Halaman

Jumat, 09 September 2011

TRIASE DAN RESUSITASI JANTUNG PARU




A. Pendahuluan
Triase adalah tahap yang kedua setelah tahap persiapan dari suatu inisial asesmen. Inisial sendiri adalah suatu penilaian yang cepat dan mudah, yang diperlukan untuk penderita yang terluka parah guna keperluan pengelolaan yang tepat guna, sehingga penderita terhindar dari kematian.
Inisial asesmen meliputi :
1.Persiapan
2.Triase
3.Survei primer (ABCDE)
4.Resusitasi
5.Tambahan dari survei primer dan resusitasi
6.Survei sekunder (Head to toe dan anamnese)
7.Tambahan survei sekunder
8.Pemantauan dari re-evaluasi berlanjut
9.Penanganan definitif
Survei primer maupun survei sekunder dilakukan berulang-ulang supaya dapat mengenali penurunan keadaan penderita dan terapi dapat segera diberikan bila diperlukan. Dalam prakteknya, urutan kejadian diatas disajikan berurutan, kenyataannya dapat berlangsung simultan.

B. Persiapan
Persiapan penderita berlangsung dalam 2 fase. Fase pertama adlah fase prarumah sakit (pre-hospital), dimana seluruh kejadian sebaiknya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di Rumah Sakit. Fase kedua adalah fase Rumah Sakit (in-hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.

1. Fase Pra-Rumah Sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. Pemberitahuan ini memungkinkan rumah sakit mempersiapkan Tim Trauma sehingga sudah siap saat penderita sampai di Rumah Saki.
Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan Airway, kontrol perdarahan dan syok, imobolisasi penderita dan pengiriman ke rumah sakit terdekat yang cocok, sebaliknya ke suatu rumah sakit rujukan yang diakui. Waktu di tempat kejadian (SCENE time) yang lama harus dihindari.


2. Fase Rumah Sakit
Harus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba. Sebaiknya ada ruangan resusitasi. sudah dipersiapkan, dicoba, dan diletakkan di tempat yang mudah terjangkau. Cairan kristaloid (misalnya : ringer’s lactate) yang sudah dihangatkan digantung pada tempatnya. Perlengkapan monitoring yang diperlukan sudah dipersiapkan. Suatu sistem pemanggilan tenaga medik tamabahan sudah harus ada, demikian Perlengkapan Airway (laringoscope, endotracheal tube, dsb) juga tenaga laboratorium dan radiologi.
Semua tenaga medik yang berhubungan dengan penderita harus dihindarkan dari kemungkinan penularan penyakit menular, terutama hepatitis dan Acquired Immuno-deficiency Syndrome (AIDS). Dianjurkan pemakaian alat-alat protektif, misalnya : masker (face mask ), proteksi mata (kaca mata), baju kedap air, sepatu dan sarung tangan kedap air, bila ada kontak dengan cairan tubuh penderita.

C. Triase
Triase adakah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada kebutuhan ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure).
Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah sakit yang akan dirujuk. Merupakan tanggung jawab pra Rumah sakit (dan pimpinan tim lapangan) bahwa penderita akan dikirim ke Rumah Sakit yangsesui. Merupakan kesalahan besar untuk mengirim penderita ke rumah sakit non-trauma bila ada pusat trauma tersedia. Suatu sistem skoring akan membantu dalam pengambilan keputusan pengiriman ini.

Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :
1. Musibah masal dengan jumlah penderita dan bertanya perlukaan tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Dalm keadaan ini penderita dengan masalah gawat-darurat dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu.
2. Musibah massal dengan jumlah penderita dan bertanya perlukaan melampui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahhulu adlah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit.

Pemberian Label Triase (berdasarkan prioritas diatas) :
Ø Label hijau : Penderita tidak luka
(Ruang tunngu untuk dipulangkan)
Ø Label kuning : Penderita hanya luka ringan
(Kamar bedah minor IGD)
Ø Label merah : Penderita dengan cedera berat
(Resusitasi- Kamar operasi mayor IGD)
Ø Label biru : Penderita dalam keadaan berat
(Syok-terancam kematian)
Ø Label hitam : Penderita sudah meninggal
(Kamar Jenazah)

Triase Skenario
¤ Contoh kasus musibah massal
1. Kecelakaan Mobil
Anda adalah seorang dokter jaga di rumah sakit daerah dengan 100 bed. Selain anda, sedang bertugas seorang peawat dan seorang pembantu perawat yang siap membantu anda. Sepuluh manit yang lalu anda mendengar dari mobil ambulan melalui ORARI bahwa akan ada pasien datang dengan kecelakaan mobil tunggal. Tidak ada informasi yanglain. Dua ambulan datang dengan 5 pasien sebagai penumpang mobil yang berkecepatan 60 mil/jam (96 km/jam)sebelum terjadinya kecelakaan.

Ø Pasien A
laki-laki usia 45 tahun, sopir mobil, tampaknya ia tak memakai sabuk pengaman. Sewaktu kecelakan dia terlempar kearsh kaca depan. Pada saat tiba dia mengalami gangguan pernafasan yang berat. Luka meliputi trauma maksilofacial yang berat dengan perdarahan melalui hidung dan mulut, deformasi paada lengan kiri, dan abrasi diseluruh dada bagian depan. GCS skor : 8, tensi : 150/80; plus : 140/m; RR : 25/m

Ø Pasien B
Seorang penumpang, wanita 38 tahun, terlampar dari kursi depan dan ditemukan 9 meter dari mobil. Sewaktu tiba dia sadar, kesakitan, dan mengeluh bahwa dada dan perutnya sakit. Pada palpasi pada panggulnya ia mengalami nyeri yang berat dan krepitasi oleh karena fraktur tak teraba. Tensi : 110/90; Plus : 140/m; RR : 25/m.

Ø Pasien C
Laki-laki usia 48 tahun ditemukan dibawah mobil. Pada waktu ia dalam keadaan bingung manjawab perlahan jika diajak bicara. GCS skor : 10. Kecelakaan meliputi luka-luka dibagian muka, dada dan perut. Suara nafas tak terdengar pada paru kiri, dan nyeri palpasi pada abdomen. Tensi : 90/50; plus : 140/m; RR : 35/m.

Ø Pasien D
Wanita, histeris, umur 25 tahun, diambil dari dalam mobil di kursi belakang. Dia sedang hamil 8 bulan dan mengeluh sakit perut.Luka meliputi abrasi di bagian muka dan di bagian perut bagian depan. Nyeri palpasi pada abdomen. Dia dalam keadaan partus. Tensi : 120/80; Puls : 100; RR : 35/m

Ø Pasien E
Seorang anak 6 tahun, ditolong dari dalam mobil di kursi belakang. Di tempat kejadian dia dapat berbicara dan kesakitan. Sekarang dia hanya bisa menagis jika merangsang nyeri. Luka meliputi luka abrasi yang multipel dan ada deformasi pada dorsal kaki kiri. Pada mulut dan hidung tampak darah kering. Tensi : 110/70; 180/m; RR : 35

2. Peledakan dan kebakaran
Disebuah rumah kayu terjadi peledakan dan kebakaran yang disebabakan adanya kompor gas yang meledak. Karena tempat kejadian dekat dengan rumah sakit maka petugas langsung mengirim pasien ke rumah sakit tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Lima pasien semua masih dalam satu famili sudah di immobilisasi dengan long spine boards. Dan diangkut ke rumah sakit.

Ø Pasien A
Laki-laki 45 tahun, menderita 63% pada permukaan kulit di bagian depan dari dada, perut, paha dan kaki. Dia juga menderita kebakaran grad 4 pada kedua tangan, muka dan kaki. Rambut ikut terbakar. Dia batuk dan mengeluarkan riak yang hitam, suara tidak terganggu. Tensi : 120 sstolik. Puls 100/menit; RR : 30

Ø Pasien B
Wanita 34 tahun menderita 35 % luka bakar. Luka bakarnya adalah kebanykan super fisial dan ada yang penuh yangmeliputi dada punggung dan lengan. Dia menderita laserasi yang besar pada kening, perdarahan sudah teratasi. Tampak ada deformasi pada pundak kanan. Dia mengeluh adanya kelemahan pada tangan dan kaki. Tensi : 130/90, Puls : 90/menit; RR : 45

Ø Pasien C
Pria 19 tahun menderita 36% luka bakar. Yang meliputi dada bagian depan, perut dan kai. Grad luka bakar campuran 3 dan 4. Dia hanya memberi respon kika diberi ranbgsangan kuat. Tensi : 80/40, Puls : 140/menit, RR : 32

Ø Pasien D
Wanita 70 tahun menderita luka bakar 60% dan mengisap asapnya. Dia batuk dan mengeluarkan spuntum hhitam dan suara serak. Grad luka bakar campuran 3 dan 4 meliputi : tubuh bagian depan, kedua kaki, bagian kaki kiri belakang dan sedikit pada punggung. Kesadaran agak menurun tapi masih bisa menjawab pertanyaan. Tensi : 140/110, Puls110/menit, RR : 32



Ø Pasien E
Perempuan 6 tahun menderita luka bakar 25%. Luka bakrnya grad 2 dan 3 terletak pada punggung pantat dan bagian balakang dari kedua paha. Walaupun dia takut dan menangis dia tampak stabil. Tensi : 110/70, Puls : 100/menit, RR : 32



¤ Cara melakukan triage

Penderita Gadar
A
(Airway)
B
(Breathing)
C
(Circulation)
D
(Disability)
Prioritas
I
II
III
IV
V
dst






D. Kesimpulan
Agar tindakan triage dan resusitasi dapat melaksanakan dengan tepat, cermat dan cepat di IGD, maka perlu :
b. Tempat triage- resusitasi
Hendaknya diatur sedekat mungkin antara kedatangan- penderita-triage-resusitasi
c. Sumber daya manusia
Telah mendapatkan latihan yang cukup untuk tindakan life support baik tenaga dokter, perawat,, sopir ambulans.
d. Peralatan
Disiapkan peralatan resusitasi siap pakai melipuit : obat, bahan habis pakai dan peralatan life support lainnya.
MATERI
RESUSITASI JANTUNG PARU
Airway : Jalan Nafas
Orang tidak mungkin bernafas apabila jalan nafas tersumbat/obstruksi. Obstruksi jalan nafas sering disebabkan oleh : lidah, benda asing (seperti gigi palsu, darah, muntah dan mukus) membuka jalan nafas pada penderita yang tidak sadar adalah tindakan pertama.
1. Obstruksi yang disebabkan oleh Lidah
Lidah pada penderita yang tidak sadar dengan tidur terlentang, sangat mudah jatuh kearah dinding faring posterior (tenggorokan belakang) sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas kepala jangan diganjal.
Jalan nafas dapat dibebaskan kembali dengan melakukan tindakan manual atau dengan memakai alat khusus.
2. Ekstensi Kepala
Menggunakan satu tangan dibawah leher dan tangan lainnya pada kening, tarik kepala kearah kaudo posterior, tindakan ini sering menimbulkan nafas spontan. Pada bayi ekstensi minimal saja (kalau maksimal bisa menyebakan obstruksi jalan nafas)
3. Tarik Dagu
Gunakan kedua tangan untuk mengangkat/mendorong rahang/pada waktu yang bersamaan pertahankan mulut terbuka dan ekstensi kepala (gerak tripsi jalan nafas)
Indikasi : Apabila tindakan manusal tidak berhasil atau bila dibutuhkan waktu yang lama untuk mempertahankan jalan nafas terbuka
4. Pipa Orofaring
Ini adalah alat sederhana yang cukup baik untuk mempertahankan lidah terangkat, gigi dan bibir terpisah dari bagian atas dan bawah pada penderita koma.
5. Pipa Endotrakea
Tujuan intubasi trakea :
Memudahkan ventilasi/oksigenasi
Mencegah aspirasi
Memudahkan pengisapan benda asing, darah/lendir/cairan dari jalan nafas/paru
6. Obstruksi yang disebabkan benda asing
Obstruksi akibat benda asing harus dicurigai apabila pernafasan buatan dengan cara yang betul telah dilakukan tetapi dada tidak berkembang/terasa berat.
Benda asing yang berada dijalan nafas bawah harus ditarik keatas sebelum dapat dikeluarkan melalui mulut.
Silang jari telunjuk dengan ibu jari tekankan dengan ujung-ujung jari tersebut pada giginya pada satu sisi mulut. Bersihkan kearah luar benda asing tersebut dengan jari telunjuk yang lain. Pukul antara dua scapula (hanya dianjurkan untuk bayi dan anak kecil). Batuk buatan akan timbul dengan jalan memberikan beberapa pukulan diantara dua skapula, sehingga benda yang mengakibatkan obstruksi akan terlepas. Pada bayi/anak yang kecil waktu dilakukan pemukulan, dada dan dagu ditahan, tapi kepala harus lebih rendah.

Hentakan abdomen.
Lakukan hentakan pada daerah epigastrium abdomen atas beberapa kali. Tidak dianjurkan untuk bayi dan anak kecil.
Alat penghisap
Aspirasi cairan langsung kedalam trakea atau paru sangat berbahaya. Untuk mencegah hal ini dikeluarkanlah cairan yang berada didalam nafas dengan alat penghisap.
Posisi Stabil Miring
“Auto Drainage Position”
Apabila pernafasan spontan atau telah kembali sponta, letakkan penderita pada posisi stabil miring memudahkan mengalirnya sekresi/cairan yang mungkin ada dari mulut/faring/laring dan jangan terjadi aspirasi paru akibat regurgitasi dari lambung. Jadi prinsip posisi ini sumbu trakhea lebih tinggi dari pada faring/laring (cara tertera dibawah).



7. BREATHING – PERNAFASAN
Apabila pernafasan sangat lemah dan ireguler atau apne/henti nafas lakukan pernafasan buatan segera !!

Metode pernafasan buatan :
a. Mulut ke mulut :
Ekstensi kepala untuk membuka jalan nafas. Tutup lubang hidung dengan jepitan jari telunjuk-ibu jari atau dengan pipi penolong lalu tarik nafas dalam
Rapatkan bibir pada penolong disekitar mulut penderita. Tiupkan udara ekspirasi penolong kedalam paru penderita dan perhatikan dada berkembang atau tidak
Lepaskan mulut penolong untuk membiarkan penderita ekshalasi secara pasif dan perhatikan dada mengempis
Ulang pernafasan buatan sebagaimana frekuensi nafas normal (12 x /menit)
Tutup mulut penderita rapat rapat dengan menekankan bibir bagian bawah. Lingkari hidung penderita dengan bibir penolong rapat dan ditiup.
Untuk memudahkan ekshalasi, coba untuk membuka mulut penderita atau sekurang-kurangnya pisahkan kedua bibir penderita
Ulang pernafasan buatan sesuai dengan frekuensi normal,
b. Mulut kemulut dan hidung
Untuk bayi /anak kecil
Tiuapan memakai hembusan dengan tena pipi (20-30 kali/menit)
Letakkan sungkup muka (face mask) diatas mulut dan hidung
Tiupkan ke udara ekspirasi penolong melalui lubang sungkup muka
Lepaskan mulut penolong untuk membiarkan penderita ekspirasi secara pasif.
Catatan :
> Nafas buatan memakai mulut ()2 yang didapat 16 %)
> Orang dewasa dengan menarik nafas dalam dan ditiup kira-kira 2x nafas biasa
> Anak besar/dewasa kecil. Nafas biasa dan ditiup dengan tenaga ekspirasi biasa,


c. Bag-mask ventilation.
Pada penolong yang terlatih baik, cara ini sangat berguna dan menyenangkan.
d. Udara bebas
Kalau alat ini dipakai )2 tabung (02 yang didapat 21 %)
e. Tambahan 02 tabung
02 yang didapat penderita bisa mencapai 100 %

CIRCULATION – SIRKULASI
Apabila denyut jantung berhenti lakukan segera kompresi jantung luar kombinasi dengan pernafasan buatan yang dikenal rebagai resusitasi jantung paru

Henti Jantung.
Cara mengenal adanya henti jantung :
1. Tidak sadar
2. Tidak terabanya nadi karotis atau femoralis (pada bayi atau neomatus nadi brakhialis atau femoralis)
3. Henti nafas
4. Tampak seperti mati
5. Orang-orangan mata melebar
6. Warna kulit pucat sampai kelabu
Jika No. 1 dan 2 positif, pasti terdapat henti jantung !!!

KOMPRESI JANTUNG LUAR.
Pada orang dewasa : korban diletakkan di tempat yang keras dan rata, pangkal telapak tangan ditindihkan satu sama lain pada posisi dua jari diatas ujung tulang dada korban. Ditekan sedalam 3 – 5 cm kearah tulang belakang korban dengan kecepatan 80 – 100 kali permenit.
Pada anak-anak
Korban diletakkan ditempat, keras dan rata, sebelah dari panglak telapak tangan diletakkan dipertengahan tulang dada. Ditekan sedalam 2 – 3 cm kearah tulang belakang dengan kecepatan kurang lebih 100 kali permenit.
Pada Bayi
Punggung korban diletakkan dikedua telapak tangan kedua ibu jari dibawah pertemuan tulang dada dengan garis interpapilaris . kedua ibu jari tersebut dihentakkan kearah tulang belakang 1-2 cm sebanyak 100-120 kali permenit

Cara lain.
Penekanan dilakukan dengan ujung jari telunjuk dan jari tengah.
TEHNIK KOMBINASI KOMPRESI JANTUNG LUAR DENGAN PERNAFASAN BUATAN
Dengan satu penolong.
Setiap 15 kali kompresi jantung luar diikuti 2 kali pernafasan buatan.
Dengan dua penolong.
Dengan satu penolong sewaktu memberikan pernafasan buatan, kompresi jantung luar terhenti. Sedangkan dengan kedua penolong : pernafasan buatan diberikabn setelah kompresi kelima. Tehnik kombinasi ini dinyatakan berhasil kalau ada tanda-tanda. Nadi karatis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan dan kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut karotis sudah timbul teratur maka kompresi dapat dihentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan.
Bila orang-orangan mata tetap lebar, warna kulit tetap pucat kelabu, tetap tidak sadar dan resusitasi sudah berlangsung 15-30 menit, maka resusitasi dihentikan. Bila orang-orangan mata mengecil, warna kulit menjadi kemerah-merahan, tetapi denyut karotis belum teraba, maka kompresi jantung dan pernafasan buatan tetap diteruskan dan bawa korban ke rumah sakit secepatnya.
Tehnik kombinasi pada anak/bayi perbandingan kompresi jantung luar dengan pernafasan buatan adalah 5 : 1 pada satu ataupun dua penolong.


SKEMA TINDAKAN RESISITASI

Tidak sadar ---à Bebaskan jalan nafas


Nafas

Ada tidak ada


Pertahankan Pernafasan buatan 2 kali
Posisi yang baik


Nadi karotis



Ada tidak ada





Pernafasan buatan Tehnik kombinasi
( 2 – 20 kali/menit)
(dewasa) Kompresi jantung luar
20-30 kali/menit dengan
(anak bayi) pernafasan buatan


TEHNIK INTUBASI TRAKEA
1. Sebaiknya ada asisten di samping
2. Pilih, siapkan dan periksa alat-alat. Jangan tergantung pada orang lain
Pilih ukuran pipa endotrakea yang sesuai, selalu diambil 2 buah (yang dianggap cukup dan yang lebih kecil)
Pilih tipe laringoskopi yang biasa dipakai
Oleskan pipa endotrakea dengan “Jelly” yang larut dalam air (misal : Xylocain, K-Y Jelly)
Periksa balon pipa endorakea bocor apa tidak
3. Penderita dalam posisi terlentang.
Kepala ditinggikan sedikit dengan mengganjal occiput sedikit (dengan bantal tipis). Leher fleksi dan kepala hiperekstensi agar daun laringoskopi) satu garis dengan trakea
4. Oksigenasi penderita dengan 02 100 % selama 2 menit
5. Waktu memasukkan pipa endotrakea tahan nafas penolong, apabila tidak bisa lagi hentikan intubasi (pada penderita apne)
6. Memasukkan pipa endrotrakea (intubasi)
Pertama-tama buka mulut dengan tangan kanan (dengan cara “Gerak jari silang”)
Pegang gagang laringoskopi dengan tangan kiri, masukkan daun laringoskopi dari sudut mulut kanan, dorong lidah kearah kiri. Hati-hati jangan melukai bibir akibat gigi dan laringoskopi
Dorong daun laringoskopi kearah tengah depan dan lihat mulut penderita, valvula, farings dan epiglotis
Perhatian aritenoid dan garis tengah (terpenting), kemudia pita suara (diharapkan tapi tidak merupakan keharusan), pipa endotrakea
7. Pipa endrotrakea dimasukkan dan balon pipa endotrakea diisi secukupnya

DRUG – OBAT-OBATAN
CARA :
1. Intravena (parifer) semua obat
2. Intra pulmoner : melalui trakea (hanya adrenalin dan lignokain)
3. Intra kardial : tidak dianjurkan pada waktu kompresi jantung luar

Farmakologi Obat Emergenci Serta Dosis.
Perangsang Miokard
1. Adrenalin
Obat ini bereaksi sebagai stimulan alfa dan beta, didalam tubuhh dan dikeluarkan/ disekresikan oleh adrenalin medula kelenjar suprarenal. Efek stimulan alfa akan mengakibatkan vasokonstriksi perifer sseperti kulit, ginjal, daerah splangnik dan sedikit sekali berakibat pada otak.
Efek stimulan beta akan mengakibatkan vasodilatasi terhadap pembuluh darah jantung, otot lurik dan juga berefek bronkodilator. Efek total pada dosis kecil menaikkan tapi pada dosis besar melah menurunkan resistensi perifer. Terhadap jantung akibat beta stimulan ini akan mempunyai efek inotropik dan kronotropik positif. Ini mengakibatkan menaiknya kontratilitas miokard, konduksi atrioventrikular, eksitabilitas miokard dan denyut jantung.
Dosis pemakaian adrenalin adalah 5 – 10 cc 1/10.000 (0,5-1 mg) tiap 3 menit. Pada anak 0,01 mg/kg. BB
2. Isoprenalin
Ia mempunyai efek terutama stimulan beta dan jauh lebih kuat dari pada drenalin. Pada jantung mempunyai efek inotropik positif dan ronotropik positif. Isoprenalin adalah suatu brokodilator yang kuat dan juga mengurangi vasokonstriksi paru sehingga menaikkan Pa02. Dosis isoprenalin adalah 0,1 – 0,2 mg tiap 3-5 menit. Seperti adrenalin, isoprenalin mempunyai efek antagonis dengan metabolik asidosis tapi potensial dengan metabolik alkalosis terhadap jantung,
3. Kalsium Klorida
Kontraksi miokard timbul akibat kerjasama dengan aktin, dan filamen-filamen dari aktimiosin. Terapi kalsium menaikkan kekuatan kontraksi jantung, memperpanjang sistole dan menaikkan eksitabilitas miokard.
Dosis kalsium klorida adalah 5 – 10 cc cairan konsentrasi 10 % jadi 500 – 1000 mg pada dewasa dan 1 – 2 cc (100-200 mg) pada neonatus tiap 3-5 menit. Dengan digitalis mempunyai efek sinergistik. Kalsium klorida baik untuk resusitasi jantung karena mudah terioniosasi.

BUFFER
1. Sodium Bikarbonat
Ini berguna untuk mengoreksi metabolik asidosis dimana bisa terjadi setelah beberapa lama henting jantung, metabolik asidosis menurunkan daya kerja jantung, menurunkan ambang untuk terjadinya fibrilasi ventrikel, mendepresi “Glikolisis anerobik” dan mempunyai efek yang berlawanan dengan simpatomimetik amin, juga mengakibatkan menaikkan resistensi vaskuler dari paru dan ginjal. Pemberian sodium ini mengakibatkan harusnya pemberian diuretipost henti jantung yang lama terutama pada edema paru, dosis sodium bikarbonat yang pertama diberikan : 1 mEq/kg. BB
Dosis sodium bikarbonate setelah 10 menit dalam millequivalen (8,4 % cairan 1 cc = 1 mEq)
Berat badan penderita dalam kg. Kali lama henti jantung (menit)

VASOKONSTRIKTOR
1. Narodrenalin (levophed)
Mempunyai efek vasokonstriksi yang sangat kuat. Dosis diberikan 0,1-0,2 mg tiap 5-10 menit. Setlah jantung mulai bekerja kembali obat ini bisa diberikan perinfus untuk mempertahankan tekanan darah.
2. Metaraminol (Aramine)
Dalam percobaan ternyata obat ini lebih kuat daripada noradrenalin selama resusitasi jantung terutama terhadap tekanan darah rata-rata. Daya kerja lebih panjang. Aliran darah ginjal tidak begitu menurun dan tidak mengakibatkan nekrosis jaringan tapi waktu mulai kerja dari obat ini lebih panjang. Dosis metaraminol adalah 2-5 mg tiap 10 menit . seperti noradrelin obat ini bisa diberikan perinfus 20-100 mg dalam 500 cc glukosa 5 %. Tetapi tidak mempunyai resiko “withdrawal hypotension”
3. Fenilefrin
Obat ini mempunyai efek terutama sebagai stimulan alfa dan sedikit atau tidak sama sekali efek terhadap jantung. Dosisi adalah 2-5 mg tiap 10-15 menit.

PENEKANAN KESTABILITAS MIOKARD.
Obat ini diindikasi pada keadaan fibrilasi ventrikel dan distritimia lainnya
1. Lignokain (Xylocard)
Obat ini menurunkan eksitabilitas miokard dengan jalan menaikkan “Conduction time retractory periode”. Kekuatannya dua kali prokain amida dan tidak seperti obat ini. Lignokain hanya mendepresi kontraktibilitas miokard kalau dosis berlebihan. Dosisnya adalah 5-10 cc cairan 1 % (50-199 mg) tiap 5-10 menit sampai mencapai 50 cc (500 mg) perjam. Dapat digunakan perinfus dengan konsentrasi 1-2 % didalam glukosa 5 %.
2. Prokain amida
Obat ini mendepresi eksitabilitas dan kontraktilitas miokard. Dosis adalah 50 – 100 mg tiap 5 menit dan maksimal dosis 750 mg

K.G – ELEKTRO KARDIO GRAFI
Diagnosis EKG :
- Fibrilasi ventrikal
- Asistole/hiposistole
- Kolaps kardio vaskuler

FIBRILATION TREATMENT – PENGOBATAN FIBRILASI
Defibrilasi Eksternal.
D.C. 1 – 2 sec (joules)/kg BB, maksimal 5 joule/kg BB,




Simulasikan secara bergantian untuk melakukan resusitasi jantung paru dan pemasangan endo trachea pada panthom yang telah dipersiapkan, kerjakan sampai merasa terampil.












PENATALAKSANAAN SYOK (Oleh: Triyo Rachmadi, S.Kep.)





















A. Pendahuluan
Langkah pertama dalam mengelola syok adalah pengenalan adanya syok itu sendiri. Diagnosis insial didasarkan pada adanya gangguan perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Dengan demikian maka definisi syok yang disebut sebagai gangguan sirkulasi yang mengakibatkan gangguan perfusi organ dan oksigenasi jaringan, juga menjadi alat diagnosis.
Langkah kedua adalah menentukan sebab dari syok. Pada penderita trauma, semua jenis syok mungkin ditemukan. Kebanyakan pendertita dalam hipovolemik syok, namum kardiogenik atau syok karena tension pneumotoraks harus dipertimbangkan pada perlukaan di atas diafragma. Syok neurogenik dapat diakibatkan perlukaan luas pada SPP atau medula spinalis. Pada umumnya trauma kapitis tidak menyebabkan syok. Penderita dengan trauma medula spinalis pada keadaan awal dapat dalam keadaan syok baik karena vasodilatasi maupun karena hipovolemia.
Syok septik jarang ditemukan, naum harus dipertimbangkan pada penderita yang datang dalam keadaan lebih lanjut.
Dengan demikian yang pertama dilakukan adalah pengenalan syok. Terapi syok dimulai sambil mencari sebab syok. Respon terhadap terapi awal, digabung dengan penemuan klinis biasanya memberikan cukup informasi untuk dapat menentukan sebab dari syok. Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada penderita trauma.
Setiap keadaan syok pada penderita trauma memerlukan konsultasi bedah.

B. Penilaian Awal
1. Pengenalan Syok
Syok lanjut yang ditandai oleh perfusi yang kurang ke kulit, ginjal dan SSP mudah dikenal. Namun, setelah masalah airway dan breathing teratasi, penilaian yang teliti dari keadaan sirkulasi penting untuk mengenal syok secara dini. Ketergantungan pada tekanan darah sebagi satu-satunya indikator syok akan menyebabakan terlambatnya diagnosis syok. Ingat : mekanisme kompensasi dapat menjaga tekanan darah samapai penderita kehilangan 30% volume darah. Perhatian harus diarahkan pada nadi, laju pernafasan, sirkulasi kulit dan tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik).
Gejala paling dini adalah tachycardia dan vaso-konstriksi perifer. Dengan demikian, setiap penderita trauma yang dalam keadaan tachycardia dan kulit dingin dianggap dalam keadaan syok. Kecepatan denyut jantung tergantung pada ............ Dikatakan tachycardia, bila denyut jantung lebih dari 160 pada bayi., lebih dari 140 pada blita, lebih dari 120 pada anak usia sekolah, dan lebih dari 100 pada dewasa. Orang tua dengan syok mungkin tidak menunjukkan tachycardia. Pemakaian pemeriksaan hematokrit atau kadar Hb tidak dapat dipercaya, dan tidak dapat dipakai mengukur kehilangan darah, ataupun untuk diagnosis syok. Kadar hematokrit yang rendah menunjukkan kadar kehilangan darah dalam jumlah cukup besar (atau anemia yang sebelum trauma sudah ada), sedangkan hematokrit normal dapat saja terjadi walaupun sudah ada kehilangan darah cukup banyak.

2. Membedakan sebab syok
Perdarahan adalah sebab tersering dari syok pada trauma, dan hampir semua penderita multi trauma ada syok. Keadaan bukan perdarahan, yang dapat menyebabkan syok adalah antara lain :
a. Tersion pneumotoraks
b. Tamponade jantung
c. Syok neorogenik dan septik

C. Syok Hemoragik Pada Trauma
Gejala syok :
¤ Syok hemoragik yang sangat ringan hanya memberikan gejala minimal (nafas sedikit lebih cepat, nadi sedikit lebih cepat).
¤ Syok hemoragik jumlah sedang akan mengakibatkan gejala tachycardia dan acral dingin,
Pada keadaan ini tekanan darah belum turun.
¤ Syok hemoragik jumlah besar (>30% volume darah) akan menyebabkan gejala jelas, antara lain tekanan darah turun.
INGAT : SETIAP PENDEITA TRAUMA YANG NADI CEPAT DAN DAKRAL DINGIN DIANGGAP DALAM SYOK !


Sebab perdarahan :
a. Perdarahan eksternal : jelas karena keluar
b. Perdarahan internal : tidak keluar
Dapat karena perdarahan dalam :
1. Toraks
2. Abdomen
3. Pelvis (fraktur).
4. Patahnya tulang panjang.

D. Pengenalan awal syok
Diagnosis dan terapi harus dilakukan dengan cepat. Untuk kebanyakan penderita trauma dilakukan terapi terhadap syok, sampai terbukti sebaliknya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ditujukan terhadap diagnosis kelainan yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian terhadap ABC. Pencatatan data penting untuk monitoring lebih lanjut. Tanda vital, jumlah urin dan tingkat kesadaran penting untuk dicatat.

1. Airway dan breathing
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.

2. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Prioritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan.
Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan ekstremitas.
Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan.
PSAG (gurita) dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus.
Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi perdarahan pada tulang panjang.

3. Disability – pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat kesadaran , pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak

4. Exposure-Gaster-Dekompresi pemeriksaan menyeluruh setelah menentukan prioritas terhadap keadaan yang mengancam nyawa, penderita dilepas setelah seluruh pakaian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kelainan yang ada, tetapi harus dicegah hipotermi

5. Dilatasi gaster-dekompresi
Dilatasi gaster kerap kali terjadi pada penderita trauma, dan mungkin menyebabkan hipotensi. Keadaan ini mempersulit tetapi syok dan mungkin menyebabkan aspirasi, suatu komplikasi yang mungkin fatal. NGT harus terpasang dengan baik terpasang pada alat suction dan berfungsi baik
.
6. Kateter ureta.
Pemasangan kateter uretra memungkinkan untuk pemeriksaan urine akan adanya hematuria, serta penilaian perfusi akan hasil resusitasi cairan. Daerah pada OUE atau prostat yang tak teraba adalah kontra indikasi mutlak pemasangan kateter ure-tra


AKSES VASKULER
Akses vaskuler harus segera, dan sebaiknya memakai 2 kateter intra-vena yang besar (minimum No. 16 G) tempat untuk akses vena adalah berturut-turut ; 1) vena perifer, 2) vena sectie (venous cut down, venolysis) dan 3) vena sentral)
Pada anak kecil kurang 6 tahun, cara intra-osseus dapat dicoba sebelum vena sentral. Yang paling menentukan untuk akses adalah ketrampilan petugas,

7. Pemberian Cairan Awal.
Cairan elektrolit yang isotonik dipakai pada awal resusitasi. Cairan jenis ini (sementara) akan menambah volume intra-vaskuler, dan juga membuat volume intra-selular. Cairan ringer Lactate merupakan pilihan pertama. Cairan NaCI 0,9% (normal saline) adalah pilihan kedua, namun pada gambaran yang masif akan mengakibatkan asidosis hiperk-loremik, terutama apabila disertai gangguan faal ginjal.
Diberikan bolus secepatnya (“guyur, los-klem) dosis adalah 1-2 liter untuk dewasa, dan 20 cc/kgBB untuk anak.
Penderita di observasi selama diguyur, dan keputusan penderitanya akan diapakan harus didasarkan pada respon penderita terhadap cairan.

EVALUASI RESUISITASI CAIRAN DAN PERFUSI ORGAN.
Kala dan tanda yang dipakai untuk diagnisis syok, juga dipakai untuk menilai resuisitasi. Kembalinya tekanan darah, tekanan nadi, dan denyut nadi adalah tanda bahwa sirkulasi membaik. Namun tanda diatas tidak menandakan porfusi organ.
Terabaikan kesadaran dan keadaan kulit menunjukkan perbaikan perfusi, namun dihitung (kuantifikasi). Yang paling baik adalah urin/jam (30-50 cc/jam)

TERAPI YANG DIBERIKAN DIDASARKAN PADA RESPON RESUISITASI CAIRAN DAN USAHA HEMOSTASIS
Terapi selanjutnya didasarkan pada respon penderita terhadap resuisitasi cairan. Dengan melihat respon penderita dapat dikenali penderita yang perdarahannya lebih besar dari pada yang diduga dan juga penderita yang perdarahan masih berlangsung. Juga dapat dihindarkan pemberian darah yang berlebih. Adalah sangat penting untuk dapat membedakan penderita “hemodinamik stabil” dan “hemodinamik normal” Penderita yang hemodinamik stabil dapat tetap tachycardia, tachyneu dan oliguria, jelas tetap dalam keadaan under-perfused dan tidak cukup resuisitasi.

Penderita hemodinamik normal menunjukkan perfusi jaringan yang baik.
> Respon cepat (terhadap cairan)
Sebagaian (kecil) penderita akan berespon baik terhadap resuisitasi cairan menjadi hemodinamik stabil dan normal bila sudah selesai pemberian bolus dan tetesan diperlambat. Kelompok ini kehilangan < 20 % volume darah. Tidak diperlukan pemberian bolus cairan atau darah lebih lanjut, walaupun darah harus tetap disediakan. Konsultasi bedah tetap diperlukan.

> Respon Sementara
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bisa tetesan diperlambat hemodinamik penderita menurun kembali karena kehilangan darah yang masih berlangsung, atau resuisitasi yang tidak cukup. Jumlah kehilangan darah pada kelompok ini adalah antara 20-40 % volume darah. Pemberian cairan pada kelompok ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. Responterhadap pemberian darah menentukan penderita mana yang memerlukan operasi segera.

> Respon minimal atau tanpa respon.
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, ini menandakan perlunya operasi sangat segera. Harus tetap diwaspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade, jantung atau kontusio miokard.

> Transfusi Darah.
Pemberian darah tergantung respon penderita terhadap pemberian cairan seperti diterangkan sebelumnya.
Pada fase pra RS jarang dilakukan pemberian tranfusi darah.

Tugas Individu.
Ambil kasus syok, pada anda tempat praktek, baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas, dengan format yang telah disediakan, dan untuk disajikan pada pertemuan berikutnya.

Format pengambilan kasus di tempat praktek.
No
Tanggal
Jenis kasus
Tindakan
Pengobatan



















PENATALAKSANAAN LUKA DAN PATAH TULANG







Oleh: Triyo Rachmadi,S.Kep.





Sebelum mempelajari kedua topik diatas sebaiknya kita harus mengetahui dan menguasai hal hal dibawah ini, yaitu :
¨ Luka adalah : rusak atau hilangnya sebagian dari kulit
¨ Fraktur adalah : terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh tulang atau tulang rawan

TRAUMA PADA EKSTREMITAS
Kita tidak boleh mengesampingkan atau melupakan luka ektremitas pada saat anda mencurahkan perahtian kepada pasien dimana ada tanda-tanda yang mengancam jiwa. Walaupun demikian ingat untuk selalu melakukan :
1. Survei primer dulu (ABC)
Bila ada cidera ektremitas yang mengganggu ABC (misalnya syok pernah luka yang berdarah aktif ), harus dilakukan penanganan dalam bentuk kontrol perdarahan terlebih dahulu
2. Survey sekunder baru disini diperhatikan kerusakan pada ektremitas.

Hal hal yang harus dipikirkan :
1. Memprioritaskan trauma ekstremitas dan luka apabila mengancam ABC
2. Dapat mengenal komplikasi yang berat dan pengobatan dari luka ektremitas dibawah ini :
> Fraktur
> Dislokasi
> Amputasi
> Luka terbuka
> Luka neurovaskuler
> Keseleo
> Impaled objects
> Sindrom kompartemen
3. Mengetahui jumlah darah yang hilang dari pelvis dan fraktur ekstremitas
Syok hemoragik adalah bahaya yang potensial dari cidera otot dan tulang hanya pada laserasi yang langsung dari arteri atau fraktur dari pelvis atau femur yang sering disertai dengan perdarahan yang cukup untuk menimbulkan syok. Luka pada syaraf atau pembuluh-pembuluh darah yang menyediakan darah bagi tangan dan kaki adalah merupakan komplikasi yang sering terjadi. Kerap kali luka menyebabkan kehilangan fungsi yang ditemukan pada kerusakan neurovaskuler. Oleh sebab itu evaluasi mengenai sirkulasi dan neurologis distal adalah sangat penting :
Jangan Lupa !!
¨ Pada survey primer, fraktur tulang panjang dan pelvis dapat menyebabkan syok
¨ Pada survey sekunder selalu periksa neuro-vaskuler distal




Fraktur/Patah tulang
Fraktur bisa terjadi dengan patahnya tulang dimana tulang tetap berada didalam (fraktur tertutup) atau diluar dari kulit (fraktur terbuka) fraktur ujung tulang yang sangat tajam dapat menyebabkan bahaya untuk jaringan lunak (biasanya otot sedikit banyak akan ikut rusak) yang mengelilingi tulang tersebut.

Syaraf dan pembuluh darah yang berjalan dekat tulang dapat ikut terluka. Fraktur tertutup sama bahayanya dengan fraktur terbuka karena luka dari jaringan lunak menyebabkan perdarahan yang banyak, sangat penting untuk mengenal adanya luka didekat patahan tulang, karena bisa menjadi pintu masuk dari kontaminasi dengan kuman.

Fraktur tertutup femur dapat menyebabkan darah lebih dari satu liter, apalagi bila kenan kedua femur, ini dapat menyebakan perdarahan yang dapat mengancam jiwa. Fraktur pelvis dapat menyebabkan perdarahan yang dapat masuk ke abdomen dan daerah retroperitonial. Pada pelvis dapat terjadi beberapa fragmen, fraktur pada beberapa tempat dan setiap fraktur dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 500 cc. Fraktur pelvis dapat pula menyebabkan robekan pada kandung kemih atau pembuluh darah pelvis yang besar. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan yang fatal kedalam abdomen. Perlu diingat, fraktur yang multipe dapat mengancam jiwa walaupun tidak terlihat darah yang keluar.

Dislokasi.
Dislokasi menimbulkan rasa nyeri yang sangat
Dislokasi kadang-kadang mudah dikenali, karena adanya perubahan dari anatomi yang normal. Walaupun dislokasi sendi ini umumnya tidak mengancam jiwa, tapi memerlukan tindakan emergency karena apabila tidak dilakukan tindakan secepatnya, akan menyebabkan gangguan pada bagian distal sehingga mungkin akan terpaksa dilakukan amputasi. Sangat sukar untuk mengetahui apakah fraktur disertai dengan dislokasi atau tidak. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui denyut nadi, gerakan dan adanya gangguan persyarafan distal dari dislokasi. Biasanya kita membiasakan dislokasi tetap seperti pada saat kita menemukannya. Ada beberapa pengecualian pada kasus ini. Bahwa seseorang dapat dengan perlahan-lahan melakukan traksi pada setiap dislokasi dari ektremitas dalam usaha untuk memperbaikinya. Dengan cara sederhana, kita bisa menggunakan traksi untuk menguatkan dengan mempergunakan beban dari 5 kg. Kebanyakan, tindakan yang baik untuk pasien adalah menyangga dan meluruskan ektremitas ke posisi yang lebih menyenangkan untuk pasien dan membawanya ke tempat dimana terdapat fasilitas ortopedi yang baik.

Amputasi
Kadang kadang mengancam jiwa, juga sangat potensial menyebabkan perdarahan yang masif, tetapi kadang kadang perdarahan itu sendiri akan terkontrol dengan adanya tekanan dari alat penekan. Alat penekan ini ditutup dengan kasa steril dan pembungkus elastis dan dilakukan dengan penekanan yang baik. Jika perdarahan sama sekali tidak bisa dikontrol dengan tekanan, bisa dipergunakan torniket. Pada umumnya torniket tidak digunakan bila masih dapat dilakukan penekanan.
Anda harus berusaha mendapatkan bagian yang teramputasi karena kadang kadang masih dapat ditanam kembali (reimplantasi) implantasi kembali dilakukan hanya dalam keadaan-keadaan khusus, karena itu jangan beritahu pasien bahwa implantasi akan dilakukan. Bagian-bagian dari jaringan yang teramputasi dan kecil dapat diletakkan dikantung plastik secara kering, bila ada es, letakkan kantung plastik tersebut ditempat yang berisi es dan air. Jangan pergunakan es saja atau es krim, pendinginan akan meningkatkan viadibilitas sampai empat jam atau lebih, sangat penting untuk membawa bagian bagian dari amputasi tersebut walaupun implantasi kembali tidak mungkin dilakukan.

Luka
Bila akan segera dibawa, luka penderita cukup ditutup dengan kaca steril.
Bersihkan luka tersebut dengan alat-alat steril dan tutup dengan baik. Kontaminasi, seperti daun atau kotoran harus dibersihkan dari luka tersebut. Sekecil apapun bahan yang dapat menyebabkan kontaminasi harus diirigasi dari luka dengan larutan salin seperti anda membersihkan mata dari kontaminasi kimia. Perdarahan dapat dihentikan dengan tekanan. Torniket hanya dilakukan untuk menghentikan peradarahan apabila akan dilakukan amputasi. Jika perlu, penekanan pada arteri proksimal yang besar dari luka dapat dilakukan.

Luka Neurovaskuler
Syaraf dan pembuluh darah saling berdekatan satu sama lain terutama didaerah fleksor dari persedian, sehingga keduanya dapat sama-sama terluka dan menyebabkan gangguan sirkulai, sensibilitas, dan menyebabkan hematoma. Tulang yang patah dapat menyebabkan kekacauan struktur sehingga mengakibatkan malfungsi. Denyut nadi, gerakan, dan sensibilitas harus selalu dimonitor sebelum atau sesudah melakukan manipulasi ekstremitas, pemasangan spalk atau traksi.

Terkilir.
Cedera ini kadang-kadang sukar dibedakan dari fraktur. Lakukan hal yang sama sebagaimana anda mengobati fraktur.

Impaled Objects (benda tertancap)
Jangan menggerakkan impaled objects. Pergunakan cara “padding” untuk memegang objeknya, dan pindahkan pasien dengan menggunakan alat.

Sindrom Kompartemen
Ekstermitas kita terdiri dari otot-otot yang dibungkus oleh membran kuat yang tidak lentur. Trauma (fraktur terbuka atau tertutup, atau kompresi) pada area ini dapat menyebabkan perdarahan atau hematoma dalam daerah yang tertutup sehingga menyebabkan penekanan pada saraf dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kegagalan sirkulasi, termasuk juga saraf. Biasanya luka ini berlanjut dalam beberapa jam. Gejala yang didapat adalah nyeri, edema, denyut nadi hilang, parstesi, dan kelumpuhan. Sama seperti syok, anda harus memikirkan diagnosis ini sebelum timbulnya gejala lebih lanjut.

RIWAYAT TRAUMA DAN PENATALAKSANAAN
Riwayat Trauma
Adalah sangat penting untuk mengetahui riwayat trauma ekstremitas, karena penampilan luka terkadang tidak sesuai dengan parahnya cedera. Jika ada saksi, seseorang dapat menceritakan kejadiannya sementara anda melakukan penelitian seluruh badan pasien.
Jika keadaan penderita parah, jangan melanjutkan detil dari riwayat trauma sampai anda dapat membereskan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contoh : penderita terluka parah, untuk sementara cukup riwayat seperti ini : “pengemudi mobil sedan, tanpa sabuk pengaman menabrak pohon secara frontal dan terlempar ke kaca depan”’ lalu lakukan survei primer serta resusitasi. Pada pasien yang gelisah, anda harus berusaha mendapatkan riwayat trauma pada saat anda melakukan survei sekunder. Karena riwayat trauma ini menjadi sangat penting pada trauma ekstremitas, karena beberapa mekanisme yang menyebabkan luka ekstremitas tidak terlihat pada saat pemeriksaan awal.
Trauma pada tungkai (akibat jatuh dari ketinggian) sering disertai dengan trauma pada lumbal.
Trauma pada lutut pada saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan trauma panggul.
Jatuh pada lengan sering menyebabkan trauma pada siku. Sehingga, lengan dan siku harus dievaluasi bersamaan. Hal yang sama pada lutut dan proksimal fibula pada tungkai bawah.
Trauma apapun yang mngenai bahu harus diperhatikan secara seksama kareana dapat melibatkan leher, dada atau bahu. Fraktur pada pelvis juga sering mengakibatkan kehilangan arah yang sangat banyak. Apabila ada fraktur pelvis, maka kemungkinan syok harus segera diduga dan dicegah.
Penatalaksanaan
Dalam survei primer, anda harus sangat berhati-hati pada fraktu rpelvis dan tilang besar dan anda harus mengontrol perdarahan.
Pada survey sekunder yang dilakukan adalah :
1. Look : lihat, inspeksi. Penting : ada luka ?
2. Feel : raba, palpasi. Penting : bagaimana NVD ?
3. Move : gerakkan. Jangan lakukan bila jelas fraktur.
4. Ukur : adakah perbedaan panjang ekstermitas.

Periksa semua persendian dari sakit dan pergerakan. Ukur dan catat denyut nadi, pergerakan dan sensibilitas ekstremitas distal. Denyut nadi dapat ditandai dengan balpoin untuk menentukan di daerah mana denyut nadi yang paling terasa. Krepitasi adalah tanda dari fraktur dan bila diketahui ada krepitasi, tulang harus diimobilisasi untuk melindungi jaringan lunak. Untuk memeriksa krepitasi ini harus dilakukan secara perlahan-lahan, terutama krepitasi pada pelvis. Krepitasi yaitu ujung tulang yang patah saling bersinggungan satus ama lain dan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.

Penanganan Umum Trauma Ekstremitas
Penanganan yang benar dari fraktur dan dislokasi akan menurunkan nyeri dan komplikasi yang serius. Tindakan per-rumah sakit, adalah imobilisasi yang benar dari lokasi trauma dengan menggunakan penyangga Slinting / spalk( dibahas lebih lanjut pada bahasan lain)

Lutut.
Fraktur atau dislokasi di daerah ini sangat esrius, karena arteri berada di bawah dan di atas dari persendian lutut dan bisa terjadi laserasi apabila persendian tersebut tidak dalam keadaan normal.
Tidak ada cara untuk mengetahui apakah ada fraktur atau tidak dalam keadaan posisi yang abnormal tersebut. Pada keadaan ini diagnostik harus berdasarkan pemeriksaan NVD.


Tibia dan Fibula.
Patah tungkai bawah sering membuat luka dan sering mengakibatkan perdarahan baik eksternal dan internal. Perdarahan internal daerah ini akan dapat menyebabkan terjadinya Compartement Syndrome.
Fraktur tibia dan fibula bagian bawah dapat dilakukan fiksasi dengan mempergunakan : Rigid Splint, Air Splint atau bantal.

Klavikula.
Ini adalah kejadian yang esring terjadi pada fraktur tulang tetapi tidak banyak menyebabkan problem.
Imobilisasi terbaik dapat dilakukan dengan mempergunakan Sling. Juga jarang terjadi kerusakan pada vena subklavia atau arteri dan saraf tangan.

Bahu.
Kebanyakan dari kerusakan bahu tidak mengancam jiwa tetapi dapat disertai kerusakan yang parah dari dada dan leher. Juga dapat disertai dengan dislokasi dari persendian bahu. Dislokasi bahu menyebabkan rasa yang sangat nyeri karena itu sering digunakan bantal antara lengan dan badan untuk mempertahankan tangan atas dalam posisi yang menyenangkan pasien. Selain itu dapat juga terjadi patah tulang humerus bagian atas yang dapat menyebabkan kerusakan dari N. Radialis, gejala yang timbul yaitu ketidakmampuan pasien untuk mengangkat tangan (Wrist Drop).

Siku.
Kadang-kadang sulit mengenal adanya fraktur atau dislokasi pada siku padahal keduanya sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan saraf (yang berjalan sepanjang permukaan fleksor dari siku).
Kerusakan pada siku harus difiksasi dalam posisi yang menyenangkan bagi penderita dan bagian distalnya harus dievaluasi secara benar. Jangan mencoba untuk meluruskan atau melakukan traksi pada kerusakan siku.


Tangan dan Pergelangan Tangan.
Fraktur yang terjadi biasanya akibat jatuh atau penarikan yang terlalu kuat. Biasanya untuk imobilisasi dilakukan dengan mempergunakan rigid splint, atau splint udara.

Kaki dan Tangan
Kecelakaan kerja (industri) dapat mengakibatkan fraktur multipel biasanya terbuka dan avulsi. Trauma ini sering tampak berat tapi jarang mengakibatkan perdarahan yang mengancan jiwa. Untuk mempertahankan kaki dan tangan dalam posisi normal sering digunakan bantal.
Metode alternatif untuk membalut tangan yaitu dengan membalut tangan dengan bola yang digenggam pasien, dengan balutan yang tebal.

Beberapa hal yang penting dalam menangani fraktur dan dislokasi :
1. Kita harus mengetahui mekanisme fraktur sehingga kita dapat mencari akibat dan komplikasinya.
2. Selalu mulai dengan survei primer
3. Lihat dan periksa tangan yang luka.
4. Waspada terhadap patah tulang panjang dan segera terapi syok.
5. Amati dan catat pulsasi pembuluh darah dan sensai (NVD) sebelum dan sesudah manipulasi dan pemasangan splinting.
6. Luruskan persendian dengan hati-hati dan seluruh splint harus terpasang dengan baik.
7. Jika kita mencurigai fraktur lakukan imobilisasi sendi di bawahnya atau diatasnya dari fraktur.
8. Splint pasien pada waktu yang tepat misalnya pada tulang-tulang panjang splint setelah survey primer tetapi pada ekstremitas setelah masa krisis lewat.
9. Apabila ada keragu-raguan mengenai tulang belakang selalu lakukan splinting pada long spineboard.
10. Ingat : jangan sia-siakan Golden Hour, maka kita harus cepat tapi berhati-hati.



LUKA TERMAL/ BAKAR

A. Umum
Kulit manusia banyak fungsinya, antara lain menghindari terjadinya kehilangan cairan. Apabila terjadi luka termal, maka kulit akan mengalamai denaturasi protein, sehingga kehilangan fungsinya. Semakin banyak kulit yang hilang, semakin berat kehilangan cairan. Saat ini luka termal (termal) masih merupakan masalah yang cukup besar, dan pertolongan pertama yang baik akan sangat membantu prognosis penderita

B. Anatomi dan Patofisiologi
Kulit terdiri atas :
- Epidermis
- Dermis

Epidermis :
Lapisan paling luar. Apabila terluka akan timbul luka serut (excoriatio). Bila terkena suhu panas atau ringan maka akan timbul kemerahan pada kulit yang kemudian akan mengelupas. Mini merupakan luka ternal yang paling ringan (derajat I) dan biasanya tidak diperhitungkan

Dermis :
Lapisan yang sangat kuat, bila terkena luka termal, maka menurut dalamnya luka akan berbagi menjadi :
Hanya terkena sebagian dermis (partial thieckness)
Pada keadaan ini, maka endermis yang diatasnya akan terlepas dari dermis, sehingga timbul gelembung-gelembung (disebut vesicula bila kecil, builla bila besar) yang berisi cairan plasma. Sudah tentu endermis yang menjadi gelembung ini sudah tidak sehat, sehingga invasi kuman kedalam gelembung tetap dapat terjadi.
Ujung-syaraf terdapat pada lapisan dermis, dan menjadi terbuka, dengan akibat bahwa luka termal seperti ini sangtat nyeri. Karena masih ada sisa epitel, maka luka termal yang hanya sebagian dermis terkena, akan sembuh dengan sempurna.

Terkena seluruh dermis (full thickness)
Tidak akan timbul gelembung. Kulit menjadi perkamen, hijau keabu-abuan. Tampak vena-vena kecil dibawahnya yang mengalami trombosis. Luka termal full thickness tidak akan terlalu nyeri, karena seluruh ujung syaraf sudah rusak. Luka termal sedalam ini sudah tidak akan sembuh sempurna, melainkan akan sembuh dengan pembentukan jaringan granulasi (jaringan kemerahan yang mudah berdarah bila tersinggung jaringan gramulasi ini kemudian akan sembuh dengan pembentukan jaringan kulit, dan penampilannya buruk. Bila hendak sembuh lebih baik, luka termal sedalam ini memerlukan tandur kulit (skin graft) dikemudian hari.

C. Penyebab Luka Termal
Luka termal dapat disebabkan :
- Suhu (panas/dingin
- Bahan kimia
- Listrik
Semakin luas luka termal, semakin buruk prognosis. Luka termal lebih dari 90 % luas badan hampir selalu akan meninggal

D. Luas Luka Termal
Luas luka termal harus dapat diketahui, karena akan masuk dalam laporan medik, menduga luas luka termal dapat dihitung dengan “rule of 9” (rumus9), yaitu ada 11 daerah masing-masing 9%, dengan perineum 1% (total 9%) Ke.11 daerah ini adalah :
1. Kepala
2. Dada
3. Punggung
4. Perut
5. Pinggang
6. Lengan kiri
7. Lengan kanan
8. dan 9 : Tungkai kiri
10. dan 11 : Tungkai kanan

Untuk anak-anak rumus ini tidak dapat dipakai karena kepala yang relatif besar, dan ekstremitas yang relatif kecil, sehingga harus melihat tabel (misalnya tabel Lund & Browder). Untuk mudahnya dapat dipakai patokan sebagai berikut : Telapak tangan (tanpa jari) = 1 %

E. luka Bakar
Biasanya luka bakar karena air panas lebih dangkal dibandingkan api. Ini akan merupakan rumus, karena uap yang berasal daris emburan mesin, dapat sangat panas, sehingga menyebabkan luka bakar yang dalam
Penanganan luka bakar.
1. Pada saat penderita ditemukan, biasanya api sudah mati. Apabila penderita masih dalam keadaan terbakar dapat ditempuh dengan cara :
· Menyiram dengan air dalam jumlah banyak. Apabila api disebabkan karena bensin dan minyak, maka menyiram dengan air dalam jumlah sedikit, hanya akan memperbesar api
· Menggulingkan penderita, kalau bisa dlaam selimut basah (jangan sampai turut terbakar)
2. Hentikan proses luka bakar
Luka bakar akan mengalami pendalam, walaupun api sudah mati. Untuk mengurangi proses pendalaman ini, luka dapat disiram dengan air bersih untuk pendinginannya. Harus segera ditambahkan bahwa proses pendalam ini hanya akan berlangsung selama 15 menit, sehingga apabila paramedik tiba setelah 15 menit, usaha ini akan sia-sia.
3. Airway
Pada permulaan airway biasanya tidak terganggu. Dalam keadaan ekstrim bisa saja airway terganggu, misalnya karena lama berada dalam ruangan tertutup yang terbakar sehingga terjadi pengaruh panas yang lama terhadap jalan nafas. Menghisap gas atau partikel karbon yang terbakar dalam jumlah banyak juga mengganggu airway. Pada permulaan penyumbatan airway tidak total, sehingga akan timbul suara stridor/erowing. Bila menimbulkan sesat berat (apalagi dapat memonitor saturasi 02 dan kurang dari 95%) maka ini merupakan indikasi mutlak untuk segera intubasi. Apabila obstruksi parsial ini dibiarkan, maka pasti akan menjadi total dengan akibat kematian penderita
4. Breathing.
Gangguan breathing yang timbul cepat dapat disebabkan karena :
Inhalasi partikel-partikel panas yang menyebabkan proses peradangan dan edema pada saluran jalan nafas yang paling kecil. Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan penanganan yang agresif
Keracunan CO (Karbon mono-oksida)
Asap dari apai mengandung CO/ apabila penderita berada dalam ruangan tertutup yang terbakar, maka kemungkinan keracunan CO cukup besar. Diagnostiknya sulit (apalagi di Pra-RS). Kulit yang berwarna merah terang biasanya belum terlihat . pulse oksimeter akan menunjukkan tingkat Sat. 02 yang cukup walaupun; penderita dalam keadaan sesak
Bila diduga kemungkinan keracunan CO, maka diberikan 02 100% (dengan non-rebreathing mask, ataupun bila perlu ventilasi tambahan dengan BVM yang ada reservoir O2)
5. Cireulation
Kulit yang terbuka akan menyebabkan penguapan air berlebihan tubuh, dengan akibatnya terjadi dehidrasi. Walaupun dehidrasi akan terjadi agak lambat, namun pemasangan infus pada luka bakar diatas 15 % merupakan indikasi. Jumlah cairan yang akan diberikan adalah rumus Baxter :
= 4 cc/KgBB/% luka bakar/24 jam
= Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuhnya lagi dalam 16 jam berikut
contoh : Penderita 50 kg, luas luka bakar 20 %, penderita akan mendapat 50 x 20 x 4 cc/24 jam = 4000 cc/24 jam,separuhnya = 2000 cc (4 kolf) dalam 8 jam pertama
catatan : 2000 cc x 20 (tetes infus set) = ± tetes / menit, 4 (jam) x 60 (menit), sebenarnya rumus diatas tidak tepat karena banyak faktor tidak diperhitungkan dalam rumus ini. Luka bakar yang lebih dalam misalnya akan mengakibatkan kehilangan cairan yang lebih banyak.

Dengan demikian , maka rumus diatas hanya merupakan patokan awal, dan menilai cukupnya cairan yang diberikan lebih tepat dengan menilai produksi urin setiap jam (30-50 cc tiap jam pada orang dewasa)
Bila masa pra RS hanya singkat, maka tidak perlu pemasangan kateter uretra (pemasangan DC, Dauer cather). Namun dalam keadaan khusus dimana masa Pra-RS lama (transportasi yang sangat lama), maka perlu pemasangan DC sehingga dilakukan monitoring produksi urin.
6. Survei Sekunder
a. Anamnesis
Penting untuk menanyakan dengan teliti hal sekitar kejadian. Tidak jarang terjadi bahwa disamping luka bakar akan ditemukan pula perlukaan lain yang disebabkan usaha melarikan diri dari apai dalam keadaan panik dan sebagainya
b. Pemeriksaan ujung rambut-ujung kaki
Pemeriksaan teliti dilakukan apabila ada waktu. Apabila ditemukan kelainan maka diberikan pertolongan sesuai
c. Luka bakarnya sendiri
Tidak perlu dilakukan apa-apa, selain menutup dengan kain bersih, menyemprot dengan air dingin hanya dilakukan bila tiba sebelum 15 menit setelah kejadian.
Catatan : di negara klimat dingin tidak boleh menyiram dengan air dingin karena penderita akan hipotermia.
Jangan memecahkan bola atau veskula

F. Luka Listrik
Luka listrik cukup sering ditemukan. Yang harus diperhatikan adalah :
1. Yang menyebabkan kematian adalah :kuat arus ampera dan bukan voltase
2. Apabila datang dan penderita masih dalam keadaan terkena arus listrik :
a. Matikan listrik dari sumbernya
b. Apabila tidak mungkin, maka coba lepaskan penderita dengan perantaraan kayu kering, baju kering dan sebagainya (bahan non konduksi listrik)
Apabila listrik sudah mati, tetapi kita ingin meyakinkan, maka selalu meraba dengan punggung tangan, jangan dengan telapak tangan (apabila masih ada arus listrik, tangan akan selalu fleksi)
3. Bahaya gangguan irama jantung selalu ada, betapapun arus listrik, karena itu selalu pasang EKG. Bila ada kelainan, berikan terapi yang sesuai
Catatan : Terapi obat pada gangguan jantung hanya oleh paramedik III
4. Bila penderita sudah meninggal, selalu lakukan RJP (kecuali bila ada tanda kematian pasti) dan lakukan di RS
5. Masalah luka atau arus listriknya : dianggap sebagai luka bakar
Patut ditambahkan bahwa luka karena arus listrik akan masuk ke kulit (yang daya hantar rendah sehingga luka kecil saja), lalu ke subkutan dengan daya hantar lebih besar sehingga sehing pada subkutan luka lebih besar, lalu liwat otot yang daya hantar sangat besar sehingga luka sangat besar, lalu keluar lagi ke kulit. Dengan demikian mungkin luka listrik masuk dan keluar hanya kecil, sedangkan luka didalam luas.

G. Luka Kimia
1. Zat yang bersifat basa lebih berbahaya dibandingkan zat bersifat asam semakin asam/basa, semakin berbahaya pula
2. Apabila menemukan penderita masih dalam keadaan terkena zat kimia :
a. Selalu proteksi diri
b. Apabila zat kimia bersifat cair, langsung semprotkan dengan air mengalir. Untuk zat bersifat asam 30 menit, apabila basa lebih lama lagi. Lebih baik agak lama di TKP dengan usaha membersihkan zat kimia daripada langsung membawa RS
c. Apabila zat kimia bersifat bubuk, sapu dulu sampai zat kimia tipis, baru siram
d. Luka karena zat kimia diperlakukan sebagai luka bakar

Tugas Individu.
Ambil kasus luka dan patah tulang, pada anda tempat praktek, baik di Rumah Sakit maupun di Puskesmas, dengan format yang telah disediakan, dan untuk disajikan pada pertemuan berikutnya.
Format pengambilan kasus di tempat praktek.
No
Tanggal
Jenis kasus
Tindakan
Pengobatan


















PPGD (Oleh: Triyo Rachmadi,S.Kep)



BALUTAN
Dalam pelaksanaan balutan terhadap pasien, perlu kita ketahui dahulu hal- hal yang berhubungan dengan konsep dasar balut-membalut. Oleh karena itu perlu kita tentang macam-macam balutan, guna pembalut dan bentuk anggota tubuh manusia yang akan dibalut.

1. Macam- macam pembalut.
a. Kain segitiga (Mitella), dibuat dari kain putih yang tidak berkapur (mori), kelihatan tipis, sifatnya lemas dan keadaannya kuat, karena tipis dan lemas mudah sekali bila dilipat-lipat hingga menyerupai dasi panjang.
Untuk membuat mitella diambil kain dengan panjang dan lebarnya sama (90cm), menurut ukuran kain, sehingganempat persegi-panjang, selanjutnya dipotong lurus antara sudut satu dengan lainnya melalui garis tengah sampai putus, maka akan terdapat dua mitella.
Cara memberi nama, salah satu pinggir atau sisi yang terpanjang diantara ketiga sisi dinamakan sis alas dan kedua sisi pinggir yang lain dinamakan sisi kaki, pertemuan antara sisi kaki dengan sisi kaki dinamakan sudut puncak, pertemuan ujung sisi kaki dengan ujung sisi sisi alas dianami sudut alas.
Pinggir atau sisi mitella tidak boleh dijahit/ diobras, sebab apabila dijahit untuk membalut salah satu anggota badan ada kemungkinan jahitan akan menekan kulit, akibatnya pembuluh darah dibawahnya akan tertekan, mungkin pula kulit akan lecet. Mitella dapat untuk membalut seluruh anggota badan, dengan cara bermacam-macam.
Cara menggunakan mitella:
Dengan cara dilebarkan dilipat-lipat menyerupai dasi, dibelah dari puncak sampai setengahnya dinamakan Plantenga, sedangkan dibelah pada sebelah kiri dan kanan dinamakan mitella Funda.
Cara simpulan dalam balutan.
Simpulan dalam balutan dengan mempergunakan istilah simpul laki-laki dan simpul perempuan. Simpul yang dipakai adalah simpul laki-laki karena simpul laki-laki mempunyai simpulan yang rata dan pipih, akibatnya tidak menekan pada kulit, sedangkan simpul perempuan mempunyai simpulan bulat, sehingga akan menekan pada kulit.













b. Plester (Klifplester).
Pembalut pita bergetah dapat dipergunakan untuk: merekatkan kain kasa dengan dilipat-lipat direkatkan kekulit, balutan penarik pada patah tulang, Fixasi, contoh pada tulang iga yang patah tidak tembus kulit biasanya direkatkan dari mulai tulang punggung melalui tulang rusuk yang patah sampai ketulang dada (Sternun), Benton, apabila ada luka lama/ulcus yang lebar antara kedua pinggirnya untuk direkatkan, agar lekas tertutup.
c. Pembalut pita biasa
Pembalut pita biasa terdiri dari bermacam-macam, tiap bahan dipergunakan dengan bentuk yang berlainan.
1) Pembalut kain kasa (gaas), bentuk kain tipis dan jarang, dipakai untuk pembalut luka yang sederhana, pembalut basah, pembalut ulcus, dan juga dipakai sebagai bahan pembalut gips.
2) Pembalut Cambric, hampir serupa dengan kain kasa, bedanya lebih kasar, oleh karena itu sedikit lebih tebal, dipakai sama dengan pembalut kasa,
3) Pembalut kain kasa bertajin (Stifsel-verban, dibuat dari kain kasa tetapi mengandung cairan, oleh karena itu akan menjadi kaku, bila hendak dipakai terlebih dahulu direndam dalam air hangat, sesudah basah lalu diperas, gunanya untuk memperbaiki circuler gips yang sudah mulai agak rusak agar menjadi baik kembali.
4) Pembalut kain katun, biasanya terbuat dari kain mori dipakai sebagai penutup luka, atau juga dapat dipakai pembalut penarik, meskipun hasilnya kurang bagus,
5) Pembalut Flanel, agak berbulu, sebelah dalanya dan lebih tebal dari pembalut katun, dipakai untuk balutan penekan dan balutan penarik,
6) Pembalut Edial, rupanya seperti akus, sifatnya elastis, dipakai untuk balutan penekan istimewa bila ada haematom, juga dipakai untuk membalut amputasi dan trepanasi,
7) Pembalut Tricot, rupanya seperti kaus, juga agak elastis, bentuknya hampir sama dengan ban dalam sepeda, ditengah-tengahnya berlubang, oleh karena itu mudah sekali diisi dengan kapas, bila hendak membuat ransel verban, dipakai untuk pemblut amputasi, trepanasi dan untuk membuat ransel verban,
8) Pembalut Cepat, dari pabrik pembuatnya sudah dibuat steril dan dibuat pengikat/ kain pengikat kedua sisi, sehingga apabila ada perdarahan langsung bisa untuk menutup luka sekaligus menekan perdarahan.
9) Pembalut Gips, dibuat dari pembalut kain kasa atau semacamnya, dibubuhi dengan tepaung gips diatasnya, lal digulung. Menggulung pembalut gips tidak boleh terlalu padat/ agak longgar, agar air mudah masuk kedalam gulungan, dipergunakan untuk pengobatan lebih lanjut jika ada tulang patah, terutama tangan dan kaki.
Mempergunakan pembalut gips dapat dengan cara gips spalk (bidai gips), gips cerculair, gips bed, gips corset dan gips brok.
10) Pembalut Martin, dibuat dari karet, oleh karena itu sangat elastis, pembalut ini untuk membalut keras dan setengah keras, dinamakan Martin karena penemu pertama adalah Dr, Martine.

2. Syarat- syarat balutan.
a. Biasanya jalannya pembalut dari kiri kekanan,
b. Balutan harus menutup pinggirnya rapat,
c. Balutan masuk dua pertiga,
d. Balutan tidak boleh terlalu kencang, sehingga akan mengakibatkan stiwung,
e. Kepala pembalut diluar,
f. Menyimpulkan tidak boleh di atas yang sakit,
g. Cara menyambung balutan, pangkal pembalut yang kedua diletakan di bawah ujung pembalut yang pertama.

Dipersilahkan kepada semua linatih untuk mempraktekan bermacam- macam balutan, dengan secara kelompok atau berpasangan sesuai dengan pembalutan yang akan dipraktekan.

Contoh- contoh balutan.