirasi

3) Syndrome pelisutan dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Reaksi yang merugikan terhadap obat-obatan.

2.6. Penyakit yang Sering Menyerang Perilaku AIDS

Dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh, penderita menjadi lebih mudah terserang penyakit infeksi maupun kanker. Bahkan penyakit-penyakit inilah yang sering menjadi penyebab kematian penderita. Infeksi yang timbul karena melemahnya kekebalan tubuh ini disebut infeksi oportunistik. Sebagian besar penyakit infeksi yang timbul merupakan reaktivasi (pengaktifan kembali) kuman yang sudah ada pada penderita, jadi bukan merupakan infeksi baru. Sementara itu, untuk infeksi parasit/jamur tergantung prevalensi parasit/jamur di daerah tersebut. Berikut penyakit yang ditemukan pada penderita AIDS :

· Kandidiasis oral dan esophagus,

· Tuberkulosis paru/ekstrapulmoner,

· Infeksi virus sitomegalo,

· Pneumonia rekurens,

· Ensefalitis toksoplasma,

· Pneumonia P. Carinii,

· Infeksi virus herpes simpleks.

2.7. Pengobatan

Walau belum ada obat penyembuh AIDS, namun telah ditemukan beberapa obat yang dapat menghambat infeksi HIV dan beberapa obat yang secara efektif dapat mengatasi infeksi. Jadi sebagian besar masalah klinik dapat diobati, kualitas hidup dapat diperbaiki dan harapan hidup dapat ditingkatkan.

Pada umumnya pengobatan penderita AIDS dapat dibagi menjadi 3 yaitu pengobatan terhadap HIV, pengobatan terhadap infeksi oportunistik, dan pengobatan pendukung seperti nutrisi, olahraga, tidur, psikososial, dan agama.

2.8. Penularan Penyakit AIDS

Biaya pengobatan penyakit ini amat mahal, padahal hasilnya pun masih belum memuaskan, karena itu akan lebih baik mencegah timbulnya penyakit ini bila dibandingkan mengobati. Untuk melakukan upaya pencegahan perlu diketahui bagaimana cara penularan penyakit ini.

Pada prinsipnya penularan penyakit ini dapat melalui hubungan seksual, parenteral, dan perinatal. Kendati efektifitas penularan seksual sangat kecil dibandingkan jalur penularan lain, yaitu berkisar 0,1 – 1 %, tetapi karena frekuensi kejadiannya sangat besar maka prosentase penularan HIV secara seksual akhirnya menjadi sangat besar.

2.9. Cara Penularan

Berikut cara penularan pada 446 kasus AIDS di Indonesia (data sampai 30 November 2000).

· Hubungan seksual

· Pengguna narkotika suntik

· Perinatal

· Tranfusi darah


BAB III

MANAJEMEN KEPERAWATAN


3.1. Pengkajian

pengkajian keperawatan mencakup pengenalan factor risiko yang potensial, termasuk praktik seksual yang berisiko dan penggunaan obat-obatan Intravena. Status fisik dan psikologis pasien harus di nilai. Semua factor yang mempengaruhi fungsi system imun perlu digali dengan seksama.

Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenalai factor-faktor yang dapat menggangu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri oral atau kesulitan menelan. Disamping itu, kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan makanan harus dinilai. Pertimbangan berat badan, pengukuran antropometrik, pemeriksaan kadar BUN (blood urea nitrogen), protein serum, albumin dan transperin akan memberikan parameter status nutrisi yang objektif.

Kulit dan membrane mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan , ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasis. Daerah perianal harus diperiksa untuk menemukan ekskoriasi dan infeksi pada pasien dengan diare profus. Pemeriksaan kultur luka dapat dimintakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang infeksius.

Status respiratorius dimulai dengan pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk, produksi sputum, napas yang pendek dan ortopnea, takipnea, dan nyeri dada. Keberadaan suara pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa. Ukuran fungsi paru yang lain mencakup hasil foto roentgen thoraks, hasil pemeriksaan gas darah arteri dan hasil tes faal paru.

Status neurologist ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap orang, tempat dan waktu serta ingatan yang hilang. Pasien juga di nilai untuk mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual, sakit kepala, patirasa dan parestesia pada ekstremitas) serta gangguan motorik (perubahan gaya jalan, paresis atau paralysis) dan serangan kejang.

Status cairan dan elektrolit dinilai dengan memeriksa kulit serta membrane mukosa untuk menetukan turgor dan kekeringan. Peningkatan rasa haus, penurunan haluaran urin, tekanan darah yang rendah dan penurunan tekanan sistolik antara 10 dan 15 mm Hg dengan disertai kenaikan frekuensi denyut nadi ketika pasien duduk, denyut nadi yang lemah serta cepat dan berat jenis urin sebesar 1,025 atau lebih, menunjukkan dehidrasi. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, kalium, kalsium, magnesium dan klorida dalam serum secara khas akan terjadi karena diare hebat. Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk menilai tanda-tanda dan gejala deplesi elektrolit ; tanda-tanda ini mencakup penurunan status mental, kedutan otot, denyut nadi yang tidak teratur, mual serta vomitus, dan pernapasan yang dangkal.

Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan penyakit harus di evaluasi. Disamping itu, tingkat tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai. Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit AIDS merupakan informasi penting yang harus di gali. Reaksi dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lainnya dan dapat mencakup penolakan, amarah, rasa takut, rasa malu, menarik diri dari pergaulan social dan depresi. Pemahaman tentang cara pasien menghadapi sakitnya dan riwayat stress utama yang pernah dialami sebelumnya kerapkali bermanfaat. Sumber-sumber yang dimiliki pasien untuk memberikan dukungan kepadanya juga harus diidentifikasi.

3.2. Diagnosa

Daftar diagnosa keperawatan yang mungkin dibuat sangat luas karena sifat penyakit AIDS yang amat kompleks.

1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan manifestasi HIV ekskoriasi dan diare.

2) Diare yang berhubungan dengan kuman pathogen pada usus dan atau infeksi HIV.

3) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunodefisiensi.

4) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan hipoksia yang yang menyertai infeksi paru.

5) Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan penyempitan rentang perhatian, gangguan daya ingat, kebingungan dan disorientasi yang menyertai ensefelopati HIV.

6) Bersihan saluran napas tidak efektif yang berhubungan dengan pneumonia pneumocystis carinii (PCP), peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk yang menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih.

7) Nyeri yang berhubungan dengan gangguan integritas kulit perianal akibat diare, sarcoma Kaposi dan neuropati perifer.

8) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan penurunan asupan oral.

9) Isolasi social yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari system pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang lain.

10) Berduka diantisipasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta peranannya dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan.

11) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan perawatan mandiri.

3.3. Intervensi Keperawatan

1) Meningkatkan integritas kulit

Ø Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin untuk mendeteksi perubahan dalam penampakan, lokasi serta ukuran lesi dan menemukan bukti infeksi serta kerusakan kulit.

Ø Anjurkan pasien sedapat mungkin mempertahankan keseimbangan antara istirahat dan mobilitas. Pasien yang immobile (tidak dapat bergerak) harus dibantu untuk mengubah posisi tubuhnya setiap 2 jam sekali.

Ø Alat-alat seperti kasur dengan tekanan yang berubah-ubah dan tempat tidur khusus (low and high-air loss beds) digunakan untuk mencegah disrupsi kulit.

Ø Pasien diminta untuk tidak menggaruk dan mau menggunakan sabun yang nion abrasive serta tidak membuat kulit menjadi kering, dan memakai pelembab kulit tanpa parfum untuk mencegah kekeringan, kulit. Perawatan oral yang rutin harus dianjurkan pula.

Ø Lotion, salep, dan kasa steril yang dibubuhi obat (medicated) dapat digunakan pada kulit yang sakit sesuai ketentuan dokter. Penggunaan plester harus dihindari.

Ø Permukaan kulit dilindungi terhadap gesekan dengan menjaga agar kain sprei tidak berkerut dan menghindari pemakaian pakaian yang ketat. Pasien dengan lesi kaki dianjurkan menggunakan kaus kaki katun berwarna putih dan sepatu yang tidak membuat kaki berkeringat.

Ø Obat-obat antipruritus, antibiotic dan analgetik diberikan menurut ketentuan medik.

Ø Sering periksa daerah perianal nilai perubahan gangguan integritas kulit dan infeksi. Bersihkan setiap selesai defekasi dengan sabun nonabrasive.

2) Meningkatkan kebiasaan defekasi yang lazim.

Ø Nilai pola defekasi

Ø Pantau frekuensi defekasi serta konsistensi feses serta rasa sakit dan kram pada perut berkaitan dengan defekasi.

Ø Nilai faktor-faktor yang membuat diare yang frekuen kambuh kembali, ukur kuantitas dan volume feses, kultur feses dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme pathogen penyebab diare.

Ø Kolaborasi untuk cara-cara mengurangi diare yang perlu dilakukan pasien, pembatasan asupan oral serta control jenis makanan yang boleh di konsumsi.

3) Mencegah infeksi.

Ø Kepada pasien dan orang yang merawatnya diminta untuk memantau tanda-tanda infeksi ; seperti gejala demam/panas, menggigil, keringat malam, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, napas yang pendek, kesulitan bernapas, rasa sakit pada mulut atau kesulitan menelan, bercak-bercak putih pada rongga mulut, penurunan berat badan, pembengkakan kelenjar limfe, mual, muntah, diare persisten, sering berkemih, sulit untuk mulai dan nyeri saat berkemih, sakit kepala, perubahan visual dan penurunan daya ingat, kemerahan, pembngkakan atau pengeluaran secret pada kulit, lesi vaskuler pada wajah, bibir atau daerah perianal.

Ø Pantau hasil laboratorium yanmg menunjukkan infeksi.

Ø Penyuluhan pasien mencakup strategi pencegahan infeksi.

4) Memperbaiki toleransi terhadap aktivitas.

Ø Pantau kemampuan pasien untuk bergerak (ambulasi), dan ADL pasien.

Ø Susun rencana rutinitas harian yang menjaga keseimbangan antara aktivitas dan istirahat yang mungkin diperlukan.

Ø Berikan terapi relaksasi dan imajinasi.

Ø Kolaborasi untuk pengungkapan penyebab mudah lelah serta strategi menghadapinya.

5) Memperbaiki proses berpikir.

Ø Periksa keadaan status mental pasien.

Ø Bantu pasien dan keluarga untuk memahami dan mengatasi semua perubahan yang terjadi dalam proses berpikir.

Ø Lakukan tindakan untuk melindungi pasien dari cedera, seperti ; penempatan lonceng dan tombol pemanggil yang mudah dijangkau.

6) Memperbaiki bersihan jalan napas.

Ø Kaji status respiratorius, mencakup frekuensi, irama, penggunaan otot-otot aksesorius dan suara pernapasan.

Ø Lakukan pengambilan specimen sutum untuk dianalisis.

Ø Terapi pulmoner dilakukan sedikitnya setiap dua jam sekali untuk mencegah stasis sekresi dan meningkatkan bersihan jalan napas.

Ø Berikan bantuan dalam merubah posisi.

Ø Berikan kesempatan istirahat yang cukup.

Ø Berikan oksigen yang sudah dilembabkan untuk tindakan pengisapan lender (suctioning) untuk mempertahankan ventilasi yang memadai.

7) Meredakan Nyeri dan Ketidaknyamanan.

Ø Nilai kualitas dan kuantitas nyeri pasien yang berkaitan dengan terganggunya integritas kulit perianal, lesi sarcoma Kaposi dan neuropati perifer.

Ø Bersihkan daerah perianal untuk memberikan kenyamanan.

Ø Preparat anastesi topical atau salep dapat diresepkan

Ø Gunakan bantal yang lunak atau busa untuk kenyamanan saat duduk.

Ø Kolaborasi untuk penggunaan preparat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) pada nyeri akibat sarcoma Kaposi. Dan opoid, antidepresan untuk neuropati perifer.

8) Memperbaiki status nutrisi.

Ø Pantau berat badan, asupan makanan, hasil pengukuran antropometrik.

Ø Kaji faktor-faktor yang mengganggu asupan oral seperti anoreksia, infeksi kandida pada mulut serta esophagus, mual, nyeri, kelemahan dan keadaan mudah letih seerta intoleransi laktosa.

Ø Berikan obat antiemetik secara teratur untuk mengendalikan mual dan muntah.

Ø Anjurkan pasien memakan makanan yang mudah ditelan dan meghindari makanan yang kasar, pedas ataupun lengket serta terlalu panas atau dingin.

Ø Anjurkan pasien melakukan hygiene oral sebelum dan atau sesudah makan.

Ø Anjurkan pasien istirahat sebelum makan, jika keadaan pasien mudah lelah.

Ø Kolaborasi dengan ahli gizi untuk masalah diet atau asupan gizi yang diperlukan pasien.

9) Mengurangi isolasi social.

Ø Lakukan penilaian tingkat interaksi social pasien.

Ø Lakukan tindakan pengendalian infeksi dirumah sakit atau dirumah untuk memberikan kontribusi atas emosi pasien.

Ø Perawat harus memahami dan menerima penderita AIDS dan keluarga serta pasangan seksualnya.

Ø Berikan informasi tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain dapat membantu pasien agar tidak menghindar kontak social.

Ø Pendidikan bagi dokter, perawat akan megurangi faktor-faktor yang turut membuat pasien meras terisolasi.

10) Koping terhadap kesedihan.

Ø Bantu pasien mengungkapkan dengan kata-kata bagaimana perasaannya.

Ø Motivasi pasien untuk mempertahankan kontak dengan keluarga serta sahabatnya dan memanfaatkan kelompok-kelompok pendukung AIDS local maupun nasional serta saluran telepon hotline.

11) Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah.

Ø Beritahukan kepada keluarga dan sahabat-sahabat pasien tentang cara-cara penularan AIDS. Bicarakan masalah ketakutan dan kesalahpahaman dengan seksama.

Ø Sampaikan tindakan penjagaan yang diperlukan untuk mencegah penularan virus HIV, termasuk penggunaan kondom selama melakukan hubungan seksual.

3.4. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

1. Mempertahankan integritas kulit.

2. mendapatkan kembali kebiasaan defekasi yang normal.

3. Tidak mengalami infeksi.

4. Mempertahankan tingkat toleransi yang memadai terhadap aktivitas.

5. Mempertahankan tingkat proses berpikir yang lazim.

6. mempertahankan klirens saluran napas yang efektif.

7. Mengalami peningkatan rasa nyaman, penurunan rasa nyeri.

8. Mempertahankan status nutrisi yang memadai.

9. Mengalami pengurangan perasaan terisolir dari pergaulan social.

10. melewati proses kesedihan/dukacita.

11. melaporkanpeningkatan pemahaman tentang penyakit AIDS serta turut berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.

12. tidak adanya komplikasi.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala.

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.

Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.

4.2. Saran

Perawat dari segala bidang pekerjaan dapat diminta untuk memberikan perawatan kepada penderita infeksi HIV. Tantangan yang dihadapi perawat disini bukan hanya tantangan fisik penyakit yang bersifat epidemic tapi juga masalah emosi dan etis. Kekhawatiran, ketakutan akan tertular penyakit tersebut dialami oleh perawat, tetapi di satu sisi itu merupakan tanggung jawab untuk memberikan perawatan, penghargaan terhadap klarifikasi, kerahasiaan pasien.

Perlu diingat bahwa disini perawat tetap bertanggung jawab terhadap kerahasiaan dan privasi pasien. Perawat setiap hari bergelut dengan orang-orang yang sakit dan kematian, dan AIDS adalah penyakit dengan tingkat mortalitas yang tinggi, yang kematiannya relative cepat, dan yang terutama adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Maka akan terjadi peningkatan stressor perawat, untuk menghindari itu pahami betul apa yang sedang kita hadapi. Proteksi diri kita sendiri, cegah infeksi dan penularan penyakit tersebut pada saat kita harus berhadapan dengannya, karena itu merupakan tanggungg jawab kita. Jangan sampai menunjukkan perasaan takut dan cemas tersebut dihadapan pasien karena itu sangat tidak etis, sebab kita merupakan orang yang dituntut untuk tahu banyak tentang penyakit AIDS dan pencegahan penularannya.

DAFTAR PUSTAKA

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8, EGC, Jakarta, 2001.

Marylinn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3, EGC, Jakarta, 1999.

Dr. H. Sujudi, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994.

http://www.mer-c.org/mc/ina/ikes/ikes_0604_aids.htm

http/patriani-gift.blogspot acces 10 Januari 2009 jam 12.30.

www.rsukariadi.com acces 10 Januari 2009 jam 12.30

www.scribdt.com acces 10 Januari 2009 jam 12.30

www.fkui.com acces 10 Januari 2009 jam 12.30

at fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang yang siste