Halaman

Kamis, 25 Agustus 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV POSITIF

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV POSITIF

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

AIDS merupakan singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrome adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.

2. Etiologi

Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retro virus dan disebut HIV 1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:

a. Periode jendela, lamanya 4 minggu sampai dengan 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala

b. Fase infeksi HIV primer akut, lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu likes illness.

c. Infeksi asymptomatic, lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

d. Supresi imun simptomatik, diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat di malam hari, beat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati dan lesi mulut.

e. AIDS, lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.

Didapatkan infeksi oportunistik berat dan tumor pada berbagai system tubuh dan manifestasi neurologis. AIDS dapat menyerang semua golongan umur termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagihan obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (tranfusi).

3. Patofisioogi

Setelah terinfeksi HIV, 50 – 70 % penderita akan mengalami gejala yang disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan hilang dalam beberapa minggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian tes serologi baru akan positif karena telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut window periode dimana penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil test HIV-nya masih negatif. Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang yaitu 5-10 tahun. Setelah masa ini pasien akan masuk ke fase full blown AIDS.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes untuk diagnose infeksi HIV:

1. ELISA

2. Western Blot

3. P24 antigen test

4. Kultur HIV

b. Tes untuk deteksi gangguan system imun

1. Hematokrit

2. LED

3. CD4/ CD limfosit

4. Serum mikroglobulin

5. Hemoglobulin

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan mencakup pengenalan faktor resiko yang potensial termasuk praktik seksual yang beresiko dan penggunaan obat-obat intravena. Status fisik dan psikologis pasien harus dinilai. Semua faktor yang mempengaruhi fungsi sistem imun perlu digali dengan seksama.

Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenali factor-faktor yang dapat mengganggu asupan otak seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri oral atau kesulitan menelan. Disamping itu, kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan makanan harus dinilai. Pertimbangan berat badan, pengukuran antopometrik, pemeriksaan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen), protein serum, albumin dan transparerin akan memberikan parameter status nutrisi yang objektif.

Kulit dan membrane mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan, ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasis. Daerah perianal harus diperiksa untuk menemukan ekskoriasi dan infeksi pada pasien dengan diare profus. Pemeriksaan kultur luka dapat dimintakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang infeksius.

Status respiratorius dimulai dengan pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk, produksi sputum, napasyang pendek dan orthopnea, tachipnea dan nyeri dada. Keberadaan suara pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa. Ukuran fungsi paru yang lain mencakup hasil foto rontgen thoraks, hasil pemeriksaan gas arah arteri dan hasil tes faal paru.

Status neurologis ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap orang, tempat dan waktu serta ingatan yang hilang. Pasien juga dinilai untuk mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual, sakit kepala, patirasa dan parestesia pada ekstremitas)serta gangguan motorik (perubahan gaya jalan, paresis atau paralysis) dan serangan kejang.

Status cairan dan elekrolit dinilai dengan memeriksa kulit serta membrane mukosa untuk menentukan turgor dan kekeringan. Peningkatan rasa haus, penurunan haluaran urin, tekanan darah yang rendah dan penurunan tekanan sistolik antara 10 dan 15 mmHg dengan disertai kenaikan frekuensi denyut nadi ketika pasien duduk, denyut nadi yang lemah serta cepat dan berat jenis urin sebesar 1,025 atau lebih, menunjukkan dehidrasi. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, kalium, kalsium, magnesium dan klorida dalam serum secara khas akan terjadi karena diare hebat. Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk menilai tanda-tanda dan gejala deplesi elektrolit, tanda-tanda ini mencakup penurunan status mental, kedutan otot, denyut nadi yang tidak teratur, mual serta vomitus dan pernapasan yang dangkal.

Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan penyakit harus dievaluasi. Disamping itu tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai. Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit AIDS merupakan informasi penting yang harus digali. Reaksi dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lainnya dan dapat mencakup penolakan, amarah, rasa takut, rasa malu, menarik diri dari pergaulan social dan depresi. Pemahaman tentang cara pasien menghadapi sakitnya dan riwayat stress utama yang pernah dialami sebelumnya kerapkali bermanfaat. Sumber-sumber yang dimiliki pasien untuk memberikan dukungan kepadanya juga harus diidentifikasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi infeksi berhubunan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko

b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonoportunistik yang dapat ditransmisikan.

c. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

d. Isolasi social yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari system pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang lain.

e. Berduka diantisipasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta perannya dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan

f. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan perawatan mandiri.

3. Perencanaan keperawatan

a. Diagnosa keperawatan I:

Tujuan dan kriteria hasil: pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab.tidak ada infeksi oportunistik, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.

Intervensi:

- Monitor tanda-tanda infeksi baru

- Gunakan tekhnik aseptic pada setiap tindakan invasive. Cuci tangan sebelum memberikan tindakan.

- Anjurkan pasien metode mencegah terpapar terhadap lingkungan yang pathogen.

- Kumpulkan specimen untuk test lab. Sesuai order.

- Atur pemberian antiinfeksi sesuai order.

Untuk pengobatan dini:

- Mencegah pasien terpapar oleh kuman pathogen yang diperoleh di rumah sakit

- Mencegah bertambahnya infeksi

- Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

- Mempertahankan kadar darah yang terapetik

b. Diagnosa Keperawatan 2:

Tujuan dan kriteria hasil:

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan criteria kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi pathogen lain seperti TBC.

Intervensi:

- Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman pathogen lainnya.

- Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bila merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

- Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasi ini

- Mencegah transmisi infeksi HIV ke orang lain

c. Diagnosa Keperawatan 3:

Tujuan dan kriteria hasil:

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan support system dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif.

Intervensi:

- Kaji koping keluarga terhadap sakit pasien dan perawatannya

- Biarkan keluarga mengungkapkan perasaan secara verbal.

- Ajarkan kepada keluarga tentang penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga

Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas.

Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.

d. Diagnosa Keperawatan 4:

Intervensi:

- Lakukan penilaian tingkat interaksi sosial pasien

- Lakukan tindakan pengendalian infeksi di rumah sakit atau di rumah untuk memberikan kontribusi atas emosi pasien.

- Perawat harus memahami dan menerima penderita HIV dan keluarga serta pasangan seksualnya.

- Berikan informasi tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain dapat membantu pasien agar tidak terhindar kontak sosial.

- Pendidikan bagi dokter, perawat akan mengurangi factor-faktor yang turut membuat pasien merasa terisolasi.

Evaluasi:

Mengalami pengurangan perasaan terisolir dari pergaulan sosial.

e. Diagnosa keperawatan 5:

- Bantu pasien mengungkapkan dengan kata-kata bagaimana perasaannya.

- Motivasi pasien untuk mempertahankan kontak dengan keluarga serta sahabatnya dan memanfaatan kelompok-kelompok pendukung AIDS local maupun nasional serta saluran telepon hotline.

Evaluasi:

Melewati proses kesedihan/ duka cita

f. Diagnosa keperawatan 6:

- Beritahukan kepada keluarga dan sahabat-sahabat pasien tentang cara-cara penularan AIDS. Bicarakan masalah ketakutan dan kesalahpahaman dengan seksama.

- Sampaikan tindakan penjagaan yang diperlukan untuk mencegah penularan virus HIV termasuk penggunaan kondom selama melakukan hubungan seksual.

Evaluasi:

Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit HIV/ AIDS serta turut berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.

Pengkajian

Biodata :

Nama : Tn. W

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Kebumen

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke VCT RSUD Kebumen pada tanggal 11 Januari 2010 dengan keluhan sering merasa lemas dan cepat lelah, pasien sudah berulang kali berobat ke tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan tetapi belum sembuh. Atas saran dari perawat di Puskesmas setempat pasien dianjurkan memeriksakan diri di Klinik VCT RSUD Kebumen. Di klinik VCT, pasien diperiksa laboratorium darahnya dan hasilnya HIV positif. Pasien merasa cemas dan bingung.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah menderita sakit yang berat dan pasien belum pernah menderita sakit yang tidak kunjung sembuh seperti sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga pasien belum perrnah menderita sakit yang berat sampai opname di Rumah Sakit.

Status Nutrisi

Pasien tidak pernah melakukan pengaturan diet pada makanan sehari-harinya, pasien akhir-akhir ini merasa mual tetapi tidak mengganggu kebiasaan makannya sehari-hari.

Status Kulit dan membrane Mukosa

Tidak ada tanda-tanda lesi, ulserasi atau infeksi pada tubuhnya. Rongga mulut tidak ada kelainan. Daerah perianal tidak ada kelainan.

Status respiratorius

Pasien tidak mengeluh batuk, sesak napas dan nyeri dada. Pada pemeriksaan napas paru dan jantung tidak ada kelainan.

Status neurologis

Kesadaran pasien compos mentis, orientasi terhadap orang, waktu dan tempat baik, ingatan baik. Pasien tidak mengeluh pusing, sakit kepala. Pasien hanya meras lemas ada semua ekstremitas, merasa mudah lelah.

Status cairan dan elektrolit

Turgor kulit pasien baik, intake dan output cairan baik. Minum sehari ± 8 gelas sehari, BAK 6 x sehari, BAB 1x sehari.

Tingkat pengetahuan

Pengetahuan pasien masih kurang dengan informasi penyakit yang ada sekarang terutama HIV/ AIDS. Pasien merasa cemas dan bingung dengan penyakitnya sekarang dan hasil laboratorium yang menyatakan HIV Positif.

Analisa Data

DS : - mengeluh lemas, cepat lelah, cemas dengan hasil laboratorium: HIV Positif, bingung.

DO : Hasil LAB :

- Hb 11 gr/dl

- Leukosit 20.000/uL

- Trombosit 160.000/uL

- LED 30 mm

- Na 98 mmoL/L

- K 2,8 mmol/L

- Cl 110 mmol/L

- Tes HIV positif

2. Diagnosa keperawatan

1. Isolasi social yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang lain.

2 Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan perawatan mandiri.

Analisa data

No

Data

Etiologi

Masalah

1

DS:cemas dengan hasil laboratorium: HIV Positif, bingung.

DO :

- Na 98 mmoL/L

- K 2,8 mmol/L

- Cl 110 mmol/L

- HIV positif

Stigma penyakit, penarikan diri dari system pendukung, prosedur isolasi, takut menulari ke orang lain

Isolasi sosial

2

DS : bingung dengan penyakitnya

DO :- Leukosit 20.000/uL

- Trombosit 160.000/uL

- LED 30 mm, HIV positif

Tidak tahu cara-cara mencegah HIV dan perawatannya.

Kurang pengetahuan

Rencana asuhan keperawatan

Diagnosa : Isolasi sosial yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari sistem pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang lain.

Tujuan: tidak terjadi isolasi sosial.

Kriteria hasil: cemas dan bingung berkurang,

Intervensi

Rasional

Mandiri

- Lakukan penilaian tingkat interaksi social pasien

- Lakukan tindakan pengendalian infeksi di rumah sakit atau di rumah untuk memberikan kontribusi atas emosi pasien.

- Perawat harus memahami dan menerima penderita HIV dan keluarga serta pasangan seksualnya.

- Berikan informasi tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain dapat membantu pasien agar tidak terhindar kontak social.

- Pendidikan bagi dokter, perawat akan mengurangi faktor-faktor yang turut membuat pasien merasa terisolasi.

Kolaborasi

  • Berikan obat-obatan sesuai indikasi : penenang dan lain-lain.
  • Pantau hasil pemeriksaan laboratorium.

.

- Mengalami pengurangan perasaan terisolir dari pergaulan social.

Dx : Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan perawatan mandiri.

Tujuan : Pasien dan keluarga memahami tentang cara-cara mencegah HIV dan perawatan mandiri.

Kriteria hasil: Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit HIV/ AIDS serta turut berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.

Intervensi

Rasional

Mandiri

- Beritahukan kepada keluarga dan sahabat-sahabat pasien tentang cara-cara penularan AIDS. Bicarakan masalah ketakutan dan kesalahpahaman dengan seksama.

- Sampaikan tindakan penjagaan yang diperlukan untuk mencegah penularan virus HIV termasuk penggunaan kondom selama melakukan hubungan seksual.

Kolaborasi

  • Berikan antibiotik atau agen antimikroba, misal : trimetroprim (bactrim atau septra), nistasin, pentamidin atau retrovir.

Dengan keluarga pasien mengetahui tentang cara-cara penularan HIV diharapkan dapat ikut mencegah penularan HIV/ AIDS.

Evaluasi

1. Mengalami pengurangan perasaan terisolir dari pergaulan sosial.

2. Melaporkan peningkatan pemahaman tentang penyakit HIV/ AIDS serta turut berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.

Tidak ada komentar: