Halaman

Kamis, 21 Maret 2013

Permasalahan Hukum Kewenangan Perawat Dalam Perspektif Filsafat Hukum


PERMASALAHAN HUKUM KEWENANGAN  PERAWAT
DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM




Disusun Oleh:
TRIYO RACHMADI

















DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL…………………………………………………….......  2       
DAFTAR ISI  .................................................................................................  3
BAB I     PENDAHULUAN..........................................................................    4
BAB II   PERMASALAHAN........................................................................    8
BAB III  PEMBAHASAN   .........................................................................   10
BAB VI  KESIMPULAN ............................................................................   15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................     17 









BAB I
PENDAHULUAN


            Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pembinaan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang memiliki fisik, mental maupun sosial di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
            Pada institusi pelayanan kesehatan,misalnya di Rumah Sakit, Perawat memegang peranan penting dalam memberikan asuhan keperawatan sejak pasien memasuki Rumah Sakit sampai dengan pasien meninggalkan Rumah Sakit. Hampir selama 24 jam selama pasien dirawat tersebut selalu tidak terlepas dari pengamatan dan observasi perawat. Berbagai gejala, tanda, efek samping dari pengobatan dan perkembangan perawatan dari pasien mendapatkan observasi, pengkajian, perencanaan, penentuan diagosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, implementasi sampai dengan evaluasi keperawatan. Kesemuanya itu  dicatat dan dilaporkan dalam suatu dokumentasi keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.
Kegiatan keperawatan ditujukan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan pasien dan kemandirian pasien dalam menangani masalah yang menghadang pada dirinya. Untuk dapat terjadi hal tersebut maka diperlukan suatu regulasi yang dapat menuntun profesi keperawatan melaksanakan aktifitasnya sehingga pasien sebagai subjek dan objek dari tindakan keperawatan mendapatkan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan. Berdasarkan hasil dari Lokakarya Keperawatan Nasional tahun 1983 didapatkan definisi Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup siklus hidup manusia.[1]
Dalam memberikan asuhannya, seluruh tenaga kesehatan diatur dalam suatu peraturan yang berhubungan dengan hukum. Kegiatan perawat dibatasi oleh keahlian dan kewenangan. Keahlian dalam hal ini merujuk kepada kemampuan yang wajib dikuasai oleh perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Untuk dapat menjaga kesinambungan dan menjaga bahwa tindakan yang dilakukan tersebut sesuai maka perlu dibuatkan suatu standar baik standar yang memang merujuk pada pengetahuan secara global maupun standar yang telah digunakan di lingkup yang lebih kecil di rumah sakit. Sedangkan Kewenangan merujuk kedalam hak perawat yang diperbolehkan untuk melakukan segenap tindakan kepada pasien, dimana hak ini akan diseimbangkan dengan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh perawat tersebut.[2]
Kewenangan adalah hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kemampuan, tingkat pendidikan dan posisi yang dimiliki. Lingkup kewenangan perawat dalam praktek keperawatan professional adalah pada kondisi sehat dan sakit, sepanjang daur kehidupan (dari konsepsi sampai meninggal dunia) mencakup:[3]
  1. Asuhan keperawatan pada klien anak dari usia 28 hari sampai dengan usia 18 tahun
  2. Asuhan keperawatan maternitas yaitu asuhan keperawatan klien wanita pada masa subur dan neonates (Bayi Baru Lahir sampai dengan usia 28 hari) dalam keadaan sehat.
  3. Asuhan keperawatan Medikal Bedah yaitu asuhan keperawatan pada klien usia diatas 18 tahun sampai dengan usia 60 tahun dengan gangguan fungsi tubuh baik oleh karena trauma atau kelainan fungsi tubuh.
  4. Asuhan keperawatan jiwa yaitu asuhan keperawatan klien pada semua usia yang mengalami berbagai masalah kesehatan jiwa.
  5. Asuhan keperawatan keluarga yaitu asuhan keperawatan pada klien keluarga unit terkecil dalam masyarakat sebagai akibat pola penyesuaian keluarga yang tidak sehat sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga.
  6. Asuhan keperawatan komunitas yaitu asuhan keperawatan kepada klien masyarakat pada kelompok dari wilayah tertentu pada semua usia sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
  7. Asuhan keperawatan Gerontik yaitu asuhan keperawatan pada klien yang berusia 60 tahun ke atas yang mengalami proses penuaan dan permasalahannya.
Kewenangan perawat tersebut di atas meliputi: (1)  melaksanakan pengkajian keperawatan terhadap status bio-psiko-sosio-spiritual-kultural; (2) melaksanakan menetapkan diagnose keperawatan terkait dengan fenomena dan harapan utama yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan dasar klien; (3) menyusun rencana tindakan keperawatan; (4) melaksanakan tindakan keperawatan; (5) melaksanakan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan; (6) mendokumnetasikan hasil keperawatan yang dilaksanakan; (7) melakukan kegiatan konseling kesehatan kepada sistem klien; (8) melaksanakan tindakan di luar kewenangan dalam kondisi darurat yang mengancam nyawa sesuai ketentuan yang berlaku (standing order) di sarana kesehatan ; (9) dalam kondisi tertentu di mana tidak ada tenaga kesehatan yang kompeten, perawat berwenang melaksanakan tindakan kesehatan di luar kewenangannya.
            Profesi perawat selama bekerja di institusi pelayanan kesehatan diberikan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Kewenangan perawat ini diatur dalam Undang Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 161 tahun 2010 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 148 Tahun 2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Keperawatan. Peraturan Perundang undangan ini  sangat jelas mengatur kewenangan perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan  profesional yang mendukung program pemerintah dalam Pembangunan Kesehatan. Ironisnya, pada realita di lapangan, kewenangan perawat yang diimplementasikan di luar institusi pelayanan kesehatan, pada keadaan darurat yang mengancam jiwa dan di daerah terpencil ini terkadang dianggap sebagai suatu malpraktek oleh pihak yang lain. Padahal pengertian Malpraktek sendiri adalah suatu tindakan yang kurang hati-hati dari seseorang dalam menjalankan profesinya[4] sehingga sulit bagi perawat untuk menjalankan profesinya dengan segala kompetensi yang dimilikinya. Kesulitan ini bertambah dengan pendelegasian wewenang dari profesi tenaga kesehatan lain yang seharusnya dapat bekerja bersama-sama dalam waktu yang sama untuk memberikan asuhan kepada pasien.

               

BAB II
PERMASALAHAN


            Permasalahan yang muncul yang dapat dijadikan kajian dalam makalah ini adalah:
  1. Bagaimana implementasi hukum tentang kewenangan perawat dalam perspektif filsafat hukum?
  2. Bagaimana kewenangan perawat di luar sarana pelayanan kesehatan dalam perspektif filsafat hukum?
  3. Bagaimana perawat yang melakukan tindakan medis di luar kewenangan perawat dalam perspektif filsafat hukum?
            Selama ini perawat di Indonesia bekerja tanpa memiliki standar hukum yang jelas. Perawat hanya memiliki kode etik, Undang Undang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia sebagai landasan pekerjaannya. Namun ketiga landasan tersebut belum cukup efektif untuk melindungi perawat. Pekerjaan perawat serba dilematis. Menurut Undang Undang Kesehatan yang boleh melakukan tindakan medis adalah dokter sedangkan perawat hanya memberikan asuhan keperawatan. Jika melihat kenyataan yang ada di masyarakat Indonesia sebagian besar perawat yang mengabdikan dirinya di pelosok negeri harus melakukan tindakan medis dikarenakan minimnya keberadaan dokter.
            Banyak kasus hukum yang memberatkan perawat bahkan sampai ada yang di penjara. Contohnya kasus perawat Misran, perawat yang bekerja di pedalaman Kalimantan Timur. Misran dijerat hukum karena diketahui melakukan tindakan medis pada pasiennya. Beliau memberikan obat keras untuk pasiennya karena tidak adanya dokter yang bertugas di Puskesmas tempat beliau mengabdikan dirinya. Perawat Misran tentu saja mengalami dilemma karena menurut Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tertuang dalam pasal 190 ayat (1) disebutkan. Jika tenaga kesehatan tidak memberikan bantuan kepada orang yang sakit maka dapat dipidana. Sedangkan Undang-Undang No. 36 tahun 2009 juga menyebutkan hanya dokterlah yang berhak melakukan tindakan medis seperti pemberian obat. Dengan kata lain, pekerjaan perawat itu seperti buah simalakama, oleh pasien dan masyarakat, profesi perawat disanjung karena berhasil memberikan pertolongan namun di sisi hukum perawat dinyatakan bersalah karena melanggar Undang Undang Kesehatan.
            Melihat kasus tersebut, Rancangan Undang Undang Keperawatan merupakan harga mati untuk mengayomi profesi perawat. Perawat membutuhkan landasan hukum yang jelas yang dapat melindungi perawat. Undang Undang Keperawatan diharapkan dapat mengatur sistem lisensi, registrasi dan praktek kerja perawat. Bagaimana dengan cita-cita Indonesia Sehat 2015 jika masih ada kendala-kendala yang dihadapi oleh tenaga kesehatan. Profesi perawat dan dokter adalah dua profesi yang sama-sama penting. Dokter dan perawat adalah mitra kerja untuk melakukan pertolongan kepada pasien. Sektor kesehatan di Indonesia harus ditingkatkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dan sejahtera.








BAB III
PEMBAHASAN


A.    Aspek Hukum Kewenangan Perawat
Menurut Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 dikatakan bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai aturan perundang-undangan. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perawat merupakan suatu profesi yang mana dalam kegiatannya berusaha untuk memberikan kesejahteraan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) dengan menggunakan cara dan teknik yang diajarkan dalam dunia keperawatan itu sendiri.
Kewenangan perawat diatur dalam beberapa peraturan perundang- undangan diantaranya:
  1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 161/ MENKES/ PER/ I/ 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
  3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK. 02. 02/ Menkes/ 148/ I/ 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Keperawatan.
Pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 23 diatur:
  1. Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
  2. Tenaga kesehatan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki
  3. Tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 161 Tahun 2010 Bab III, pasal 2 menyebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Sedangkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 148 tahun  2010 Bab III, Pasal 8 meyebutkan:
  1. Praktek Keperawatan dilaksanakan melalui kegiatan:
1.      Pelaksanaan asuhan keperawatan
2.      Pelaksanaan upaya promotif, preventif, rehabilitatif dan pemberdayaan masyarakat
3.      Pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer
  1. Asuhan Keperawatan melingkupi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 148 tahun  2010 juga mengatur tentang kewenangan praktek perawat yaitu:
a.praktek di pelayanan kesehatan dengan memiliki STR
b.Praktek mandiri perawat
            1. Perawat minimal berpendidikan Diploma III Keperawatan
            2. Perawat memiliki STR
            3. Perawat memiliki Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)
c. Tindakan Keperawatan meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
d.  Perawat dapat memberikan obat bebas dan atau obat bebas terbatas.
Sedangkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 148 tahun  2010 Bab III, pasal 10 mengatur:
  1. Dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan di luar kewenangannya.
  2. Bagi perawat yang bekerja di daerah terpencil dan tidak ada dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, perawat dapat melakukan pelayanan di luar kewenangannya.
B.                 Filsafat Hukum
Secara Etimologis Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu “Philos” yang berarti suka, cinta dan “Sophia” yang berarti kebijaksanaan/ pengetahuan/ keterampilan. Secara umum Filsafat berarti mencinta kebijaksanaan[5]. Berdasarkan pengertian filsafat hukum ini, kewenangan perawat ini memang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 161/ MENKES/ PER/ I/ 2010 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK. 02. 02/ Menkes/ 148/ I/ 2010 yang mengatur dan membatasi kewenangan perawat dalam bekerja. Peraturan perundang-undangan ini juga berfungsi untuk melindungi atau mengayomi profesi perawat dari segala permasalahan hukum sehingga perawat dalam bekerja diharapkan merasa nyaman dan aman. Dengan adanya banyak kasus hukum yang menyudutka perawat sampai ke pengadilan, menjadikan perawat merasa belum sepenuhnya mendapat jaminan perlindungan hukum dari pemerintah dan pihak terkait yaitu institusi penegak hukum.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 148 tahun  2010 Bab III, pasal 10 sudah diatur dengan jelas bahwa perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatannya pada keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan di luar kewenangannya termasuk melaksankan tindakan medis maupun dalam memberikan obat keras kepada pasiennya. Masyarakat dan pasienpun memahami dan merasakan kenyamanan dengan adanya kewenangan perawat tersebut. Tetapi pihak luar yang tidak mengharapkan kewenangan perawat tersebut terkadang mencari celah-celah melalui peraturan perundang-undangan yang ada untuk menempatkan perawat kepada permasalahan hukum dengan menjadikan tindakan keperawatan itu sebagai malpraktek..
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia seharusnya menyadari dengan keadaan tersebut, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan hukum kepada semua tenaga kesehatan yang bekerja untuk kepentingan pembangunan kesehatan, program Indonesia Sehat 2015 dan masyarakat luas. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 148 tahun  2010 Bab III, pasal 10 juga mengatur tentang perawat yang bekerja di daerah terpencil dan tidak ada dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, perawat dapat melakukan pelayanan di luar kewenangannya. Daerah yang terpencil yang dimaksud mencakup daerah pegunungan, daerah pedalaman dan daerah perbatasan. Keterbatasantenaga medis yaitu dokter di beberapa wilayah menjadikan perawat diberikan suatu kewenangan untuk melaksanakan tindakan medis. Permasalahan hukum masih saja menempatkan perawat pada kondisi yang tidak menguntungkan, dengan menjadikan tindakan keperawatan di luar kewenangan itu sebagai tindakan malpraktek.
Kasus hukum perawat Misran seharusnya menjadikan bahan pelajaran tentang kewenangan perawat yang selalu dijadikan alasan untuk menyulitkan perawat untuk bekerja. Perawat Misran sudah bekerja sesuai standar profesinya dan peraturan perundang-undangan dengan melaksanakan tindakan medis memberikan obat keras kepada pasiennya di daerah pedalaman Kalimantan Timur. Di daerah tersebut merupakan daerah yang belum terdapat tenaga medis. Perawat Misran telah bekerja sesuai dengan Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 190 ayat (1) yang menyebutkan jika tenaga kesehatan tidak memberikan bantuan kepada orang yang sakit maka dapat dipidana.
Melihat fenomena tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia-lah yang seharusnya membuat regulasi kembali untuk memberikan perlindungan hukum kepada profesi tenaga kesehatan yang lain termasuk profesi perawat. Pemerintah seharusnya memberikan advokasi kepada setiap tenaga kesehatan yang mempunyai permasalahan hukum terkait tugas dan kewenangannya melalui Lembaga Bantuan Hukum khusus.
Pemerintah perlu mendorong untuk disahkannya Rancangan Undang-Undang Keperawatan menjadi Undang-Undang. Undang-Undang ini dinilai akan menjadikan perawat semakin kompeten, berkualitas dan profesional. Undang-Undang Keperawatan harus menjadi regulasi tersendiri seperti profesi dokter sebab profesi perawat melakukan kontak langsung terhadap manusia sehingga berada di garis depan pelayanan kesehatan. Dua profesi yaitu perawat dan dokter sangat krusial sebagai tulang punggung penyelenggaraan kesehatan.
Undang-Undang Keperawatan dapat menjadi salah satu indikator kemajuan kesehatan suatu Negara. Bercermin dari  Negara dengan kualitas kesehatan yang baik, semuanya memiliki Nurse Act (Undang-Undang Keperawatan). Ada 10 negara di ASEAN, 4 diantaranya belum memiliki Undang-Undang Keperawatan termasuk Indonesia. Tiga Negara lainnya adalah Laos, Kamboja dan Vietnam.[6] Dalam perspektif Filsafat Hukum, seharusnya tidak ada perawat yang dibawa ke pengadilan selama dalam melaksanakan tindakan asuhan keperawatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan standar profesinya dan tidak merugikan masyarakat.

BAB IV
KESIMPULAN


            Fenomena kasus permasalahan hukum kewenangan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatannya seharusnya dapat diselesaikan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kewenangan perawat baik di luar institusi sarana pelayanan kesehatan, di daerah terpencil, di daerah yang belum ada tenaga medisnya maupun dalam memberikan pertolongan kepada pasien dalam keadaan darurat sudah diatur dengan sangat jelas di peraturan perundang-undangan yang ada yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 161/ MENKES/ PER/ I/ 2010 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK. 02. 02/ Menkes/ 148/ I/ 2010. Dalam perspektif Filsafat Hukum, seharusnya tidak ada perawat yang dibawa ke pengadilan selama dalam melaksanakan tindakan asuhan keperawatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan standar profesinya dan tidak merugikan masyarakat.
            Pemerintah harus melindungi setiap profesi tenaga kesehatan tanpa terkecuali yang bekerja di wilayah Negara Republik Indonesia terutama  memberikan perlindungan hukum. Pemerintah perlu mendorong untuk disahkannya Rancangan Undang-Undang Keperawatan (RUUK) menjadi Undang-Undang. Undang-Undang ini dinilai akan menjadikan perawat semakin kompeten, berkualitas dan profesional. Undang-Undang Keperawatan harus menjadi regulasi tersendiri seperti profesi dokter sebab profesi perawat melakukan kontak langsung terhadap manusia sehingga berada di garis depan pelayanan kesehatan. Dua profesi yaitu perawat dan dokter sangat krusial sebagai tulang punggung penyelenggaraan kesehatan.
Undang-Undang Keperawatan dapat menjadi salah satu indikator kemajuan kesehatan suatu Negara.[7]

















DAFTAR PUSTAKA


A.Potter, Patricia dan Perry Anne Griffin, 2001, Fundamental of Nursing 7th Edition, SEA: Washington

Cahyadi Antonius, Manulang,M Fernando, E, Pengantar Filsafat Hukum, Kencana Prenada Media Group, cetakan II Juni, 2008

Hanafiah, Yusuf dan Amiir, Amri, 2001, Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta, Edisi 4, EGC.

Media Sehat, 2013, Semarang, CJNC PPNI Jateng, hal. F

Suprajitno, S.Kep., 2004, Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktik, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC

Warassih, Esmi, Prof, DR, SH, MS,  2011, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro





[1] Garis- Garis Besar Program Kerja Persatuan Perawat Nasional Indonesia Tahun 2011 - 2016
[2] Suprayitno, S.Kp., Asuhan Keperawatan Keluarga, 2004, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC,  cetakan I, hal. V
[3] Ibid, hal. 38
[4] Esmi Warassih, Prof, DR, SH, MS,  2011, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro

[5] Cahyadi Antonius, Manulang,M Fernando, E, Pengantar Filsafat Hukum, Kencana Prenada Media Group, cetakan II Juni, 2008

[6] Media Sehat, 2013, Semarang, CJNC PPNI Jateng, hal. F
[7] Ibid, hal. F