Halaman

Minggu, 10 Mei 2015

Teori Pendukung Penyusunan Laporan Semester Program Studi Teknik Elektro Rekam Medis



1.  Teori-teori Tentang Rekam Medis
1.       Pengertian Penerapan
Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu & Zain, 1996:1487). Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekkan, memasangkan (Ali, 1995:1044). Berdasar kan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi :
1.      Adanya program yang dilaksanakan
2.      Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasarandan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.
3.      Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut (Wahab, 1990:45)

2.      Rekam Medis
a.        Pengertian Rekam Medis
Yang dimaksud dengan rekam medis sebagaiman dikemukakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis adalah “berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.
Rekam medis diartikan sebagai keterangan baik yang tertulis  maupun terekam tentang identitas, anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang diRawat Jalan, rawat jalan, maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat. (Dirjen Yanmed,2006:11).
Huffman (1994:28) mengemukakan bahwa “rekam medis adalah informasi mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, bilamana dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatannya”. Agar lengkap maka rekam medis harus berisi informasi yang cukup dan secara jelas menerangkan identitas pasien, mendukung diagnosa, memberikan pengobatan yang diterimanya serta mencatat hasil-hasil pemeriksaan secara tepat.
b.      Falsafah Rekam Medis
Menurut Dirjen Yanmed (1997 : 6) falsafah rekam medis mengandung nilainilai ALFRED AIR yaitu sebagai berikut :
A : Administration                               A : Acurat
L : Legal                                             I : Informatif
F : Financial                                       R : Responsibillity
R : Riset
                 E : Education
D : Documentation
c.       Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis
1)      Tujuan Rekam Medis
Menurut Dirjen Yanmed (2003:13) adalah “menunjang tertib administrasi    dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit”.
2)      Kegunaan Rekam Medis
Menurut Dirjen Yanmed (2006:13) dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya :

a)      Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedik dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b)      Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan melalui kegiatan audit medis, manajemen resiko klinis serta keamanan atau keselamatan pasien.
c)      Aspek hukum
Suatu berkas Rekam Medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan. Dalam rangka usaha menegakan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakan keadilan. Rekam medis adalah milik dokter dan rumah sakit sedangkan isinya merupakan milik pasien.
d)     Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan sebagai bahan medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran pelayanan. Tanpa adanya bukti catatan tindakan pelayanan maka pembayaran tidak dapat dipertanggung jawabkan.
e)       Aspek penelitian
Suatu rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya menyangkut data informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
f)       Aspek pendididkan
Suatu rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang dipergunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang profesi pendidikan kesehatan.
g)      Aspek Dokumentasi
Suatu rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Dengan melihat dari beberapa aspek diatas, rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas karena tidak hanya menyangkut antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan saja. Kegunaan rekam medis secara umum adalah :
a.       Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli kesehatan lainnya yang ikut ambil bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan, dan perawatan kepada pasien.
b.      Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada pasien.
c.       Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan pasien selama berkunjung atau dirawat di rumah sakit
d.      Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien.
e.       Melindungi kepentingan hokum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
f.       Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
g.      Sebagai dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis yang diterima pasien.
h.      Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan  serta bahan pertanggung jawaban dan laporan

d.      Dasar Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis
Yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan Rekam Medis menurut buku pedoman pelayanan medis Dirjen YanMed (1997:147) diantaranya yaitu :
1.      Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2.      Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3.      Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
4.      Peraturan Pemerintah RI No.10 tahun 1996 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.
5.      Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
6.      Peraturan Pemerintah RI No. 269/MenKes/PER/III/2008 tentang rekam medis.
7.      Peraturan Pemerintah RI No.290/Menkes/PER/III/2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran.
8.      Permenkes RI No.575/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis.
9.      SKDirjenYanMed No.78/Yan.Med/RS.Umum.Dik/YMU/I/91 tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit.
10.  SK Menkes RI No. 034/BIRHUP/1972. Ada  kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk menyelengggarakan rekam medis dengan kegiatan menunjang pelayanan medis yang diberikan kepada pasien, meliputi membuati rekam medis berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.

e.       Penyelenggaraan Rekam Medis
Penyelenggaraan rekam medis pada suatu pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu pelayanan pada institusi tersebut, oleh karena itu pemerintah pun mengatur tata cara penyelenggaraan rekam medis dalam peraturan menteri kesehatan berupa Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008.
Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 diatur sebagai berikut:
1.      Rekam medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan (pasal 5 ayat 2). Agar data yang dicatat masih original dan tidak terlupakan.
2.      Setiap pencatatan rekam medis  harus disertai nama dan tanda tangan  petugas pelayanan kesehatan, hal ini untuk mempermudah sistem pertanggung jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5 ayat 4).
3.      Jika terdapat kesalahan pencatatan pada rekam medis, maka dapat dilakukan pembetulan (pasal 5 ayat 5).
4.      Pembetulan hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang telah dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga kerja tertentu yang bersangkutan pasal (5 ayat 6).
Dalam Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 pasal 12 menyatakan bahwa isi rekam medis adalah milik pasien (pasal 12 ayat 2) sedangkan rekam medis secara fisik adalah milik rumah sakit  atau institusi kesehatan (pasal 12 ayat 1). Jadi ringkasan medis tersebut jika dibutuhkan oleh pasien maka dapat diberikan isinya dengan cara dicatat, atau difotokopi oleh pasien (pasal 12 ayat 4).
Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 juga mengatur mengenai pemanfaatan berkas rekam medis dalam pasal 13. Pemanfaatannya pun harus mendapat persetujuan dari pasien atau ahli warisnya serta dijaga kerahasiaannya (pasal 13 ayat 2), terkecuali untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan pasien (pasal 13 ayat 3).
Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai berikut (pasal 13 ayat 3)
a.       Pemeliharaan kesehatan
b.      Alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi.
c.       Keperluan pendidikan dan penelitian.
d.      Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
e.       Data statistik kesehatan.

f.       Penanggung Jawab Pengisian Rekam Medis
Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun Rawat Jalan wajib membuat rekam medis. Membuat atau mengisi rekam medis adalah dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Menurut Dirjen Yanmed (2006:45) penanggung jawab pengisian rekam medis adalah sebagai berikut :
1.      Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melayani pasien dirumah sakit.
2.      Dokter tamu yang merawat pasien  dirumah sakit.
3.      Residen yang melaksanakan kepaniteraan klinik.
4.      Tenaga para medis perawatan dan tenaga para medis non perawatan yang langsung terlihat didalam antara lain: Perawat,Perawat gigi, Bidan, Tenaga laboratorium klinik, Gizi, Anestesi, Penata Rontegen, Rehabilitasi Medik dan lain sebagainya.
5.      Untuk dokter luar negeriyang melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa tindakan atau konsultasi kepada pasien, maka diatur oleh direktur rumah sakit.

3.      Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang RI no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan Rawat Jalan, rawat jalan, gawat darurat.
Menurut American Hospital Association (Azrul Azwal, 1996:82) “Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien”.
4.      Kodifikasi/ Coding
a.       Pengertian Coding
Salah satu kegiatan rekam medis adalah pengolahan data yang diantaranya yaitu coding. Menurut Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik (2006:59), kodifikasi atau coding adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data.
Menurut Direktorat Jendral Bina Pelayanan medik (2006:60) kecepatan dan ketepatan kodifikasi dari suatu diagnosis dan tindakan sangat bergantung pada pelaksanaan yang menangani rekam medis tersebut yaitu :
1.      Tenaga medis dalam menetapkan diagnosa.
2.      Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode
3.      Tenaga kesehatan lainnya.
Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait dan tidak boleh dirubah. Oleh karenanya diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diisi lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada buku ICD10.
Tenaga rekam medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang ditetapkan oleh tenaga medis. Olek karenanya untuk hal hal kurang jelas atau tidak lengkap sebelum coding ditetapkan komunikasikan terlebih dahulu kepada tenaga medis yang menetapkan diagnosis tersebut. Setiap dokter yang telah menangani pasien baik rawat jalan, rawat jalan maupun gawat darurat maka dokter harus menetapkan diagnosa akhir.

5.      Pengertian ICD-10
ICD-10 menurut WHO (2004:1) dijelaskan bahwa ICD-10 merupakan singkatan dari International Classifical of Dieseases and Health Problems. Yang merupakan buku pedoman revisi kesepuluh klasifikasi penyakit yang digunakan secara Internasional yang disusun berdasarkan sistem kategori dan dikelompokan dalam satuan penyakit menurut kriteria yang telah disepakati pakar internasional.
6.      Fungsi ICD-10
Sebagaimana dikemukakan oleh Hatta (2011:134), fungsi ICD-10 salah satunya adalah sebagai berikut :
a.   Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana pelayanan  kesehatan.
b.      Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis. Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s (Diagnosis Related Groups) untuk sistem penagihan  biaya pelayanan.
c.       Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.
7.      Struktur ICD-10
Menurut Hatta (2011:135), dalam buku ICD-10 terdiri dari 3 volume, yaitu :
a.      Volume 1
1)      Pengantar
2)      Pernyataan
3)      Pusat-pusat kolaborasi WHO untuk klasifikasi penyakit
4)      Laporan konferensi Internasional yang menyetujui revisi ICD-10
5)      Daftar kategori 3 karakter
6)      Daftar tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub kategori empat karakter
7)      Daftar morfologi neoplasma
8)      Daftar tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas
9)      Definisi-definisi
10)  Regulasi-regulasi nomenklatur

Daftar tabulasi mortalitas terdiri atas :
1)      Daftar Ikematian umumdaftar dengan 103 penyebab yang luas (General Mortality Condensed List103 Causes)
2)      Daftar II kematian umum daftar terpilih dengan 80 penyebab (General Mortality Condensed List 80 Causes)
3)      Daftar III kematian bayi dan anakdaftar dengan 67 penyebab yang luas (Infant and Child Mortality Condensed List67 Causes)
4)      Daftar IV kematian bayi dan anakdaftar terpilih dengan 51 penyebab (Infant and Child Mortality Selected List51 Causes)
Daftar tabulasi morbiditas (terdiri dari 298 penyebab)
Volume 1 (edisi ke1) terdiri atas 21 bab dengan sistem kode alfanumerik. Pada volume 1 edisi ke2 terdapat penambahan bab menjadi 22 bab. Bab disusun menurut grup sistem anatomi dan grup khusus. Grup khusus mencakup penyakitpenyakit yang sulit untuk diletakan secara anatomis.
Pengkodean dimulai dengan huruf, 15 bab menggunakan satu huruf (bab IVVI, IXXVIII, XXI dan XXII), tiga bab menggunakan huruf yang juga dipakai oleh bab lain (bab III menggunakan alphabet D, yang sama dengan neoplasma, bab VII dan VIII menggunakan abjad H), dan empat bab memiliki lebih dari satu huruf (bab I,II,XIX dan XX).
b.      Volume 2
Buku ICD10 volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan ICD10 yang berisi :
1)      Pengantar
2)      Penjelasan tentang ICD (Internatiolan Classification of Diseases and Health Problems)
3)      Cara penggunaan ICD10
4)      Aturan dan petunjuk pengkodean morbiditas dan mortaias
5)      Presentasi statistik
6)      Riwayat perkembangan ICD
c.       Volume 3
Disebut Alphabetical Index (indeks abjad). Yang terdiri dari :
1)       Pengantar
2)      Susunan indeks secara umum
3)      Seksi I : Indeks abjad penyakit, bentuk cedera
4)      Seksi II : Penyebab luar penyakit
5)      Seksi III : Tabel obat dan zat kimia
6)      Perbaikan terhadap volume 1,2 dan 3





Tabel 1.1
RINCIAN BAB pada ICD-10
BAB
ALFABET
ICD
I
A00 B99
Penyakit Parasistik dan Infeksi Tertentu
II

C00 C99
D00 D48
Neoplasma ganas
Neoplasma insitu dan jinak
III
D50 D89
Penyakit darah dan organ pembentuk darah
IV
E00 E90
Penyakit Endrokin, Nutrisi dan Metabolik
V
F00 F99
Penyakit mental dan perilaku
VI
G00 G99
Penyakit sistem syaraf
VII
H00 H59
Penyakit Mata dan Organ Mata
VIII
H60 H95
Penyakit Telinga dan Prosesus Mastoid
IX
I00 I99
Penyakit Sistem Sirkulasi
X
J00 J99
Penyakit Sistem Respirasi
XI
K00 K93
Penyakit Sistem Degestif
XII
L00 L99
Penyakit Kulit dan Subkutan
XIII
M00 M99
Penyakit Otot,Kerangka Tulang dan Jaringan Ikat
XIV
N00 N99
Penyakit system Genitourinaria
XV
O00 O99
Kehamilan, Kelahiran dan Masa Nifas
XVI
P00 P96
Kelainan Tertentu yang Bermula dari Masa Perinatal
XVII
Q00 Q99
Kelainan Kongenital, Deformasi dan Kelainan Kromosom
XVIII
R00 R99
Tanda, Gejala, dan Hasil Pemeriksaan Klinik Laboratorium yang tidak diklasifikasikan ditempat lain
XIX
S00 T98
Cedera dan Keracunan
XX
V01 Y98
Sebabsebab Luar Motalitas dan Morboditas
XXI
Z00 Z99­
Faktor yang mempengaruhi Kesehatan dan Kontak dengan Pelayanan Kesehatan
Sumber : WHO (2004:31)
8.      Dasar menentukan kode berdasarkan ICD10
Menurut WHO (2004:32), dijelaskan bahwa sebelum menetapkan kode penyakit, coder memerlukan pengetahuan mengenai prinsip dalam pengklasifikasian dan pemberian kode.Petunjuk sederhana untuk membantu dalam menggunakan ICD10, yaitu :
a.       Identifikasi jenis pernyataan diagnosis yang akan dikode dan segera dirujuk pada volume 3.
b.      Carilah Lead Term atau kata kuncinya.
c.       Ikuti catatan yang berada dibawah kata kunci untuk mencari kode yang lebih spesifik.
d.      Baca semua kata yang ada didalam tanda kurung/ parantheses setelah kata kunci.
e.       Ikuti dengan seksama rujukan selang atau see also.
f.       Rujuk ke olume 1 untuk memastikan kode dengan mengabaikan karakter ke4.
g.      Lihatlah petunjuk Inclusion atau Exclusion.
h.      Tentukan kode.
9.      Konvensi dan tanda baca yang digunakan dalam ICD
Menurut WHO (2004:22), dijelaskan bahwa dalam ICD volume  terdapat konvensi dan tanda baca yang dapat digunakan untuk mendapatkan kode yang lebih tepat. Berikut ini merupakan penggunaan konvensi dan tanda baca yang sering digunakan dalam buku ICD10.
a.       Inclusion Term
Dalam rubrik 3 dan 4 karakter terdapat sejumlah terminologi diagnosa yang dikenal sebagai Inclusion Term yang tampak dalam bentuk tambahan judul. Sebagai contoh, pembuatan diagnosa yang diklasifikasikan  pada kategori tersebut. pernyataan ini dapat dirujuk ke kondisi yang berbeda atau sinonimnya.
Contoh :   A06            Amoebiasis Includes Infection Due to Entamoeba      Hystolitica.
Inclusion Term terutama terdapat pada daftar sebagai petunjuk untuk isi kategori. Beberapa item pada daftar berhubungan dengan istilah yang penting. Selain itu ada kondisi peralihan (borderline) atau lokasi yang terdaftar untuk membedakan batas antara subkategori yang satu dengan yang lainnya. Daftar Inclusion Term tidak cukup lengkap, nama diagnosa alternatif yang termasuk dalam indeks alphabet dirujuk ke buku volume 1 bila member kode suatu diagnosa.
b.      Exclusion Term
Rubrik tertentu berisi daftar kondisi yang didahului dengan kata “Excludes” meskipun judul menunjukan istilah tersebut diklasifikasikan ditempat lain.
Contoh pada kategori : A09 Diarrhoea and Gastroenteritis of presumed infection origin excludes due to bacterial, protozoal, viral and other specifid infection agent (A00A08)
c.       Deskripsi daftar istilah (Glossary Description)
Sebagai tambahan dari Inclusion dan Exclusion Term pada bab V, mental and behavioural disorder menggunakan daftar istilahuntuk menunjukan isi rubrik. Kelengkapan ini digunakan untuk terminologi mental disorder di berbagai negara dengan nama yang sama untuk menggambarkan kondisi yang tidak terlalu berbeda. Daftar istilah ini tidak ditujukan untuk petugas pemberi kode.
d.      Sistem Dagger (†) dan Asterisk (*)
Kode primer untuk penyebab penyakit (Underlying Diseases) diberi tanda dagger (†) dan kode tambahan untuk manifestasinya diberi kode asterisk (*). Konvensi ini diberikan karena kode penyebab penyakit sering tidak memuaskan untuk kompilasi statistik yang berhubungan dengan keahlian tertentu. Untuk kodifikasi, tanda asterisk (*) tidak pernah digunakan tersendiri. Contoh : Cataract Diabetic : E14.3† H28.0*
e.       Ketentuan yang digunakan pada daftar tabulasi
Pada Exclusion dan Inclusion Term, ICD10 mencantumkan beberapa ketentuan khusus yang berhubungan dengan penggunaan ICD10 sebagai berikut :
1)      Tanda kurung / Parentheses
a.       Untuk membatasi kata supplemen setelah suatu istilah diagnostik tanpa mempengaruhi kode kata diluar tanda kurung, misalnya pada “Hypertension (Accelerated) (Benign) (Primary) (Systemic)”, menunjukan bahwa : I10 adalah kode untuk penyakit “Hypertension” atau apabila ditentukan ditentukan beberapa kombinasi kata dalam kurung.
b.      Sedangkan pada buku jilid 1, tanda kurung digunakan untuk membatasi kode lokasi rujukan.
Contoh :  H01.0 Blepharitis
Exclude : Blepharoconjunctivitis (H10.5).
c.       Tanda kurung pada judul blok untuk membatasi kode kategori yang termasuk dalam blok.
Contoh : Renal Failure (N17N19).
d.      Untuk membatasi kode dagger pada suatu kategori asterisk atau kode asterisk setelah Term Dagger.
Contoh : A17† Tuberculous Meningitis (G01*).
2)      Square Brackets [ ]
a.       Untuk membatasi sinonim kata alternatif atau kalimat keterangan, contoh : A30 Leprosy [Hansen Diseases]
b.      Untuk merujuk ke catatan sebelumnya.
Contoh : C00.8 Overlapping Lesion of Lip
[see note 5 at the beginning of this chapter]
c.       Untuk merujuk ke pernyataan sebelumnya.
Contoh : K27 Peptic Ulcer, site unspecified
[see before K25 for subdivisions]
3)      Colon/ Titik dua :
Tanda ini digunakan untuk menjelaskan bahwa kata didepannya baru lengkap bila ditambah dengan kata dibelakangnya.
Contoh : K36Other Appendicitis
Appendicitis :
. Chronic
. Recurrent
4)      Brace/ tanda kurung kurawal { }
Digunakan pada daftar Inclusion dan Exclusion Term untuk menunjukan katakata yang mendahuluinya atau sesudahnya bukn istilah yang lengkap.
Contoh : G93.5     Compression of Brain
Compression                            
}of Brain (Stem)
Herniation
   
5)      NOS
Singkatan dari “Not Otherwise Specified” yang berarti “Unspecified” atau “Unqualified”, tidak spesifik atau tidak jelas. Pemberi kode suatu istilah tidak dikualifikasikan jika informasi yang disediakan tidak begitu jelas.
Contoh :    A03.9              Shigellosis, unspecified
                                                                 Bacillary Dysentry NOS
6)      NEC
Singkatan dari “Not Elsewhere Classified”. Apabila digunkan judul pada kategori tiga karakter, NEC merupakan sebagai peringatan bahwa beberapa jenis tertentu dari kondisi yang tercantum dalam rubrik tersebut bias saja tercantum pada klasifikasi lain.
 Contoh :     J16      Pneumonia due to other infection organism,
Not Elsewhere Classified.
7)      And” dalam judul
Pada ICD10 “dan” berarti “dan/atau”.
Contoh : S49.9 Unspecified injury of shoulder and upper arm
Berarti cedera yang tidak spesifik dari bahu atau cedera lengan     atas.
8)      Point Dash/ Titik Strip (.)
Digunakan sebagai pengganti karakter keempat dari satu kategori, titik strip (.) menunjukan pada pemberi kode bahwa satu karakter keempat dan sebaliknya dicari dalam kategori yang cocok pada daftar tabulasi.
Contoh :    G03 Meningitis due to other and unspecified cause,
Excludes : Meningoencephalitis (G04.)

10.  Bab XIX : Cedera, keracunan dan akibat tertentu lainnya dari penyebab Eksternal
Menurut WHO (2004:862), blokblok pada bagian S, T00 T14 dan T90 T98 berisi cedera yang level karakter ketiganya diklasifikasikan menurut jenis cedera yang mengikutinya :
a.       Superficial injury/ cedera luar (permukaan),
b.      Open wound/ luka terbuka,
c.       Fracture/ patah tulang,
d.      Dislocation, sprain and strain/ urai sendi terkilir, tegang,
e.       Injury to nerves and spinal cord/ cedera pada syaraf dan sumsum tulang belakang,
f.       Injury to blood vessels/ cedera pada pembuluh darah,
g.      Injury to muscle and tendon/ cedera pada otot dan urat otot,
h.      Crushing injury/ luka hancur,
i.        Traumatic amputation/ terpotong anggota gerak karena cedera,
j.        Injury to internal organs/ terpotong anggota gerak karena cedera,
k.      Pada saat menggunakan bab XIX maka aturan ICD10 mengharuskan penggunaan bab XX sebagai kode sifat dari penyebab eksternal.
11.  Bab XX : Penyebab Eksternal Morbiditas dan Mortalitas
Kode-kode ini tidak mungkin digunakan sebagai kode utama, kode ini digunakan sebagai kode tambahan untuk mengidentifikasi sebab eksternal dan kondisi yang diklasifikasikan dalam bab XIX dan dapat pula digunakan sebagai jode tambahan bersama dengan kondisi yang diklasifikasikan dalam bab lain yang mempunyai sebab eksternal.
a.       Bab ini terdiri dari 8 blok : (WHO, 2004 : 977)
V01-X59         Kecelakaan.
X60-X84         Mencederai diri secara sengaja.
X85-Y09         Pembunuhan / cedera yang disengaja dilakukan oleh orang lain.
Y10-Y34        Kejadian yang tidak dapat ditentukan disengaja atau tidak.
Y35-Y36         Tindakan intervensi legal/resmi dan perang.
Y40-Y84         Komplikasi akibat tindakan medik dan bedah.
Y85-Y98        Sequele dari penyebab luar penyakit dan kematian.
Y90-Y98         Faktor tambahan berhubungan dengan penyebab sakit/ penyebab kematian.
b.      Karakter ke 4 : kode tempat kejadian
Menurut WHO (2004 : 979), kode kejadian dijelaskan dalam kategori W00-Y34 kecuali Y06 dan Y07, blok 1 sub blok 2 sampai dengan blok 4.
0                   Tempat tinggal
1                   Gedung tempat tinggal
2                   Sekolah
3                   Daerah untuk olah raga
4                   Jalan bebas hambatan
5                   Tempat dagang, pelayanan umum
6                   Daerah industri, bangunan (contruction)
7                   Pertanian
8                   Tempat ditentukan lain
9                   Tempat tidak ditentukan
Digunakan sebagai tambahan pada kategori V01-Y34. Untuk menyatakan aktifitas penderita pada waktu kecelakaan terjadi. (WHO, 2008:98)
0                    Sedang melakukan aktifitas olah raga
1                    Sedang dalam waktu senggang
2                    Waktu bekerja menghasilkan uang
3                    Sedang mengerjakan pekerjaan selain no 0,1,2
4                    Waktu istirahat, tidur, makan atau pekerjaan vital lain
8          Sedang mengerjakan aktifitas lainnya
9          Dalam aktifitas yang tidak ditentukan
12.  Pengkodean Morbiditas
Dalam menentukan kode ICD digunakan analisis morbiditas selama pasien berada ditempat pelayanan kesehatan, dari analisis morbiditas ditemukan kondisi utama atau diagnosa yang relevan dengan treatment dan investigasi selama berada dalam pelayanan kesehatan tesebut.
Kondisi utama adalah “suatu diagnosis/ kondisi kesehatan yang menyebabkan pasien memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang ditegakan pada akhir episode pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya”. (Hatta, 2011:140)
Selain memilih diagnosa utama, dalam berkas rekam medis terdapat diagnosa tambahan, maka pisahkan mana yang merupakan diagnosa utama dan mana yang merupakan diagnosa tambahan.
Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi sekunder sebagaimana dikemukakan oleh Hatta (2011:140), “kondisi sekunder/ diagnosis sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode pelayanan”.
13.  Aturan dalam menyeleksi kembali diagnosa utama
Dalam menuliskan diagnosa tidak menutup kemungkinan dokter menukis diagnosa utama tidak sesuai dengan aturan ICD, maka dari itu seorang coder harus mampu menyeleksi u;ang diagnosa utama, berikut ini adalah aturannya : (WHO,2004:113)
a.       Rule MB1 : Kondisi minor dicatat sebagai “Kondisi Utama”, sedangkan kondisi yang lebih bermakna dicatat sebagai “Kondisi Lain”.
Pada suatu kondisi minor atau kondisi yang telah berjalan lama atau suatu masalah yang isudentil dicatat sebagai “Kondisi Utama”, dan suatu kondisi yang lebih berarti relevan bagi perawatan yang diberikan dan atau spesialisasi dicatat sebagai “Kondisi Lain”, reseleksi yang terakhir sebagai “Kondisi Utama”.
Contoh :
Kondisi Utama : Congestive Heart Failure
                 Kondisi Lain    : Fractur Colum Femuris
karena jatuh dari tempat tidur selama opname. Pasien di rumah sakit selama empat minggu.
Prosedur          : Fiksasi internal patah tulang.
Bidang khusus : Penyakit dalam satu minggu kemudian pindah    ke   bedah orthopedic bagi perawatan patah tulang.
Reseleksi kembali Fraktur Colum Fremis sebagai “Kondisi Utama” dengan kode S72.0
b.      Rule MB2 : beberapa kondisi sekaligus tercatat sebagai “Kondisi Utama”.
Bila tercatat beberapa kondisi yang tidak dapat digabungkan dalam satu kode sebagai kondisi utama, sedangkan rincian-rincian lain dalam catatan mengacu pada salah satu diantaranya sebagai kondisi utama yang menyebabkan seorang pasien dirawat, pilihlah kondisi tersebut atau pilih kondisi yang pertama kali disebut.
Contoh :
Kondisi utama :           Cataract
Staphycoccal Meningitis
Ishaemic Heart Disease
Kondisi lain : -
Pilih Staphycoccal Meningitis (G00.3) sebagai kondisi utama.

c.       Rule MB3 : Kondisi yang tercatat sebagai kondisi utama berisikan gejala (Symptom) dari kondisi yang di diagnosis dan dirawat.
Dalam kasus ini apabila gejala atau tanda-tanda penyakit yang biasanya diklasifikasikan di Chapter 18 atau masalah lainnya di Chapter 21 tercatat sebagai diagnosa utama maka seleksi ulang kondisi tersebut dan tentukan kode untuk diagnosis utama.
Contoh : Kondisi utama          : Haematuria
Kondisi lain`           : Varicose Veins Of legs papillomata Of  posterior    Wall Of Bladder
Perawatan               : Eksisi Diathermi Papilloma
Bidang khusus        : Urologi
Reseleksi Papillomata Of Posterior Wall Of Bladder sebagai kondisi utama dengan kode D41.4
d.      Rule MB4 : Spesifik
Dimana diagnosa dicatat sebagai “kondisi utama” yang mendeskripsikan sebuah kondisi dalam istilah yang memberikan informasi yang lebih tepat mengenai tempat atau sifat dasar kondisi dicatat ditempat lain, reseleksi yang terakhir ini sebagai kondisi utama.

Contoh : Kondisi Utama         : Cerebrovaskular Accident
                      Kondisi lain             : Diabetes Mellitus
                                                        Hypertension
                                                        Cerebral haemorrhage
Reseleksi Cerebral Haemorrhage sebagai kondisi utama dengan kode I61.9.
e.       Rule MB5 : Kode Alternatif
Bilamana suatu tanda atau gejala tercatat sebagai “kondisi utama” dengan indikasi disebabakan oleh suatu kondisi lain, pilihlah gejala tersebut sebagai pilihan diagnosis untuk “Kondisi Utama”, pilihlah kondisi yang pertama dicatat.
Contoh
Kondisi utama : Acute Cholecystitis Or Acute Pancreatitis
Kondisi lain     : -
Pilih Acute Cholecystitis sebagai “kondisi utama” dengan kode K81.0
14.  Diagnosa
Diagnosa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:261) adalah “proses penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda dan gejala dengan menggunakan cara dan alat seperti laboratorium, foto dan klinik”.
Menurut kamus kedokteran Dorland edisi ke-25 (2005:310), diagnosa terdiri dari :
1.      Clinical Diagnostic, yaitu :
Diagnosis berdasarkan tanda, gejala dan pemeriksaan laboratorium selama hidup.
2.      Differential Diagnostic, yaitu :
Penentuan satu dari beberapa penyakit yang dihasilkan oleh suatu gejala.
3.      Physical Diagnostic, yaitu :
Diagnosis berdasarkan informasi yang didapat dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.



15.  Rawat Jalan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2005:935) menjelaskan bahwa “Rawat Jalan adalah perawatan pasien dengan cara tidak menginap di rumah sakit”.

16.  Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)   
Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA mengandung 3 unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan Atas. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut :
1.      Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2.      Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
3.      Yang dimaksud dengan infeksi Atas adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses Atas meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (DepKes. RI, 1998 : 3 dan 4).
4.      Saluran pernafasan pada manusia adalah alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk bernafas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru.
5.      Penyakit yang Atas artinya penyakit yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari (DepKes.RI, 1985 : 1).
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk bernafas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru, dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

17.  Puskesmas
Menurut DepKes RI (2004), Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kesehatan.
1. Unit Pelaksana Teknis Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten / kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh Bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Pertanggung jawaban Penyelenggaraan Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten / kota adalah dinas kesehatan kabupaten / kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten / kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja Secara Nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu Kecamatan, tetapi apabila di satu Kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota