Halaman

Senin, 07 Juni 2021

Pertimbangan Ethics Dalam Pengangkatan Pejabat Struktural di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen

 

Triyo Rachmadi¹

Abstract

Regional autonomy has an impact on district or cities having the authority to regulate ans manage their own regions that produce their own legal product. The district or city government has the right to regulate government governance. The process of appointing civil servant in structural positions raises ethical problem because Baperjakat in carrying out its duties has a tendency to not comply with the provisions. This research aims to determinate the reason for ethical considerations in the appointment and promotion of structural positions in the Kebumen District Government and legal theory that explain ethical consideration in the appointment and promotion of structural positions in the Kebumen Regency Government. The research methode used is sociological or empirical non-doctrinal methods with a qualitatif descriptive approach. The informan respondents came from the Baperjakat team, structural officials, non structural officials and community leaders. The result of the research explain that the process of appointing structural officials does not meet the appliacabe regulations and only prioritizes the structural formation needs of each agency. There is a tendency for transactioans, personal and groups interest in the structural assignment process. There is no opennes, honesty and ethical values in the process. The theory that can explain is the ethics thery of Georg Wilhem Friedrich Hegel and the ethical governance theory. The process of appointing structural officials in local government requires ethical and moral considerationsfrom those who are directly involved. Ethics considerations are the last alternative way of a decision taken by the Baperjakat team as justice value in public.

 

Keywords: ethics, official, structural

 

Abstrak

Pendahuluan

Otonomi Daerah menimbulkan dampak pada daerah terutama Kabupaten/ Kota memiliki kewenangan mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Dari kewenangan tersebut maka daerah Kabupaten dan Kota dapat menghasilkan produk hukum sendiri seperti Peraturan Bupati, Peraturan Daerah dan kebijakan publik yang lain. Sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Kota berhak mengatur tata kelola pemerintah. Dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/ kota, Kepala dan Wakil Kepala Daerah dibantu oleh pejabat struktural Pegawai Negeri Sipil yang memimpin setiap Organisasi Perangkat Daerah. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural pada Bab V Pasal 14 ayat (1) mengatakan bahwa:

Untuk menjamin kualitas dan obyektivitas dalam pengangkatan, pemindahan dan pemeberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan struktural Eselon II ke bawah di setiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat.

Dari peraturan tersebut timbul suatu permasalahan dalam proses pengangkatan Pegawai negeri Sipil (PNS) dalam jabatan struktural dikarenakan Baperjakat dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya memiliki kecenderungan tidak mematuhi ketentuan yang ada seperti tidak mempertimbangkan masa kerja, daftar urut kepangkatan maupun Indeks Profesionalitas Pegawai (IPP). Selain itu persyaratan pengangkatan sebagai pejabat struktural di Pemerintah Daerah Kabupaten Kota harus memenuhi persyaratan atau ketentuan  seperti yang tertuang pada Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yaitu berstatus sebagai PNS, memiliki pangkat serendah-rendahnya satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan, memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, semua undur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir, memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, sehat jasmani dan rohani, faktor senioritas kepangkatan, usia, pendidikan pelatihan jabatan dan pengalaman. Seperti pada kondisi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen sendiri banyak ditemukan Pejabat Struktural pada tingkatan eselon II ke bawah memiliki masa kerja pegawai yang lebih sedikit dibandingkan PNS lain yang bukan pejabat struktural, kepangkatan yang lebih rendah dibandingkan PNS lain dalam senioritas kepangkatan dan tingkat kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai dalam posisi jabatan struktural yang ditempati. Hal ini menimbulkan keraguan dalam menilai kinerja Baperjakat di daerah. Sementara tidak ada lembaga atau organisasi yang bertindak sebagai pengawas atau pembina dalam tim Baperjakat ini. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural pada Bab V Pasal 14 ayat (4) menjelaskan tentang tugas pokok Baperjakat Instansi daerah Propinsi dan Kabupaten memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi/ Kabupaten/ Kota dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan stuktural eselon II ke bawah. Dalam Alternatif dalam menyelesaikan permasalahan hukum ini adalah pertimbangan ethics dari masing-masing personal tim Baperjakat ini. Masyarakat atau internal PNS di lingkungan Pemerintah Daerah dapat menilai hasil kinerja dari tim Baperjakat ini dari hasil rekomendasi dan pengangkatan pejabat struktural di pemerintah daerah melalui korelasinya dengan perilaku ethics-nya. Dengan kata lain, ethics dari tim Baperjakat tercermin dari hasil susunan PNS yang diangkat menjadi pejabat struktural.

 

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan hukum tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1.        Mengapa diperlukan pertimbangan ethics dalam pengangkatan dan promosi jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen?

2.        Bagaimana teori hukum menjelaskan tentang pertimbangan ethics dalam pengangkatan dan promosi jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen?

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode non doktrinal sosiologis atau empiris dengan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu suatu pendekatan yang memandang hukum sebagai gejala sosial yang terlepas keterkaitannya dengan hukum sebagai suatu kaidah normatif. Metode kualitatif merupakan metode yang memusatkan perhatian kepada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-pola analisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui pertimbangan ethics dalam pengangkatan pejabat struktural karena dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada di balik proses pembuatan hukum.[1] Penelitian korelasional bertujuan untuk mencari atau menguji hubungan antara variabel. Peneliti mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkenalkan, menguji berdasarkan teori yang ada.

Sumber data adalah sumber dari data tersebut diperoleh. Sumber data berupa sumber data primer dan sumber data sekunder.

1.    Sumber data primer digunakan sebagai data utama dalam penelitian. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan penelitian, biasanya berupa uraian lisan atau tulisan yang ditujukan oleh informan.[2]

     Dalam penelitian ini data yang diperoleh berasal dari informan yang terdiri dari pihak Tim Baperjakat, PNS Pejabat Struktural, PNS bukan pejabat struktural dan masyarakat.

2.    Sumber data sekunder, adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.[3]

Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang dipergunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum primer dan bahan hukum tersier yaitu:

a.    Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat outoritatif, artinya memiliki suatu otoritas mutlak yang mengikat. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, putusan hakim, catatan resmi, penjelasan, risalah dan yurisprudensi. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.

b.    Bahan hukum sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan hukum primer, meliputi;[4]

1)        Abstrak

2)        Indeks

3)        Bibliografi

4)        Penerbitan pemerintah

5)        Bahan acuan lainnya seperti, buku atau literatur, dokumen atau catatan, hasil-hasil penelitian terdahulu, hasil penelitian ilmiah para sarjana yang terkait dengan pokok permasalahan.

Bahan hukum sekunder dapat digunakan untuk membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Untuk penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan adalah Profil Data Kepegawaian dan Pejabat Struktural Kabupaten Kebumen,

c.    Bahan Hukum Tersier yang meliputi Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.

 

Metode pengambilan data

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat pengumpul data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview.[5]

1.    Studi Dokumen

     Studi dokumen meliputi studi terhadap bahan-bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan teori kesehatan, buku dan jurnal kesehatan.

2.    Pengamatan atau Observasi

     Pengamatan merupakan alat pengumpul data untuk melihat masyarakat guna merumuskan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat tertentu yang harus memenuhi persyaratan tertentu (validitas dan reliabilitas).[6] Persyaratan tersebut yaitu sasaran pengamatan harus luas, dapat menafsirkan gejala yang diamati, unsur subyektifitas pengamat dan pencatatan hasil pengamatan. Bentuk observasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah non participant obsevation[7], karena peneliti tidak sepenuhnya melibatkan diri kedalam situasi sosial yang diamati akan tetapi melakukan fungsinya sebagai pengamat. Observasi dilakukan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen dan masyarakat. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Kebumen dikarenakan penulis berdomisili di Kabupaten Kebumen dan mengetahui permasalahan yang diteliti.

Teknik Analisis Data dilakukan dengan kualitatif yaitu pengumpulan data bersifat monografis atau berwujud kasus yang tidak disusun ke dalam struktur klasifikasi.[8]

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya.[9] Setelah data didapatkan kemudian dianalisis dan ditempatkan pada bagiannya masing-masing sesuai pola yang didapat. Display data adalah penyajian data dalam bentuk uraian-uraian yang disusun secara sistematis. Kemudian tahap berikutnya adalah tahap penarikan kesimpulan.

 

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kabupaten Kebumen diperoleh informasi per tanggal 1 Maret 2021 dari total kotak jabatan struktural sejumlah 784 jabatan baru terisi 714 jabatan yaitu pada jabatan pimpinan tinggi pratama pada eselon II.a berjumlah 1 orang dan eselon II.b berjumlah 22 orang, jabatan administrator pada eselon III.a berjumlah 62 orang dan eselon III.b 107 orang, jabatan pengawas pada eselon IV.a berjumlah 389 orang dan eselon IV.b berjumlah 133 orang. Kekurangan kekosongan jabatan dikarenakan jabatan struktural masih diisi oleh PNS dengan status pelaksana tugas (Plt) dan menunggu proses pelantikan kepala daerah dan enam bulan setelah pelantikan sesuai ketentuan yang ada. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No or 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural pada pasal 16 ayat (1) menyebutkan:

“Ketua Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/ Kota adalah Sekretaris Daerah kabupaten/ Kota dengan anggota para pejabat eselon II dan sekretaris dijabat oleh pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian dengan masa keanggotaan Bapejakat adalah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan berikutnya”

Berdasarkan peraturan tersebut dapat dipahami bersama bahwa ketua tim Baperjakat Daerah Kabupaten/ Kota adalah Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota yang merupakan pejabat publik dan sekaligus PNS dengan eselon tertinggi di Kabupaten/ Kota sehingga tidak ada pengawasan dan evaluasi dari institusi di atasnya dalam proses penentuan dan pengangkatan PNS sebagai pejabat struktural. Tim Baperjakat dapat bekerja sekehendak hati terkait waktu dan lamanya sidang, prosedur penetapan dan dapat merubah hasil akhir setiap saat. Tim Baperjakat cenderung tidak mematuhi ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yaitu berstatus sebagai PNS, memiliki pangkat serendah-rendahnya satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan, memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir, memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, sehat jasmani dan rohani, faktor senioritas kepangkatan, usia, pendidikan pelatihan jabatan dan pengalaman. Selain itu, tidak adanya lembaga yang mengawasi menimbulkan potensi terjadi arogansi keputusan, transaksional diantara tim baperjakat dan calon pejabat, korupsi, kolusi dan nepotisme serta ketidakadilan pada PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen.

Dari hasil penelitian diperoleh informasi wawancara dari anggota tim Baperjakat Kabupaten Kebumen (inisial H) bahwa dari semua kriteria PNS yang akan diangkat menjadi pejabat struktural berdasarkan usulan dari pejabat struktural eselon II di masing-masing dinas atau badan. Tim Baperjakat hanya mengevaluasi kembali rekam kepegawaiannya dan didiskusikan bersama sesama anggota tim. Usulan dari pejabat eselon II sudah dianggap mewakili dari usulan masing-masing dinas atau badan. Tim Baperjakat lebih memprioritaskan kebutuhan dari kekosongan formasi institusi yang akan diisi.  Untuk faktor kompetensi, tingkat pendidikan, senioritas kepangkatan, pendidikan pelatihan dan pengalaman tidak harus menjadi patokan seorang PNS untuk diangkat menjadi pejabat struktural dikarenakan faktor tersebut dapat dipenuhi saat PNS tersebut setelah diangkat menjadi pejabat struktural. Penentuan PNS yang diangkat menjadi pejabat struktural melalui proses kesepakatan diantara sesama anggota tim Baperjakat dan tidak diketahui hasilnya oleh PNS yang akan diangkat menjadi pejabat struktural karena bersifat rahasia. Untuk pengawasan terhadap kinerja Tim Baperjakat tidak ada karena di dalam unsur Tim Baperjakat terdapat perwakilan dari Inspektorat yang bertugas mengawasi tata kelola pemerintah Daerah yang kedudukannya di bawah Sekretaris Daerah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Pejabat Struktural (inisial P) diperoleh informasi bahwa dalam penentuan sidang yang dilakukan oleh Tim Baperjakat tidak diketahuinya, hanya mengetahui bahwa dalam proses pengangkatan menjadi pejabat struktural sudah melalui mekanisme sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tetapi sebelum pengusulan PNS calon pejabat struktural biasanya mendapat tawaran dari pejabat setingkat eselon II atau Kepala dinas atau Badan dari institusi tentang kesediaanya menjadi pejabat struktural. Satu hari sebelum proses pengangkatan atau pelantikan menjadi pejabat struktural telah memperoleh informasi tentang penempatannya menjadi pejabat struktural di suatu institusi organisasi tertentu selain surat undangan kehadiran pelantikannya. Informasi tentang susunan pejabat struktural yang akan diangkat dan dilantik dan posisi jabatnnya sudah dapat diketahui melalui pembicaraan di media online.

Berdasarkan hasil wawancara pada PNS yang bukan pejabat struktural (inisial A) diperoleh informasi bahwa dari mulai prosedur dan pengusulan semua PNS yang menjadi pejabat struktural tidak diketahuinya. Informasi yang diperoleh hanya setelah ada pemberitaan di media atau informasi dari sesama rekan PNS tentang adanya proses pelantikan PNS menjadi pejabat struktural. Hasil dari proses pelantikan PNS menjadi pejabat struktural dapat diketahui dari komunikasi melalui media whatsapp antara sesama rekan PNS yang diketahui banyak sekali ketidaksesuaian antara kriteria yang dipersyaratkan pada Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002. Sebelum proses pelantikan pejabat struktural telah diketahui oleh beberapa PNS yang lain yang bukan pejabat struktural dengan kata lain, tidak adanya kerahasiaan pada hasil proses persidangan tim Baperjakat. Ada rasa ketidak adilan pada proses pengangkatan pejabat struktural pada PNS yang lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen yaitu usia yang terlalu dini untuk diangkat, tidak berdasarkan urutan kepangkatan, tingkat pendidikan dan kompetensi yang tidak sesuai dengan posisi jabatannya maupun rekan jejak perilakunya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tokoh masyarakat dengan inisial S diperoleh informasi bahwa masyarakat tidak mengetahui dan memahami proses penetapan, pengangkatan dan pelantikan pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen. Masyarakat tidak mempersoalkan dan mempermasalahkan tentang prosedur dan pengangkatan pejabat struktural tersebut. Masyarakat hanya mengharapkan dari pengangkatan pejabat struktural tersebut dapat memperbaiki permasalahan di seluruh aspek kehidupan di masyarakat dan dapat melayani masyarakat dengan baik.

Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa ada permasalahan ethics dalam proses pengusulan dan hasil penetapan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Ethics dari proses pengusulan oleh Pejabat setingkat eselon II atau Kepala Dinas atau Badan tidak diperkenankan memberikan tawaran ataupun transaksi apapun dari calon pejabat struktural. Pejabat setingkat eselon II atau Kepala Dinas atau Badan diperbolehkan mengusulkan dengan pertimbangan persyaratan sesuai dengan peraturan Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002. Ada kecenderungan proses penawaran yang dilakukan tersebut berdasarkan kepentingan yang lain baik pribadi maupun politik dan ekonomi sehingga kemungkinan terjadi transaksional jabatan, arogansi keputusan, korupsi, kolusi dan nepotisme. Menurut Y.P Wisok, ethics bukanlah studi tentang apa yang ada melainkan apa yang seharusnya. Dalam proses melaksanakan tugas pokok dan fungsi dari seorang aparatur pemerintah adalah melaksanakan sesuai dengan seharusnya atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak memandang kepentingan yang lain. Ethics dalam melaksanakan sebuah tugas merupakan prinsip-prinsip moral termasuk dalam kebaikan dan sifat dari hak (the principle of morality, including the science of good and the nature of the rights) yang menjadi pedoman perilaku yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. Ethics menjadi sebuah ilmu tentang watak manusia yang ideal (human character in its ideal state) dan mengenai suatu kewajiban (duty). Ethics perlu dan penting dijalankan dalam memecahkan masalah setiap kehidupan supaya menghasilkan alternatif solusi yang baik dan memenuhi hak semua orang. Menurut Frans Magnis Suseno,[10]ethics tercermin dari perilaku dalam hal ini adalah primer, riil, terbuka, bersifat positif maupun negatif, orde tinggi atau arsitektonik dan absolut yang bebas dari mementingkan diri sendiri. Menurut Sumaryadi menyatakan bahwa etika pemerintahan mengacu pada kode etik profesional bagi mereka yang bekerja dan untuk pemerintahan melibatkan aturan dan pedoman tentang panduan bersikap dan berperilaku untuk sejumlah kelompok yang berbeda dalam lembaga pemerintahan termasuk para pemimpin terpilih, staf politik dan pelayan publik.[11] Dalam proses pengangkatan pejabat struktural dalam suatu institusi memerlukan nilai-nilai penghormatan terhadap hak asasi manusia, kejujuran, keadilan dan kepantasan, moralitas kesederhanaan dan nilai-nilai agama dan sosial.

Kata ethics yang dipakai oleh Georg Wilhem Friedrich Hegel dalam Bahasa Jerman adalah Sittlichkeit, dengan terjemahan Bahasa Inggris adalah moralitas seperti halnya etika.[12] Kata dasar Sittlichkeit adalah Sitt yang artinya adat istiadat dan keyakinan dalam menjalani hidup berkelanjutan. Dalam filsafat Hegel, lingkup etika menyangkut tindakan agen moral individu dan lingkungan normatif yang mendukung tindakan nilai moral tersebut. Pertimbangan etik dalam filosofi moral dan konteks institusi politik tidak ada perlakuan yang memadai dalam isolasi antara satu dengan yang lainnya. Teori Hegel tentang pemerintahan bahwa situasi yang rasional adalah aktual dan yang aktual menjadi rasional. Kebijakan pemerintah yang memerlukan pemikiran rasional menggunakan akal untuk membedakan aktualitas dalam realitas di masyarakat. Beberapa institusi pemerintah akan menjadi lebih rasional dan lebih aktual dalam kebijakannya. Menurut Teori Hegel, dalam proses pelaksanaan pengangkatan pejabat struktural dalam lingkungan pemerintah daerah memerlukan ethics yang rasional supaya dapat memperoleh hasil yang aktual. Bila proses pengangkatan pejabat struktural hanya mementingkan sekelompok orang tanpa memikirkan masyarakat maka dianggap sebagai proses tanpa ethics yang rasional sehingga memperoleh hasil yang tidak aktual. Pejabat struktural yang diangkat dalam proses yang tidak rasional akan menjadi informasi yang tidak aktual sehingga pejabat struktural setelah diangkat akan bekerja dengan kinerja yang tidak aktual bagi sebagian besar masyarakat. Dalam jurnal yang ditulis oleh Zaidan Nawawi berjudul Ethics of Public Administration in The Administration of Governance in Indonesia, Ilmu Administrasi Publik, Universitas Sjahkhyakirti, Palembang menjelaskan bahwa permasalahan etika terbanyak dalam pemerintahan di Indonesia adalah korupsi, kolusi dan nepotisme. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap proses dalam birokrasi pemerintahan yang tidak terbuka, jujur dan akuntabel dapat berpotensi menimbulkan korupsi, kolusi dan nepotisme termasuk di dalam proses pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural.

 

Penutup

Dalam proses pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota diperlukan pertimbangan ethics dan moral dari masing-masing pihak yang berhubungan langsung seperti pada Ketua dan anggota Tim Baperjakat dan pejabat eselon yang mengusulkan PNS calon pejabat struktural. Selain beberapa kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh PNS calon pejabat struktural sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku sebagai dasar pertimbangan dan pengusulan ke Tim Baperjakat, pertimbangan ethics menjadi jalan alternatif terakhir dari sebuah keputusan yang diambil oleh Tim Baperjakat dikarenakan Tim Baperjakat dianggap sebagai unit yang “super power” terkait pejabat yang diangkat yaitu unit yang tidak diawasi oleh lembaga manapun kecuali masyarakat. Pertimbangan ethics akan menjadi jalan yang panjang dalam menentukan seorang PNS menjadi pejabat struktural yang akan bekerja melayani kepentingan masyarakat. Harapan masyarakat dan setiap orang dalam proses pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural tanpa adanya transaksi apapun, kepentingan pribadi atau sekelompok tertentu, korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga terbentuk pemerintahan yang bersih dan beretika serta tercipta reformasi birokrasi yang baik. Penelitian ini sangat mengharapkan masukan dari beberapa pihak dan penulis berharap penelitian ini dilanjutkan penelitian-penelitian berikutnya untuk sampai kepada titik terkecil permasalahan dari proses pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural di Kabupaten Kebumen.

 

Daftar Pustaka

Ashsofa, Burhan, 2007, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Cetakan Kelima, Rineka Cipta;

Hegel, G.W.F., Baur, Michael, 2015, Key Consept, Routledge Taylor and Franch Groups, London and New York;

Ibrahim, Johny, 2006, Teori dan Methodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang;

Ishaq, 2016, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Disertasi, Alfabeta, Bandung;

Nurdin,  Ismail, 2017, Etika Pemerintahan, Norma, Konsep dan Praktek Etika Pemerintahan, Lintang Rasi Aksara Book, Yogyakarta

Pippin, Roberts, etc., 2004, Hegel on Ethics and Politic, Cambridge University Press;

Sunggono, Bambang, 2006, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Warassih, Esmi, 2011, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Cetakan II, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro;

 

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;

Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002;

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural;

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural;

Zaidan Nawawi Jurnal Ethics of Public Administration in The Administration of Governance in Indonesia, Ilmu Administrasi Publik, Universitas Sjahkhyakirti, Palembang.

http://kepegawaian.kebumenkab.go.id. akses 17 Maret 2021 jam 07.30 WIB.



[1]Amiruddin,H. Zainal Asikin, 2004, Loc.cit.halaman 167

[2] Bambang Sunggono, 2006, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 113.

[3]Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Methodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, hlm. 52.

[4]Soerjono Soekanto dan Sri Marmudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali Pers, halaman 33.

[5]Amiruddin, H. Zainal Asikin, Op.cit. Halaman 168.

[6]Ibid, halaman 72.

[7] Ibid, halaman 73

[8]op.cit. halaman 66

[9]Sugiyono, Op.cit., hal. 97-99

[10] Ismail Nurdin, M.Si., 2017, Etika Pemerintahan, Norma, Konsep dan Praktek Etika Pemerintahan, Lintang Rasi Aksara Book, Yogyakarta, hlm 5

[11]Ibid, hlm 9

[12] Hegel, 2015, Key Consept, Routledge Taylor and Franch Groups, London and New York hlm. 59


Tidak ada komentar: