Halaman

Selasa, 22 Desember 2009

Sarasehan Tentang Bahaya AIDS di aula Setda Kebumen 19 Desember 2009

Dalam rangka memperingati hari AIDS Sedunia yang jatuh tgl 1 Desember 2009, Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Kebumen bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan BPRSUD Kebumen menyelenggarakan Sarasehan Tentang Bahaya AIDS di aula Setda Kebumen pada tanggal 19 Desember 2009 pukul 19.30 WIB.Acara ini dihadiri Bupati dan Wakil Bupati Kebumen serta kepala dinas di lingkungan pemkab Kebumen juga dar4 kalangan akademisi,aktivi7 dan LSM.

Selasa, 01 Desember 2009

BTCLS kerjasama BAKER 118 dengan STIKES Muhammadiyah Gombong

Dalam rangka meningkatkan skill dan pengetahuan perawat tentang penanganan pasien gawat darurat,BAKER 118 bekerjasama dengan STIKES Muhammadiyah Gombong mengadakan Pelatihan Penanganan Pasien Gawat Darurat (PPGD) Basic Trauma Cardiac Live Support. Pelatihan ini berlangsung dari tanggal 18-22 Nopember 2009 di aula STIKES Muhammadiyah Gombong yang diikuti 80 peserta dari beberapa rumah sakit dan puskesmas di kabupaten kebumen.

ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

A. PENGKAJIAN

I. Biodata

a. Pasien

1. Nama : Ny. Y

2. Umur : 28 Tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Status : Kawin

5. Pendidikan : DIV Kebidanan

6. Pekerjaan : Karyawan RS

7. Suku/ Bangsa : Batak, Indonesia

8. Agama : Islam

b. Penanggung Jawab

1. Nama : Bp. KS

2. Umur : 29 Tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Pendidikan : DIII

5. Pekerjaan : Wiraswasta

6. Suku/ Bangsa : Batak, Indonesia

7. Agama : Islam

8. Hubungan dengan pasien: Suami

II. Sun Rise Model

1. Faktor Tekhnologi

a. Persepsi Sehat Sakit

Bila sakit, pasien selalu berobat ke RS Estika.

Bila sakit, suami dan orang tua selalu menunggu di Rumah Sakit.

Pasien mengharapkan melahirkan bayinya secara normal tetapi dari hasil pemeriksaan Dokter panggul pasien rata sehingga disarankan untuk melahirkan secara Sectio Cesaria.

Dari hasil pemeriksaan USG diprediksi bayinya adalah perempuan.

Selain berobat dengan memanfaatkan tekhnologi di RS, pasien juga memanfaatkan pengobatan alternative leluhur sesuai budaya orang tuanya.

b. Faktor Agama

Pasien beragama Islam dan menikah secara Hukum Islam.

Pasien memandang bahwa penyakit pasti ada penyebabnya dan meyakini bahwa Allah SWT tidak menurunkan penyakit tetapi menurunkan obatnya.

Walaupun dalam keadaan sakit tetapi pasien tetap bersabar dan bersyukur dengan menjalankan sholat 5 waktu di tempat tidur.

c. Faktor Sosial

Nama panggilan pasien di keluarganya adalah T

Tipe keluarga pasien yang dianut adalah Patrilineal yaitu anak laki-laki/ suami sebagai pengambil keputusan.

Keluarganya megharapkan bayinya yang lahir nanti adalah laki-laki.

Hubungan pasien dengan Kepala Keluarga adalah baik dan akrab.

d. Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup

Posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga adalah staf karyawan swasta.

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Daerah Batak dan Bahasa Indonesia, sehingga pasien tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan anggota keluarga yang lain.

Kebiasaan makan pasien adalah 3x sehari dengan lebih menyukai masakan Batak yang pedas dan manis. Makanan yang dipantang dalam kondisi hamil adalah pedas dan mengurangi makanan manis.

Untuk meningkatkan kesehatannya saat ini, pasien lakukan dengan memilih aktifitas renang, banyak mengkonsumsi buah

Persepsi sakit berkaitan dengan aktifitas pasien sehari-hari adalah aktifitas pasien menjadi terbatas dan tidak diperbolehkan dilakukan secara berlebihan karena kondisi pasien yang hamil.

Kebiasaan membersihkan diri yaitu mandi 2x sehari dengan menggunakan sabun dan shampoo, gosok gigi 2x sehari yaitu pagi hari dan sebelum tidur malam.

Pasien malu dengan perubahan kondisi badannya yaitu adanya hitam-hitam di daerah perut.

e. Faktor Kebijakan dan Peraturan Yang Berlaku

Peraturan waktu berkunjung di Rumah Sakit adalah jam 10.00 dan jam 16.00.

Jumlah anggota keluarga yang diperbolehkan berkunjung maksimal 5 orang dan yang boleh menunggu pasien maksimal 2 orang.

Cara pembayaran pasien yang di rawat inap di Rumah Sakit adalah membayar biaya pendaftaran dan pemeriksaan saat masuk dan sisanya dibayarkan setelah pasien pulang.

Setelah bayinya lahir, keluarganya tidak puas karena tidak langsung menggendong bayinya dan perawat kurang memperhatikan bayinya.

f. Faktor Ekonomi

Sumber biaya pengobatan adalah dari asuransi kesehatan di tempat kerjanya ditambah dengan penghasilan pasien dan suaminya.

Pasien juga mempunyai tabungan tetapi direncanakan untuk membayar dalam keadaan mendesak.

g. Faktor Pendidikan

Sesuai dengan tingkat pendidikan dan profesinya sebagai bidan, pasien sering membantu persalinan di Rumah Sakit. Berdasarkan pengalamannya sebagai bidan pada kehamilannya ini bila pasien merasa ada his dan nyeri dilakukan dengan menarik napas dalam.

Pasien malu dengan perubahan kondisi badannya yaitu adanya hitam-hitam di daerah perut.

Pasien merasa kecewa karena tidak bisa langsung menyusui bayinya karena ASI-nya belum keluar.

Pasien cemas dan takut dengan operasi Caesar.

III. Pengkajian Transkultural

1. Pasien dalam kondisi hamil sehingga pasien sangat mengharapkan bayi yang dikandungnya dapat dilahirkan dengan sehat. Menurut agama pasien yaitu Islam bahwa bayi yang dikandung pasien adalah amanah dari Allah SWT.

2. Pasien mengetahui bahwa dirinya dalam keadaan hamil dan akan segera melahirkan.

3. Untuk meningkatkan kesehatannya saat ini, pasien lakukan dengan memilih aktifitas renang, banyak mengkonsumsi buah dan memeriksakan kehamilannya secara rutin ke Dokter Kandungan.

4. Pasien lebih mempercayai tenaga kesehatan dalam merawatnya selama berada di Rumah Sakit.

5. Pasien lebih mempercayai ulama/ Kyai dalam memberikan motifasi spiritualnya dan membantu mendoakan selama proses persalinannya.

6. Tipe praktek pengobatan pasien adalah dengan menggunakan tekhnologi dan obat disamping penggobatan alternative dari leluhurnya.

7. Pasien merasa kecewa karena tidak bisa langsung menyusui bayinya karena ASI-nya belum keluar.

8. Pasien cemas dan takut dengan operasi Caesar.

9. Setelah melahirkan nanti, pasien mengharapkan perawat dan bidan memperhatikan dirinya dan bayinya.

10. Pasien malu dengan perubahan kondisi badannya yaitu adanya warna hitam di perutnya.

11. Keluarga pasien megharapkan bayinya lahir laki-laki karena bila anaknya laki-laki nantinya akan menjadi ahli waris keluarga,mengingat suaminya adalah anak tunggal.

12. Setelah bayinya lahir, keluarganya tidak puas karena tidak langsung menggendong bayinya dan perawat kurang memperhatikan bayinya.

IV. Diagnosa Keperawatan

1. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi Caesar dtandai dengan hasil pemeriksaan panggulnya rata, ketidakmampuan mengedan.

2. Cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang ASI ditandai dengan pasien kecewa karena ASI-nya belum bias keluar.

3. Gangguan body image, malu berhubungan dengan perubahan kondisi badan di saat hamil ditandai dengan adanya warna hitam di perut.

4. Takut berhubungan dengan keyakinan budaya keluarga ditandai dengan harapan keluarga bayi yang dilahirkan adalah laki-laki.

5. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan informasi peraturan Rumah Sakit ditandai dengan ketidakpuasan keluarga karena tidak langsung menggendong bayinya.

V. Perencanaan

1. Diagnosa Keperawatan I

a. Berikan informasi kepada pasien tentang tindakan operasi SC

b. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.

c. Dengarkan keluhan pasien.

d. Bersikap tenangdan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien.

e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien.

f. Libatkan keluarga dalam proses perencanaan perawatan.

2. Diagnosa keperawatan 2

a. Berikan informasi kepada pasien tentang pemberian ASI

b. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.

c. Dengarkan keluhan pasien.

d. Bersikap tenangdan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien.

e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien.

f. Libatkan keluarga dalam proses perencanaan perawatan.

3. Diagnose Keperawatan 3

a. Berikan informasi kepada pasien tentang perubahan fisik selama hamil

b. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan malunya.

c. Dengarkan keluhan pasien.

d. Bersikap tenangdan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien.

e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien.

f. Libatkan keluarga dalam proses perencanaan perawatan.

4. Diagnose Keperawatan 4

a. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ketakutannya.

b. Dengarkan keluhan pasien.

c. Bersikap tenangdan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien.

d. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien.

e. Mendiskusikan perbedaan budaya antara keluarga pasien dengan perawat.

5. Diagnose Keperawatan 5.

a. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang peraturan dan kebijakan di Rumah Sakit.

b. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang system pelayanan kesehatan.

c. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan kekecewaannya.

d. Dengarkan keluhan pasien dan keluarga.

e. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien dan keluarga.

f. Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien dan keluarga.

g. Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi kesepakatan berdasarkan pengetahuan pasien dan keluarga dengan standar etik.

h. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang peraturan dan kebijakan di Rumah Sakit

VI. Evaluasi

1. Pasien tidak cemas

2. Pasien berkurang rasa cemasnya

3. Pasien tidak malu lagi

4. Pasien tidak takut lagi

5. Keluarga pasien memahami penjelasan perawat.

Jumat, 02 Oktober 2009

DIABETES: ASPEK LABORATORIK,KLINIS DAN GIZI

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi nilai normal. Apabila dibiarkan atau tidak dikendalikan, DM dapat menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal, misalnya penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan dll. Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita DM terbesar ke 4 di dunia. DM harus dikelola dan dikendalikan dengan baik agar penderita DM dapat merasa nyaman dan sehat serta terjadinya komplikasi dapat dicegah atau setidaknya dihambat. Rajin mengontrolkan gula darah merupakan salah satu usaha yang penting dalam pengelolaan DM. Perkembangan laboratorium sekarang ini mengarah kepada perkembangan ilmu dan teknologi laboratorium yang menghasilkan produk alat laboratorium kesehatan yang terotomatisasi menggunakan teknologi microchip yang memungkinkan pemeriksaan menjadi lebih cepat dan akurat. Di luar laboratorium klinik, saat ini banyak tersedia alat periksa cepat (glukosa meter) yang mudah dijumpai baik di RS, klinik, apotek maupun di masyarakat. Terus meningkatnya penderita diabetes dan penyakit terkait gaya hidup telah membuka peluang besar bagi para pebisnis. Bisnis di pangsa glukosa meter amat menggiurkan, pasarnya tumbuh secara menggiurkan. Di Indonesia, selain pemain besar yang berebut pasar glukosa meter, merek-merek keluaran Asia terutama Taiwan/China juga turut bermain di dunia ini. Membanjirnya glukosa meter ini jelas terkait dengan permintaan yang semakin meningkat. Beberapa pihak yang terlibat dalam tingginya permintaan tersebut antara lain: dokter praktek pribadi (umum/spesialis), klinik (umum/spesialis/kebidanan/rawat inap), puskesmas, paramedis, apotek dan masyarakat umum atau penderita diabetes khususnya. Bahkan pemasukan/pendapatan penyedia layanan glukosa meter ini tergolong tinggi. Permasalahannya, apakah pengguna sudah memahami prosedur penggunaan alat glukosa meter dengan benar?melakukan pemantapan mutu internal dan pemeliharaan alat dengan benar dan teratur? kapan sebaiknya dipakai?Apakah cara pengambilan darah/sampel sudah benar?Apakah hasil bisa dipercaya?Bagaimana menginterpretasikannya?Setelah ada glukosa meter, apakah pemeriksaan laboratorium klinik tidak diperlukan lagi?Di lapangan banyak ditemui permasalahan seperti yang telah disebutkan tadi, yang akhirnya masyarakat atau penderita DM yang paling dirugikan. Peningkatan insidensi diabetes tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan komplikasi baik komplikasi akut maupun menahun. Mengelola penyandang diabetes merupakan tugas yang akan menjadi semakin penting pada pelayanan kesehatan saat ini. Pengelolaan diabetes akan banyak dilaksanakan pada tingkat pelayanan kesehatan primer, dan juga rumah sakit dengan sarana pengelolaan yang lebih canggih yang akan disibukkan dengan rujukan untuk kasus yang lebih kompleks. Di semua tingkat pelayanan kesehatan, jelas tidak diragukan lagi perlunya deteksi dini orang yang mempunyai reiko tinggi untuk terjadinya diabetes dan kemudian perlunya ditegakkan deteksi dan diagnosis dini komplikasi diabetes.Pengaturan diet bagi penderita DM tetap merupakan bagian yang paling penting. Dalam masyarakat berkembang berbagai mitos, sebagian masyarakat menganggap diet adalah penderitaan. Penderita diabetes mellitus bisa menikmati menu yang sama dengan semua orang namun dianjurkan makan dengan porsi seimbang.

Rabu, 16 September 2009

Kewenangan Tugas Perawat

Mungkin anda masih ingat dan mendengar tentang trend peristiwa kontroversi kewenangan KPK tentang penyidikan,pemeriksaan dan penuntutan yang dipermasalahkan oleh aparat hukum lain seperti:Polisi dan Kejaksaan. Dengan ditangkapnya 2 Pimpinan KPK yaitu Chandra dan Bibit Mabes Polri menyangkut penyalahgunaan wewenang yang memberkan surat cekal kepada Para koruptor. Dari sisi undang-undang KPK pimpinan KPK ini jelas sudah sesuai prosedur, tetapi mengapa dipermasalahkan oleh Mabes Polri. Dari peristiwa itu jelas sesuai dengan gambaran organisasi kita, Perawat yaitu PPNI yang dipermasalahkan oleh organisasi profesi lain seperti IDI. Contoh kasus: Pada keadaan darurat perawat boleh saja menjahit luka pasien dan memberi obat tetapi dipermasalahkan oleh IDI dengan menyalahkan bahwa itu bukan tindakan perawat. Padahal jelas di Undang-undang Keperawatan kita bahwa pada keadaan darurat dan di daerah terpencil perawat dibolehkan melakukan tindakan medis. Yang jadi pertanyaan, sudah sesuaikah para Dokter di Indonesia melakukan pelayanan kesehatan sampai ke daerah terpencil, Maukah mereka berjibaku dengan daerah pegunungan dan terpencil. Perawat dengan segala keterbatasannya mau dan mampu melakukan tindakan seperti dokter dan masyarakatpun menerima itu. Tapi mengapa Undang-undang praktek keperawatan kita masih saja menggantung.

Senin, 14 September 2009

Lanjutan Perguruan Tinggi berperan Aktif Dalam Penanggulangan Tuberculosis


Tujuan riset operasional adalah memberikan masukan langsung dalam upaya meningkatkan kualitas perencanaan dan pelayanan program pengendalian TB di Indonesia. Disadarai bahwa banyak riset operasional yang telah dilakukan di Indonesia, baik oleh LSM, perguruan tinggi atau institusi lain pada tingkatr daerah atau nasional. Namun hasil riset operasional tersebut seringkali tersebar secara terbatas bahkan kerap tidak sampai kepada pengambil keputusan. "Melalui kegiatan ini diharapkan hasil riset operasional dapat tersebar dengan baik dan menjadi masukan yang berarti bagi pengambil keputusan khususnya dalam pengendalian TB di Indonesia"Salah satu upaya yang dipercaya dapat meningkatkan capaian program TB pada level propinsi dan kabupaten/ kota adalah melalui peningkatan kapasitas sumber daya dan keterlibatan universitas di daerah secarta bersama-sama melalui riset operasional sehingga akhirnya setiap daerah secara independent dapat membuat dan mengevaluasi serta memberikan masukan kepada program mengenai langkah-langkah yang paling optimal sesuai dengan masing-masing daerah. Strategi DOTS (Directtly Observed Treatment Short Course telah diterima secara luas di seluruh dunia. Di Indonesia pendekatan DOTS mulai dilaksanakan tahun 1995. Pencapaiannya pada tahun 2007 meliputi peningkatan Case Detection Rate (CDR 69%) dan Succes Rate (SR 88%). Namun pada level propinsi capaian di atas khususnya CDR masih beragam.