Halaman

Jumat, 26 Agustus 2011

KONSEP TEORI FLU BURUNG,DISASTER & FLU BABI

KONSEP TEORI FLU BURUNG

A. Pengertian

Flu Burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza tipe A strain H5N1 yang ditularkan oleh unggas. Virus influenza terdapat 3 tipe yaitu A, B, C, ketiganya dapat menyerang manusia tetapi tipe A pada umumnya menyerang pada hewan tingkat rendah dan unggas. Virus AI sebenarnya tidak mudah menyerang manusia tetapi berubah karena mutasi/ reassortment. Masa inkubasi Flu Burung adalah 1 – 7 hari dengan rata-rata 3 – 4 hari. Saat ini banyak unggas bersifat “enzootic” yaitu sehat tetapi terinfeksi terutama unggas air) yaitu kotoran yang mengandung virus. Lingkungan yaitu tanah, air, lumpur dan pupuk atau biofertilizer dan sebagainya sudah tercemar. Outbreak (kematian dalam jumlah besar) pada unggas sudah jarang tetapi sporadic (kematian beberapa ekor) masih sering terjadi sehingga perlu diwaspadai.

Penyebab Flu Burung adalah Virus Influenza tipe A family Orthomyxoviriclae mempunyai 2 permukaan glikoprotein yang penting yaitu Hemaglutinin (H: 1-6) dan Neurominidase (H:1-9). Komposisi H dan N sangat labil mudah mengalami mutasi sehingga virulensi dan patogenitasnya sangat bervariasi, mudah menular dan pola penularannya sulit diketahui. Stabilitas H5N1 adalah tahan dalam air bersuhu 22º C selama 4 hari dan pada suhu 0º C tahan > 30 hari. Pada tinja unggas selama 32 hari, in aktif dengan pemanasan 56º C selama 3 jam dan pada suhu 60º c selama 30 menit. Pada daging ayam, virus in aktif pada suhu 80º C selama 1 menit dan pada suhu 60º C selama 30 menit. Pada telur, virus in aktif pada suhu 64º C selama 5 menit dan virus ini mudah in aktif dengan detergen, alcohol, karbol, bleach/ hipoklorit dan desinfektan lain.

Penularan Flu Burung dapat melalui kontak langsung dengan unggas (close contact, menyentuh, menyembelih, mengubur, mengolah dan lain-lain). Lingkungan seperti udara, air, tanah, lumpur, pupuk, alat yang tercemar dan konsumsi unggas/ produk unggas yang tidak dimasak secara sempurna dapat juga menjadi sumber penularan Flu Burung. Selain itu, penularan dapat melalui penderita tetapi sangat terbatas dan tidak efisien terbukti kasus klaster yang saat ini belum terbukti Human to Human Transmision. Faktor resiko terjadi Flu Burung adalah pada wilayah dimana terjadi interaksi dinamis antara manusia, hewan, virus dan lingkungan. Gejala dan cara penularan AI yaitu demam dengan suhu > 38º C, batuk, pilek dan sesak napas. Gejala klinis mirip dengan influenza musiman, kontak dengan unggas sakit/ mati, kontak dengan hewan lain seperti kucing, anjing dan lain-lain belum terbukti. Pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyakit.

B. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melalui anamnesa faktor resiko dan gejala. Pada gejala klinis dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium perlu diperiksa darah rutin, isolasi dari bahan darah, apus tenggorok/ hidung, serologi dan PCR. Pengambilan sampel pada waktu 1-3 hari dan masa konvalesensi 14 hari setelah gejala timbul.

C. Kasus Flu Burung

Kategori kasus Flu Burung dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Seseorang dalam penyelidikan

Seseorang atau sekelompok orang yang diputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang untuk dilakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) terhadap kemungkinan terinfeksi.

2. Kasus suspek

Seseorang yang menderita demam dengan suhu > 38º C disertai suhu atau lebih gejala: batuk, sakit tenggorok, pilek dan sesak napas, dengan satu atau lebih keadaan:

a. Dalam 7 hari terakhir sebelum muncul gejala klinis, mempunyai kontak dengan unggas sakit/ mati mendadak, tnggal di lokasi yang ada kematian unggas, kontak dengan penderita AI confirm, kontak dengan specimen Flu Burung.

b. Ditemukan leucopenia

c. Foto rontgen dada/ thoraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto.

3. Kasus probable

Untuk kasus probable adalah kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

a. Ditemukan kenaikan titer antibody terhadap H5 minimum 4 kali.

b. Hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 menggunakan uji netralisasi.

Atau seseorang yang meninggal karena penyakit saluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya dan secara epidemiologis menurut waktu tempat dan pajanan berhubungan dengan kasus probable atau konfirmasi.

4. Kasus Konfirmasi.

Kasus konfirmasi adalah seseorang yang memenuhi criteria suspek atau probable dan disertai hasil positif salah satu hasil pemeriksaan laboratorium berikut:

a. Isolasi virus influenza A/ H5N1

b. PCR Influenza A/ H5N1

c. Peningkatan ≥ 4 kali lipat titer antibody netrlisasi untuk H5N1 dan specimen konvalesen dibandingkan dengan specimen akut dan titer antibody netralisasi kon valesen harus ≥ 1/ 80.

d. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 ≥ 1/ 80 pada specimen serum yang diambil pada hari ke 14/ lebih setelah onset diserai hasil positif uji serologi lain.

Definisi Kontak adalah kontak dengan unggas didefinisikan sebagai merawat, membersihkan kandang, mengolah, membunuh, mengubur/ membuang/ membawa. Kontak dengan kasus didefinisikan sebagi kontak sejak satu hari sebelum si kasus sakit seperti merawat, berbicara, bersentuhan, tinggal serumah, bermain (< 1 meter).

D. Penatalaksanaan Kasus AI di Fasilitas Kesehatan Non Rujukan

Penatalaksanaan kasus AI di sarana fasilitas kesehatan non rujukan yaitu:

a. Segera berikan oseltamivir (< 48 jam sejak onset)

b. Bila tidak tersedia: mintalah ke Dinas Kesehatan kabupaten/ Kota

c. Segera rujuk ke Rumah Sakit dan laporkan (perhatikan SK No. 756/ Menkes/ SK/ IX/ 2006 tentang pembebasan biaya pasien Flu Burung)

d. Kewaspadaan universal: APD/ Alat pelindung Diri (pasien menggunakan masker bedah, perawat dan keluarga menggunakan masker N95), desinfeksi sarana angkutan.

e. Pemberian Oseltamivir dengan dosis dewasa (> 13 tahun) 2 x 75 mg selama 5 hari, anak-anak dengan dosis sesuai Berat badan (2 mg/ Kg BB/ hari diberikan 2 kali sehari, diberikan seawal mungkin (< 48 jam), tidak untuk profilaksis.

E. Alur Rujukan Pasien Suspek AI

(Sebaga Respon Medis)




Lapor

Rujuk

  1. Kajian Tatalaksana Kasus

Berdasarkan keadaan di lapangan:

- Mayoritas kasus di Indonesia fatal

- Mayoritas kasus adalah “doctor shooping” sebelum pasien diduga (suspek) terjangkit virus flu burung

- Mayoritas kasus menerima obat Oseltamivir setelah lima hari sejak munculnya gejala (sangat terlambat).

Dari keadaan tersebut sehingga perlu dilakukan tatalaksana yaitu setiap kasus ILI harus ditelusuri kemungkinan kontak dengan unggas/ unggas sakit/ mati. Selain itu petugas Puskesmas dan aparat desa harus aktif memantau kesehatan orang-orang yang berada di lokasi dimana terdapat wabah/ kematian unggas yang diduga AI selama dua minggu.

  1. Situasi Saat ini di Indonesia

Situasi kasus Flu Burung di Indonesia saat ini adalah:

-Kasus AI pada manusia sampai Desember 2008 sebanyak 141 kasus konfirmasi dengan 115 kematian (CFR 81,56 %).

-Terdapat klaster

-Terdapat 12 Propinsi dan 49 Kabupaten/ Kota tertular.

-Tahun 2009 ada kasus tambahan terutama di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Terdapat Propinsi baru yang ada kasus pada manusia: DI Yogyakarta sehingga propinsi tertular bertambah menjadi 13.

BAB VII

KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN AVIAN INFLUENZA DI INDONESIA

A. Tujuan

Umum

- Menurunkan angka kesakitan dan kematian Flu Burung

- Memutuskan rantai penularan Flu Burung dari unggas ke manusia

- Mewaspadai kemungkinan terjadinya penularan antar manusia sedini mungkin.

Khusus:

- Pencegahan terjadinya penularan Flu Burung pada manusia.

- Terdeteksinya dan penemuan penderita Flu Burung sedini mungkin

- Penatalaksanaan penderita Flu Burung pada manusia secara cepat, tepat dan ade kuat untuk menurunkan angka kematian Flu Burung

- Penegakan diagnosis laboratorium Flu Burung secara cepat dan tepat

- Terdeteksinya kemungkinan penularan antara manusia sedini mungkin

- Penanggulangan episenter Pandemi Influenza

- Penanggulangan Pandemi Influenza

B. Sasaran

- Masyarakat umum shingga mampu melindungi diri dan menerapkan PHBS

- Kelompok Resiko sehingga mampu melindungi diri dan segera mendapatkan pelayanan kesehatan bila tertular Flu Burung

- Kelompok strategis sehingga dukungan kebijakan, peraturan perundangan, dana, tenaga, sarana dan lain-lain

C. Prioritas Departemen Kesehatan

- Menurunkan jumlah kasus dan kematian melalui deteksi dini kasus dan prompt treatment

- Surveilans epidemiologi terpadu

- Kerjasama lintas sector.

- Penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media dan berbagai kesempatan.

D. Rencana Strategi Nasional

1. Pengendalian penyakit pada hewan

2. Penatalaksanaan kasus pada manusia

3. Perlindungan pada kelompok resiko tinggi

4. Surveilans epidemiologi pada hewan dan manusia

5. Restrukturisasi system industry perunggasan

6. Komunikasi resiko, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat

7. Penguatan dukungan peraturan

8. Peningkatan kapasitas

9. Penelitian kaji tindak

10. Monitoring dan evaluasi

E. Farm To Table

8 Kemungkinan penularan AI dari unggas ke manusia:

1. Chicken Farm

2. Collector

3. Transportasion

4. Markets

5. Slaughterhouse

6. Meat Stand

7. Food handlers

8. Consumer

BAB VIII

KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA

A. Pendahuluan

Di Indonesia sendiri menghadapi masalah beban ganda menghadapi Influenza Pandemi. Pada virus H5N1 masih merupakan virus dengan penularan dari unggas ke manusia. Sampai saat ini belum ada perubahan genetic dan belum ada penularan antar manusia/ terbatas pada hubungan darah. Virus ini masih dimonitor dan dinanti perubahan genetiknya. Virus ini juga menjadi resiko episenter Pandemi Influenza. Masalah lain adalah adanya virus baru yaitu H1N1.

Kejadian Pandemi Influenza pada abad 20 pernah terjadi di Spanyol tahun 1918 yang terkenal dengan sebutan Spanish Flu dengan korban 40 – 50 juta jiwa meninggal yang disebabkan virus jenis A (H1N1). Di Asia pada tahun 1957 yang terkenal dengan sebutan Asian Flu dengan korban 2 juta jiwa meninggal dunia yang disebabkan virus jenis A (H2N2). Di Hongkong pada tahun 1968 yang terkenal dengan sebutan Hongkong Flu dengan korban 1 juta jiwa meninggal dunia yang disebabkan virus jenis A (H3N3).

B. Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza

Pandemic influenza adalah suatu kondisi dimana wabah penyakit influenza yang telah menyebar ke berbagai Negara dan atau ke seluruh belahan dunia. Sedangkan episenter adalah suatu kondisi dengan ditemukan sejumlah orang dengan tanda dan gejala ILI kurang dari 20 orang di satu tempat. Beberapa factor penentu terjadinya pandemic influenza adalah:

1. Virus ini merupakan virus baru dengan tidak adanya kekebalan pada tubuh manusia.

2. Virus ini dapat bekembang biak pada manusia dan menimbulkan penyakit

3. Penyakit ini dapat menular dari manusia ke manusia secara efisien.

C. Periode Pandemi

Fase Interpandemi KLB AI

Resiko rendah pada manusia (1)

Resiko tinggi pada manusia (2)

Waspada Pandemi

Subtype baru influenza pada manusia

Tidak ada atau penularan antar manusia sangat terbatas (3)

Bukti penularan antar manusia (kelompok kecil) (4)

Peningkatan penularan h2h semakin meluas (5)

Pandemi

Penularan h2h efisien (6)

D. Episenter Pandemi Influenza

Episenter Pandemi Influenza adalah lokasi titik awal terdeteksinya sinyal epidemiologis dan sinyal virologist yang merupakan tanda terjadinya penularan influenza pandemic antar manusia yang dapat menimbulkan terterjadinya pandemic influenza.

E. Tujuan Penanngulangan Episenter Pandemi Influenza

Tujuan penanngulangan episenter pandemic influenza adalah memutus rantai penularan atau memperlambat penyebaran virus influenza pandemic yang menular antar manusia di wilayah penanngulangan sehingga tidak meluas dan menyebar ke wilayah lain. Ada dua sinyal pandemic yaitu sinyal epidemiologis dan sinyal virologis.

a. Sinyal Epidemiologis

Klaster penderita atau kematian karena pneumonia yang tidak jelas penyebabnya dan terkait erat dalam factor waktu dan tempat dengan rantai penularan yang berkelanjutan atau klaster penderita Flu Burung dengan dua generasi penularan atau lebih tanpa hubungan darah antar generasi dan atau adanya penularan kepada petugas kesehatan yang merawat penderita.

Penularan 2 generasi

Kasus awal

Generasi penularan I Generasi penularan 2

I masa inkubasi

1 masa inkubasi

1 Masa Inkubasi

dst

Kasus ketiga

Kasus kedua




b. Sinyal Virologis

Reassortment ( virus yang mengandung material genetic manusia dan hewan ) atau mutasi pada isolate virus dari manusia dan atau hewan.

F. Prinsip-Prinsip

1. Episenter pandemic Influenza belum termasuk pandemic dan juga belum mewabah tetapi merupakan sebuah tanda awal pandemic influenza

2. Episenter Pandemic Influenza adalah Kejadian Luar Biasa ( KLB ) yang sangat beresiko menimbulkan Publis Health Emergency of International Concern (PHEIC) / Kedaruratan Kesehatan yang meresahkan dunia.

3. Maka landasan hokum penanggulangan episenter adalah peraturan peundang-undangan yang berkaitan dengan KLB dan sejalan dengan IHR 2005.

4. Pasal 20 PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular:

-Upaya penanggulangan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dilaksanakan secara dini.

-Penanggulangan secara dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya penanggulangan seperlunya untuk mengatasi kejadian luar biasa yang dapat mengarah pada terjadinya wabah.

-Upaya penanggulangan seperlunya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sama dilakukan dalam upaya penanggulangan wabah.

5. Penjelasan pasal 20: penanggulangan wabah dilakukan tidak perlu menunggu ditetapkannya suatu wilayah menjadi daerah wabah.

Dari beberapa model matematika disimpulkan bahwa penanggulangan episenter akan berhasil bila:

1. Pencegahan dengan oseltamivir minimal 80 % penduduk mendapat profilaksis

2. 90 % penderita klinis mendapatkan pengobatan dalam kurun waktu 2 hari dari mulai sakit

3. Virus pandemic masih sensitive terhadap oseltamivir

4. Persediaan oseltamivir mencukupi

5. Strain virus pandemic mempunyai “basic reproduktif number” ≤ 1.8.

6. Episenter ditemukan pada saat jumlah penderita tidak lebih 20 orang atau dalam periode 7-21 hari.

G. Kegiatan Penanggulangan

Upaya-upaya penanggulangan Avian Influenza diantaranya adalah:

1. Pembentukan pos komando dan koordinasi sebagai pusat operasi penanggulangan

2. Surveilans epidemiologi

3. Respon medic dan laboratorium

4. Intervensi farmasi

5. Intervensi non farmasi termasuk pengawasan perimeter

6. Mobilisasi sumber daya

7. Komunikasi resiko

8. Tindakan karantina di pintu masuk (bandara udara, pelabuhan, pos lintas barat).

Untuk itu peran dan tanggung jawab Puskesmas dan klinik swasta sangat diperlukan yaitu deteksi penularan antar manusia, berperan dalam penanggulangan episenter pandemic influenza dan rencana antisipasi pandemic juga berperan dalam tahap pemulihan pasca pandemi. Dalam deteksi daerah episenter, Puskesmas mempunyai tanggung jawab penting untuk deteksi dini penularan antar manusia, melaporkan semua kasus ILI (Influenza Like Illnes) kepada Dinas Kesehatan kabupaten/ Kota serta membantu tim surveilans dalam penyelidikan.

H. Penanggulangan Wabah/ KLB

1. UU No. 4 Tahun 1984, Bab. VI, pasal 10: Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 (1).

2. UU No. 1984, Bab. VI pasal 12 (1): Kepala Wilayah/ Daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah di wilayahnya atau adanya tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya.

Akibat yang ditimbulkan Pandemi Influenza adalah pandemic influenza merupakan ancaman di segala sector kesehatan maupun non kesehatan yaitu angka kesakitan dan kematian tinggi, kelumpuhan pelayanan kesehatan, kekacauan keamanan dan social, kerugian besar dalam bidang ekonomi (perdagangan dan pariwisata) yaitu kerugian ekonomi akibat SARS $ 50 M; untuk Flu Burung sekitar $ 800 M dan terganggunya fasilitas mendasar lainnya (telekomunikasi, pasokan energy dan lain-lain)

I. Kesimpulan

Begitu pentingnya Puskesmas dalam persiapan Pandemi seperti penyediaan obat,penyuluhan dan rencana antisipasi, peningkatan kapasitas petugas dan juga perlu adanya perlindungan diri

BAB IX

KONSEP TEORI DISASTER

A. Pengantar Epidemiologi Bencana

Epidemiologi bencana merupakan hubungan yang berbeda antara jenis bencana dan efeknya pada kesehatan. Beberapa dampak atau efek bencana hanya bersifat potensial, misalnya perpindahan penduduk sebagai akibat dari epidemic. Akan tetapi perang sipil, gangguan dan konflik menimbulkan sejumlah masalah kesehatan dan hambatan operasional yang berbeda. Epidemiologi merupakan kajian mengenai distribusi dan factor menentukan kesehatan yang erhubungan dengan keadaan atau peristiwa di dalam penduduk tertentu dan aplikasi dari pengkajian ini adalah untuk mengontrol masalah kesehatan.

B. Efek Kesehatan Secara Umum Dari Bencana

Penyakit karena komunikasi (communicable disease) yang terjadi sebagai akibat dari sanitasi buruk, kontaminasi makanan dan air serta perpindahan penduduk. Kekurangan tempat bagi penduduk jika perpindahan penduduk terjadi secara spontan dalam jumlah besar, maka akan terjadi tekanan terhadap fasilitas dan sumber daya di daerah penampungan. Terbuka terhadap iklim bahaya kesehatan sebagai akibat dari terbukanya terhadap unsur-unsur juga sangat penting. Makanan dan gizi, disebabkan karena dua alasan yaitu rusaknya persediaan makanan di daerah yang terkena bencana dan gangguan system distribusi. Penyediaan air dan sanitasi, hal ini sangat rawan terhadap bencana alam. Selain itu rusaknya infrastruktur kesehatan dan kesehatan mental.

C. Bencana Yang Disertai Korban Jiwa

Angka kematian di dalam bencana sangat bervariasi dan tergantung pada:

1. Jenis bencana

2. Waktu terjadinya (misalnya, siang/ malam hari, harri kerja dan lain-lain)

3. Tingkat kesiapan dan langkah-langkah keselamatan

4. Waktu antara peringatan dan dampak.

Kematian pasca dampak adalah kematian yang terjadi langsung setelah bencana disebut sebagai kematian pasca dampak. Sedikitnya korban yang serius mendapat layanan medis langsung setelah bencana tampaknya menjadi faktor bahwa kebanyakan korban luka meninggal sebelum mereka bisa diselamatkan.

Kematian jangka panjang merupakan pengecualian dari bencana nuklir, sedikit yang dapat diketahui tentang kematian atau mortalitas jangka panjang dalam bencana yang terjadinya secara mendadak.

D. Bencana Yang Disertai Oleh Morbiditas

Kecuali dalam gempa bumi dan tanah longsor, sejumlah penyakit dan luka yang memerlukan perhatian medis biasanya sangat rendah sehubungan dengan sejumlah kematian. Dalam banjir, misalnya, prosentase orang yang memerlukan perawatan medis berkisar antara 0,2 sampai dengan 2,0 %.

Morbiditas pasca dampak pada periode pasca dampak yang berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari atau minggu. Sedangkan morbiditas jangka panjang pada bencana dapat meningkatkan insiden penyakit dalam jangka panjang dengan mengganggu langkah-langkah control terhadap vector.

E. Kebutuhan Data Epidemiologi Dalam Bencana.

Data epidemiologi akan membantu petugas dan kesiapan rumah sakit dengan informasi tentang:

1. Perencanaan petugas kesehatan

2. Perencanaan logistic yaitu: bahan bakar, oli, kendaraan, tenda, linen, air dan bahan untuk kebersihan.

3. Alokasi dan peralatan yaitu: barang dan perlengkapan medis dan pembedahan.

4. Perencanaan fasilitas medis yaitu: pusat kesehatan primer dan sekunder, rumah sakit, took obat dan lain-lain.

5. Persediaan makanan yaitu distribusi, akseptibilitas, jangka waktu distribusi, gizi makanan yang berhubungan dengan program.

6. Usaha-usaha pengaturan bantuan yaitu mobilisasi dan koordinasi relawan, LSM dan penduduk setempat.

F. Pengaruh Kesehatan Dari Bencana Khusus Secara Langsung dan Pola Luka

Pengaruh kesehatan terhadap bencana alam, pengaruh terhadap kesehatan manusia juga meliputi:

1. Gizi buruk

2. Meningkatnya angka kematian sebagai akibat bencana yang tidak dapat dikomunikasikan.

3. Timbulnya penyakit yang dapat menyebar.

4. Akibat dari kesehatan jiwa.

Gempa bumi menyebabkan banyak korban jiwa dan luka-luka. Korban dalam gempa bumi sangat tergantung pada tiga factor:

1. Jenis perumahan/ materi bangunan

2. Waktu apakah siang/ malam hari ketika gempa bumi terjadi.

3. Kepadatan penduduk di daerah tersebut.

Strategi mitigasi adalah:

- Langkah-langkah sebelum terjadi peristiwa bencana (prevent) dengan membuat kode bangunan dan metode perkiraan.

- Langkah-langka pasca peristiwa bencana ditingkatkan misalnya, metode penyelamatan, resusitasi dan perawatan tertentu dan saran-saran setelah terjadi shock.

Tanah longsor, menjadi sangat umum sebagai akibat dari penebangan hutan dan erosi tanah di beberapa daerah. Tanah longsor pada umumnya disebabkan oleh hujan yang intensif dan pada umumnya menimbulkan banyak korban jiwa tetapi bebrapa luka saja. Infrastruktur di daerah tanah longsor termasuk di dalamnya fasilitas kesehatan dapat rusak parah atau bahkan hancur. Luka-luka yang terjadi sebagai akibat dari tanah longsor pada umumnya luka patah.

Gunung berapi, meskipun sangat jarang sebagai sumber luka tetapi asap yang sangat panas, gas, batuan serta magma yang sangat panas dapat menyebabkan luka bakar yang cukup serius. Apabila fase letusan diperpanjang maka akan menimbulkan stress pada penduduk lainnya, silica yang banyak mengandung abu dalam jangka panjang dapat menyebabkan silicosis pulmonary.

Badai angin, angin bersifat merusak ini memang jarang menimbulkan korban jiwa dan luka tetapi mungkin pula disertai dengan bencana sekunder seperti gelombang badi di laut yang dapat menyebabkan korban jiwa dan luka yang lebih banyak.

Banjir gelombang laut dan Tsunami, jenis bencana ini dapat menyebabkan kematian tetapi korban luka-luka yang relative lebih sedikit.

Langkah-langkah mitigasi:

- Langkah-langkah pra peristiwa, sistem peringatan awal dan pendidikan kepada masyarakat.

- Langkah-langkah pasca peristiwa: menjaga sanitasi dan system pengawasan vector.

G. Pengaruh kesehatan Dari Bencana Buatan Manusia

a. Sindroma luka patah

Sindroma luka patah (crush injury) pertama kali dijelaskan pada perang Dunia II pada korban di daerah yang terkena bom yang terjebak di dalam reruntuhan banguna dalam jangka waktu yang lama. Luka massive musculo-skeletal disebabkan oleh gempa bumi atau bencana lain yang dapat menyebabkan luka patah.

b. Luka ledakan (blast injury)

Ledakan bom dapat menyebabkan kematian dan luka yang parah baik dalam kegiatan militer maupun sipil. Pola luka yang disebabkan oleh ledakan bom sangat kompleks. Jenis luka yang berbeda adalah:

a. Luka ledakan primer, yang disebabkan oleh gelombang ledakan, pengaruh maksimum ditemukan pada interface gas padat.

b. Luka ledakan sekunder, yang disebabkan oleh benda-benda yang beterbangan.

c. Luka ledakan tersier, yang disebabkan karena korban terlempar oleh benda lain.

d. Luka ledakan lain-lain, yang disebabkan oleh debu dan luka bakar termal akibat ledakan atau kebakaran yang disulut oleh ledakan.

c. Luka bakar

Korban luka bakar dapat disebabkan karena hal-hal berikut:

-Thermal, meliputi lidah api, radiasi, panas yang berlebihan, kebakaran, uap air panas, benda padat yang panas dan benda-benda yang panas.

-Kimia, meliputi asam , basa dan caustics

-Listrik, meliputi arus bolak-balik, arus searah dan kilat.

-Radiasi, dari sumber nuklir.

Luka-luka berikut bisa terjadi:

1. Luka pada mata yang bisa menjadi luka yang tidak bisa disembuhkan bila terbakar

2. Sistem pernapasan:

Luka pada pernapasan dan rusaknya system pernapasan mengganggu jalannya udara, gagalnya pernapasan dan tersendatnya pernapasan.

3. Masalah emosional dan psikologis yang mulai dari tempat gawat darurat dan bisa terjadi sepanjang hidup.

3.Perhatian Khusus: Pasien Hamil Yang Terluka – masalah Maternal dan Foetal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dampak kesehatan suatu bencana adalah kepadatan penduduk, penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal, gangguan fasilitas khususnya sanitasi dan tenaga listrik), gangguan program kesehatan normal (yang disebabkan oleh rusaknya infrastruktur atau kurangnya akses), meningkatnya perkembangan, terbukanya pada iklim (meningkatnya insiden infeksi kantong pernapasan bagian atas), makanan dan gizi yang tidak memadai (predisposisi terhadap gizi buruk), gangguan perekonomian (meningkatnya kelaparan pada penduduk rawan), degradasi lingkungan (degradasi lingkungan sebagai akibat dari penebangan hutan erosi tanah) dan kondisi bangunan.

BAHAYA SEISMIK

A. Pendahuluan

Gempa bumi merupakan gerakan secara tiba-tiba atau serangkaian gerakan permukaan bumi yang berasal dari daerah tertentu di bawah tanah dan dari sini menyebar ke segala arah. Fenomena alam dan makhluk hidup yang dapat menimbulkan gempa bumi seperti: dampak meteor, kegiatan gunung berapi, tanah longsor yang besar dan luas, ledakan batuan di daerah pertambangan, ledakan nuklir di bawah tanah, perubahan tekanan batuan yang disebabkan oleh pengisian reservoir yang dibuat manusia dan lain sebagainya. Gempa bumi yang paling penting pada sudut pandang tekhnis yang disebabkan karena frekuensi terjadinya, energy yang dilepaskan dan daerah terkena dampak adalah gempa bumi yang disertai dengan pergerakan lempeng bumi crustal yang disebut gempa bumi tektonik.

B. Struktur Tanah

Planet bumi adalah sebuah badan hidup yang secarakonstant mengalami proses perubahan secara fisik. Planet bumi bergerak, berubah bentuk, bergetar dan menghasilkan aliran air, udara dan bumi menimbulkan bahaya bagi penghuninya.

1. Komposisi

Pada umumnya bumi terdiri dari tiga lapisan yang mempunyai sifat yang berbeda yaitu: inti centrosfir, mentel atau asthenosfir dan kerak atau lithosfir.

2. Temperatur dan Tekanan

Temperature bumi meningkat sesuai dengan kedalaman. Tingkat temperature meningkat sekitar 30º C/ Km pada permukaan bumi tetapi angka ini mengalami penurunan dengan meningkatnya kedalaman. Pada dasar kerak, 150 – 250 º C didalam kerak lautan dan 300 - 800º C dalam kerak daratan. Pada mantel, temperaurnya berkisar 1000 - 1500º C pada kedalaman 100 km yang merupakan kedalaman paling besar sebagai sumber dari gempa bumi dan 4000 – 5000º C pada bagian dalam inti.

3. Lempeng

a. Teori Lempeng Tektonik

Lempeng yang bergerak pada permukaan bumi memberikan penjelasan bagi kegiatan seismic di dunia. Kerak bumi (lithosfir) terdiri dari beberapa plat besar dan agak stabil yang disebut lempeng (plate). Lempeng Pasifik, Eurasia, Indo-Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Antartika, lempeng ini selanjutnya tersusun atas plat-plat atau lempeng yang lebih kecil (sub-lempeng). Lempeng-lempeng bergerak berlawanan satu sama lain dengan kecepatan 1 sampai dengan 6 cm/ tahun dan daerah perbatasan interaksi dari lempeng tersebut merupakan daerah kegiatan gempa bumi. Lempeng konvergen penyebab dari pelipatan rantai pegunungan yang menghasilkan busur kepulauan gunung berapi dan kantong kerak lautan yang berada di bawah kerak daratan. Lempeng devergen yang berada di tengah-tengah lautan merupakan hasil dari kerak yang baru disebabkan karena menumpuknya magma yang berasal dari mantel bagian lebih di atas. Data kegiatan geomorfologis secara ekstensif di laut, sedimentologis dan geomagnetis dan data. Lempeng devergen yang berada di tengah-tengah lautan, hasil dari kerak baru yang disebabkan menumpuknya magma yang berasal dari mantel bagian lebih di atas. Data kegiatan geomorfologis secara eksternal di laut, sedimentologis dan geomagnetis dan data-data yang berasal dari dasar laut telah dipakai untuk merumuskan teori ini. Data-data tentang terjadinya gempa bumi telah memungkinkan adanya pengembangan dan perbaikan lebih lanjut mengenai konsep lempeng tektonik ini. Hanya gempa bumi yang dangkal terjadi di tengah pegunungan di lautan sedangkan yang lebih dalam terjadi di zona kantong yang ditandai dengan sabuk gunung berapi.

b. Perbatasan lempeng: Konvergen, Divergen dan Margin transformasi.

Berikut dikenal tiga interaksi lempeng yaitu dua lempeng terpisah, membentuk gunung laut di antara keduanya (divergen), dua lempeng bergeser horizontal membentuk fault transformasi (transform). Lempeng lautan padat yang berada di bawah lempeng daratan (memiliki kepadatan rendah) membentuk busur kepulauan (margin konvergen). Pada saat benua atau daratan bergerak secara horizontal satu sama lain sebagai contoh misalnya: saat Eropa-Afrika bergerak dari Amerika, maka akan terbentuk daerah permukaan daratan baru. Proses ini muncul sepanjang pertengahan pegunungan Atlantik dimana gunung api yang sudah punah dan baru muncul (seperti Kirkjuffel di dekat Iceland 23 Januari 1973) dan gempa bumi yang disertai dengan penyebaran daratan yang secara konstan tercatat.

c. Fault

Bebatuan tampak muncul dari bebatuan lain sepanjang bidang kontak. Muncul struktur geologis tersebut disebut fault. Fault berkisar dari beberapa meter sampai dengan beberapa kilometer. Munculnya fault menunjukkan pada suatu waktu terjadi pergeseran di sepanjang batuan tersebut baik secara perlahan-lahan yang tidak menimbulkan guncangan pada tanah atau getaran secara tiba-tiba (gempa bumi). Pada kebanyakan gempa bumi, pecahnya fault tidak mencapai permukaan dan sebagai akibatnya pecahnya fault tersebut tidak tampak. Di dalam tekhnik seismologi dan gempa bumi, tujuan utamanya adalah fault yang masih aktif dimana akan terjadi lepasnya batuan. Banyak dari fault ini merupakan wilayah sisi lempeng yang telah ditentukan dengan baik di bumi. Akan tetapi, lepasnya fault secara tiba-tiba juga bisa terjadi di daerah yang tidak ada kegiatan tektonik.

Jenis-jenis fault adalah:

1. Fault Strike-Sli

Disebut sebagai transcurrent fault meliputi lepasnya batuan secara lateral yang sejajar dengan strike. Jika seseorang berdiri pada salah satu sisi fault dan melihat gerakan pada sisi yang lain dari kiri ke kanan, maka fault tersebut ad lah strike-slip kanan-lateral.

2. Fault Dip-Slip

Suatu fault dimana gerakannya sebagian besar sejajar dengan Dip-fault dan dengan demikian memiliki komponen pemindahan vertical. Gerakan tersebut disebabkan karena ketegangan horizontal. Fault normal adalah fault batuan di atas permukaan fault yang menonjol bergerak turun ke dasar kerak bumi.

3. Fault Berlawanan

Fault yang berada di atas permukaan fault ulang yang menonjol bergerak ke atas blok di bawah laut. Hal ini disebabkan oleh kompresi horizontal. Fault thrust trmasuk ke dalam kategori tetapi umumnya terbatas terhadap hal-hal apabila sudut dip kecil.

d. Parameter Gempa Bumi

Peristiwa gempa bumi biasanya dinyatakan dengan parameter sebagai berikut: tanggal, waktu asal, koordinat episenter (garis lintang dan bujur geografis), kedalaman focal, besarnya dan intensitas maksimum. Parameter lain yang bermanfaat adalah dimensi fault dan orientasi, moment seismic dan karakteristik spectrum dari gerakan tanah yang terekam. Untuk peristiwa yang besar, peta isoseismal disusun dan laporan disiapkan tentang kerusakan dan pengaruh gempa bumi yang lain. Sumber-sumber gempa bumi:

1. Fokus, hiposenter atau sumber dari gempa bumi secara instrumental terletak pada sebuah titik di bawah permukaan tanah dimana perhitungannya menunjukkan asal mula gelombang seismic pertama.

2. Episenter adalah proyeksi vertical dari focus pada permukaan bumi.

Pengukuran gempa bumi ada dua cara untuk mengkatagorikan kekuatan gempa bumi. Salah satu cara yang dianggap tepat adalah bentuk intensitas dan cara kedua adalah besarnya yang diukur dengan menggunakan alat.

1. Intensitas gempa bumi

Beberapa gempa bumi menyebabkan kerusakan skala besar tetapi banyak gempa bumi menyebabakan kerusakan yang terbatas atau bahkan tidak sama sekali. Kerusakan akan semakin berkurang dengan meningkatnya jarak dari episenter untuk gempa bumi yang sama. Ukuran gempa bumi paling tua adalah intensitas. Intensitas gempa bumi adalah kerasnya gempa bumi dirasakan di tempat tertentu. Intensitas diukur berdasarkan efek yang ditimbulkan dan tergantung pada jarak dari episenter, kondisi geologis setempat, jenis dan kualitas bangunan dan observasi manusia yang dipengaruhi oleh keadaan panic dan shock setelah gempa bumi.

2. Besarnya gempa bumi

Pengukuran kuantitatif dari ukuran gempa bumi yang ditentukan oleh amplitude gerakan tanah yang tercatat. Energi yang dilepaskan pada focus, tidak ada hubungannya dengantingkat kerusakan dan juga tidak tergantung pada tempat observasi. Catatan mengenai amplitudo gerakan tanah memberikan metode yang relative tepat yang menyajikan ukuran gempa bumi. Pada tahun 1935, Charles F. Richter pertama kali memplot amplitudo yang tercatat selama beberapa kali gempa bumi terhadap jarak pada kertas semi-log. Goncangan sebelumnya, goncangan utama, goncangan setelah dan rentetan. Goncangan utama adalah serangkaian gempa bumi dengan kedalaman focal yang dangkal terjadi dalam jangka waktu dan daerah yang terbatas, jika ada peristiwa yang lebih besar jika dibandingkan dengan sisanya, maka disebut goncangan utama. Gempa bumi yang terjadi sebelum guncangan utama disebelumnya foreshock dan setelah guncangan utama disebut guncangan setelahnya. Serangkaian gempa bumi tanpa adanya guncangan utama disebut earthquake swarm (rentetan gempa bumi). Guncangan sebelum adanya guncangan utama sangat jarang diketahui, sedangkan guncangan setelah gempa bumi utama selalu diketahui yang terjadi setelah gempa bumi yang besar.

e. Gelombang Seismik

Ada dua jenis gelombang elastis yang bergerak dari focus pada saat gempa bumi yang menyebabkan guncangan terasa dan terekam oleh seismograf di stasiun gempa bumi. Gelombang ini mirip dengan gelombang-gelombang di udara, air dan gelatin.

Gelombang Badan (body wafe)

Gelombang yang berkembang banyak di dalam badan batuan yang padat. 2 jenis gelombang badan yaitu gelombang primer atau gelombang P dan sekunder atau S.

Gelombang Permukaan.

Jenis gelombang gempa bumi yang kedua disebut gelombang permukaan karena gerakannya terbatas di dekat permukaan tanah.

f. Seismisitas Dunia

Gempa bumi tidak sama di seluruh belahan dunia. Ada dua zona utama atau sabuk kegiatan gempa bumi di dunia yaitu: Sabuk Circum – Pacifik yang berada di dekat lautan Pasifik dan sabuk Himalayan ( atau kadan-kadang disebut sebagai Sabuk Alphine atau Eurasia) membentang dari mediterania, Timur tengah, pegunungan Himalaya melalui Indochina, Sumatera, Jawa sampai Sulawesi. Gempa bumi yang ada pada sabuk Circum Pasifik dan Himalaya menyumbangkan sekitar 75 % sampai dengan 20 % aenergy seismic yang dilepaskan di belahan bumi.

g. Penyebab Utama Gempa Bumi Yang Menyebabkan Kerusakan.

Ketika Gempa bumi terjadi, gempa bumi tersebut tidak saja semata-mata mengguncang bumi tetapi juga disertai dengan berbagai fenomena lain. Guncangan terhadap bumi dianggap sebagai bahaya gempa bumi yang paling utama sedangkan fenomena yang lain dikenal sebagai bahaya sekunder atau kolateral karena kebanyakan dari bahaya tersebut sebagai akibat dari gempa bumi yang menyebabkan getaran pada bumi. Bahaya kolateral meliputi:

1. Tanah longsor

Istilah tanah longsor dipakai untuk menjelaskan berbagai proses yang menyebabkan pergerakan tanah atau batuan dan tumbuh-tumbuhan ke bawah karena pengaruh grafitasi.

2. Tsunami

Tsunami (gelombang laut seismic) sering disebut gelombang tidal oleh masyarakat. Tsunami berhubungan dengan gempa bumi sedangkan pasang surut berhubungan dengan gaya grafitasi bulan. Istilah tsunami berasal dari bahasa jepang tsu (pelabuhan), name (gelombang).

3. Liquuefaction (pencairan)

Pabila intensitas gempa bumi sangat kuat maka tanah sering mengalami kegagalan. Di daerah pegunungan kegagalan tanah sering terjadi di daerah yang mempunyai masa bebatuan yang tidak stabil, lereng yang curam dan fault. Di daerah dataran, daerah yang tebal, lemah, alluvial, tanah pasir dengan tingkat air tanah yang tinggi, dasar sungai tua, abu gunung berapi, topografi yang tidak teratur dan tanah yang bertebing sering mengalami kegagalan.

4. Surutnya Tanah

Bahaya serius dan umum lainnya dari gempa bumi adalah subsidence pada permukaan tanah. Pada saat tanah berguncang terjadi pemampatan partikel-partikel tanah karena butiran-butiran tanah secara individu diatur kembali sehingga mengambil tempat yang terbatas. Ketika volume tanah dikurangi dengan cara seperti tanah akan membentuk depresi.

5. Faulting Permukaan

Pada gempa bumi kadang ada diskontinuitas gerakan pada dua sisi garis perbatasan yang terdiri dari sabuk tanah yang sempit. Sabuk ini disebut fault, sedangkan dislokasi horizontal disebut strike, dislokasi vertical disebut dip fault, beberapa jenis fault jelas tampak di permukaan bumi sedangkan yang lainnya berada di bawah tanah dan tidak berbeda di atas permukaan tanah tetapi kehadirannya dapat diteliti dari pergeseran tanah.

6. Kebakaran.

h. Kesimpulan.

Perencanaan dan pelatihan personalia yang memadai diperlukan jika rumah sakit ingin memberikan respon yang efisien dan efektif terhadap bencana. Masyarakat rumah sakit dan medis akan berhadapan dengan akibat kesehatan dari bencana tersebut dan setiap rumah sakit di daerah tersebut akan terpengaruhi oleh bencana baik secara langsung maupun tidak langsung. Petugas medis harus menyadari pola luka yang terjadi pada bencana yang berbeda sehingga mampu untuk merencanakan intervensi yang tepat dan cepat. Yang lebih penting, kematian dapat dicegah.

Rumah Sakit juga rawan terhadap bahaya seismic tertentu yang menyertai dengan gempa bumi. Kesiapan rumah sakit untuk gawat darurat di berbagai bagian di Asia harus meliputi kesiapan untuk gempa bumi dan akibatnya.

BAB X

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GERIATRI

A. KONSEP TEORI

Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang mungkin terjadi pada lanjut usia.

Geriatri nursing adalah spesialis keperawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada tiap peranan pelayanan dengan menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif. Karena itu, perawatan lansia yang menderita penyakit dan dirawat di RS merupakan bagian dari gerontic nursing.

Proses penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal.

B. PERUBAHAN PADA LANSIA

Perubahan pada lansia dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain :

1. Aspek Biologis

Proses penuaan biologis yang dialami lansia relatif tidak akan menimbulkan perubahan buruk saat diperlukan penurunan tingkat ketergantungan fisik yang tinggi. Berikut ini teori biologis tentang penuaan :

1.1. Teori seluler

Sel diprogram hanya untuk membelah pada waktu yang terbatas.

1.2. Teori sistesis

Akibat penuaan, protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis.

1.3. Teori keracunan oksigen

Kemampuan lansia untuk melawan efek racun oksigen akan berkurang.

1.4. Teori sistem imun

Kompetensi yang menurun dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan infeksi, penyakit autoimun, dan kanker.

2. Aspek Fisiologis

Penuaan dapat dibedakan antara penuaan yang normal (fisiologis) dan penuaan karena kondisi penyakit (patologis). Berikut ini merupakan efek fisiologis dari penuaan :

2.1. Sistem muskuloskeletal

Atrofi otot, dekalsifikasi tulang, dan perubahan postural.

2.2. Perubahan kardiopulmonal

Pembuluh darah kehilangan elastisitas, peningkatan nadi dan peningkatan tekanan darah. Pendistribusian tulang kalsium menyebabkan dekalsifikasi tulang iga dan kalsifikasi kartilago kosta. Perubahan ini dan perubahan postural menyebabkan penurunan efislensi paru.

2.3. Sistem perkemihan

Kehilangan irama diurnal pada produksi urine dan penurunan filtrasi ginjal

2.4. Sistem pencernaan

Tidak ada perubahan yang signifikan

2.5. Sistem saraf

Kemunduran pendengaran dan penglihatan

2.6. Sistem endokrin

Kemunduran fungsi gonad

3. Aspek Psikologis

Aspek psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak. Pengertian yang salah tentang lansia adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan memory dan kecerdasan mental yang kurang. Berikut aspek psikologis pada penuaan :

3.1. Kepribadian, intelegensi dan sikap

Tes intelegensi dengan jelas memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lansia. Lansia seringkali mempertahankan sikap yang kuat, sehingga sikapnya lebih stabil dan sedikit sulit untuk diubah.

3.2. Teori aktivitas dan pelepasan

Teori pelepasan : Lansia secara berangsur-angsur mengurangi aktivitasnya dan bersama menarik diri dari masyarakat.

- Teori aktivitas : Sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk aktivitas yang pasti, dan mengkompensasi dengan melakukan banyak aktivitas yang baru.

C. ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA

1. Proses Pendekatan

Pada asuhan keperawatan lanjut usia dapat dilakukan melalui beberapa proses pendekatan antara lain :

1.1. Pendekatan fisik

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia ada 2 bagian yaitu :

a. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain.

b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun yang mengalami kelumpuhan atau sakit.

1.2. Pendekatan psikis

Perawatan mempunyai peranan yang panjang untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.

1.3. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan upaya perawatan dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia untuk menciptakan sosialisasi mereka.

1.4. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agama yang dianutnya, terutama jika klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.

2. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

A. Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

B.Mempertahankan kesehatan serta kemampuan lansia melalui perawatan dengan pencegahan.

C. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup / semangat hidup lansia.

D. Menolong dan merawat klien yang menderita sakit.

E. Merangsang petugas kesehatan agar dapat mengenal dan menegakkan diagnosa secara dini.

F. Mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan pada lansia.

3. Fokus Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

a. Peningkatan kesehatan (health promotion)

b. Pencegahan penyakit (preventif)

c. Mengoptimalkan fungsi mental.

d. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

4. Tahap – Tahap Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

A. Pengkajian :

Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi masalah keperawatan meliputi aspek :

1. Fisik : - Wawancara

- Pemeriksaan fisik : Head to tea, sistem tubuh.

2. Psikologis

3. Sosial ekonomi

4. Spiritual

Pengkajian dasar meliputi : Temperatur, nadi, pernafasan, tekanan darah, berat badan, tingkat orientasi, memori, pola tidur, penyesuaian psikososial.

Sistem tubuh meliputi : Sistem persyarafan, kardiovaskuler, gastrointestinal, genitourinarius, Sistem kulit sistem musculoskeletal.

B. Perencanaan

Untuk menentukan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan intervensi keperawatan yang tepat.

C. Pelaksanaan

Tahap dimana perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi/ perencanaan yang telah ditentukan.

D. Evaluasi

Penilaian terhadap tindakan keperawatan yang diberikan / dilakukan dan mengetahui apakah tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai yang telah ditetapkan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000.

Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.

Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, 1997.

Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.

BAB XI

KONSEP TEORI FLU BABI (FLU BARU)

A. PENGERTIAN

Flu babi adalah influensa babi adalah penyakit saluran pernafasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus influensa tipe A. Gejala klinis penyakit ini terlihat secara mendadak, yaitu berupa batuk, dispnu, demam dan sangat lemah. Penyakit ini dengan sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu 1 minggu, umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila terjadi komplikasi dengan bronchopneumonia, akan berakibat pada kematian (FENNER et.al.,.1987).
Penyakit virus influensa babi pertama dikenal sejak tahun 1918, pada saat itu didunia sedang terdapat wabah penyakit influensa secara pandemik pada manusia yang menelan korban sekitar 21 juta orang meninggal dunia (HAMPSON, 1996). Kasus tersebut terjadi pada akhir musim panas. Pada tahun yang sama dilaporkan terjadi wabah penyakit epizootik pada babi di Amerika tengah bagian utara yang mempunyai kesamaan gejala klinis dan patologi dengan influensa pada manusia.
Karena kejadian penyakit ini muncul bersamaan dengan kejadian penyakit epidemik pada manusia, maka penyakit ini disebut flu pada babi.

B.EPIDEMIOLOGI
Penyebaran virus influensa dari babi ke babi dapat melalui kontak moncong babi, melalui udara atau droplet. Faktor cuaca dan stres akan mempercepat penularan. Virus tidak akan tahan lama di udara terbuka. Penyakit bisa saja bertahan lama pada babi breeder atau babi anakan. Kekebalan maternal dapat terlihat sampai 4 bulan tetapi mungkin tidak dapat mencegah infeksi, kekebalan tersebut dapat menghalangi timbulnya kekebalan aktif.
Transmisi inter spesies dapat terjadi, sub tipe H1N1 mempunyai kesanggupan menulari antara spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia, demikian juga sub tipe H3N2 yang merupakan sub tipe lain dari influensa A. H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan ke 3 subtipe virus influenza yang umum ditemukan pada babi yang mewabah di Amerika Utara (WEBBY et al., 2000; ROTA et al., 2000; LANDOLT et al., 2003), tetapi pernah juga sub tipe H4N6 diisolasi dari babi yang terkena pneumonia di Canada (KARASIN et al., 2000).
Manusia dapat terkena penyakit influensa secara klinis dan menularkannya pada babi. Kasus infeksi sudah dilaporkan pada pekerja di kandang babi di Eropa dan di Amerika. Beberapa kasus infeksi juga terbukti disebabkan oleh sero tipe asal manusia. Penyakit pada manusia umumnya terjadi pada kondisi musim dingin. Transmisi kepada babi yang dikandangkan atau hampir diruangan terbuka dapat melalui udara seperti pada kejadian di Perancis dan beberapa wabah penyakit di Inggris. Babi sebagai karier penyakit klasik di Denmark, Jepang, Italy dan kemungkinan Inggris telah dilaporkan.

C.PENYEBAB
Penyebab influensa yang ditemukan pada babi, bersamaan dengan penyakit yang langsung menyerang manusia. Pertama kali, virus influensa babi diisolasi tahun 1930, sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi, adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan hubungan antigenik dengan virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam.
Penyebab penyakit saluran pernafasan pada babi adalah virus influensa tipe A yang termasuk Famili Orthomyxoviridae. Virus ini erat kaitannya dengan penyebab swine influenza, equine influenza dan avian influenza (fowl plaque) (PALSE and YOUNG, 1992).Ukuran virus tersebut berdiameter 80- 120 nm. Selain influensa A, terdapat influensa B dan C yang juga sudah dapat diisolasi dari babi. Sedangkan 2 tipe virus influensa pada manusia adalah tipe A dan B. Kedua tipe ini diketahui sangat progresif dalam perubahan antigenik yang sangat dramatik sekali (antigenik shift). Pergeseran antigenik tersebut sangat berhubungan dengan sifat penularan secara pandemik dan keganasan penyakit. Hal ini dapat terjadi seperti adanya genetik reassortment antara bangsa burung dan manusia.. Ketiga tipe virus yaitu influensa A, B, C adalah virus yang mempunyai bentuk yang sama dibawah mikroskop elektron dan hanya berbeda dalam hal kekebalannya saja.
Ketiga tipe virus tersebut mempunyai RNA dengan sumbu protein dan permukaan virionnya diselubungi oleh semacam paku yang mengandung antigen haemagglutinin (H) dan enzim neuraminidase (N). Peranan
haemagglutinin adalah sebagai alat melekat virion pada sel dan menyebabkan terjadinya aglutinasi sel darah merah, sedangkan enzim neurominidase bertanggung jawab terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel darah merah dan juga mempunyai peranan dalam melepaskan virus dari sel yang terinfeksi. Antibodi terhadap haemaglutinin berperan dalam mencegah infeksi ulang oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang sama.
Antibodi juga terbentuk terhadap antigen neurominidase, tetapi tidak berperan dalam pencegahan infeksi.
Influensa babi yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh influensa A H1N1, sedangkan di banyak negara Eropa termasuk Inggris, Jepang dan Asia Tenggara disebabkan oleh influensa A H3N2. Banyak isolat babi
H3N2 dari Eropa yang mempunyai hubungan antigenik sangat dekat dengan A/Port Chalmers/1/73 strain asal manusia. Peristiwa rekombinan dapat terjadi, seperti H1N2 yang dilaporkan di Jepang (HAYASHI et al., 1993)
kemungkinan berasal dari rekombinasi H1N1 dan H3N2. Peristiwa semacam ini juga dilaporkan di Italy, Jepang, Hongaria, Cekoslowakia dan Perancis. BEVERIDGE (1977) melaporkan bahwa pada tahun 1935, WILSON MITH menemukan virus influensa yang dapat ditumbuhkan dengan cara menginokulasikannya pada telor ayam
berembrio umur 10 hari. Setelah diuji dalam 2 hari, cairan alantoisnya mengandung virus sebanyak 10.000 juta (1010) partikel karena virus tersebut dapat menyebabkan aglutinasi sel darah merah, maka dari kejadian tersebut dikembangkan uji HA dan HI. Teknik ini kemudian digunakan sebagai cara yang termudah untuk digunakan di laboratorium. Setelah penemuan tersebut banyak para peneliti tertarik untuk mempelajari virus influensa. Oleh sebab itu, sekarang banyak ilmu pengetahuan mengenai virus influensa telah diungkapkan dibandingkan dengan virus lainnya yang menyerang manusia. Virus influensa selain dapat ditumbuhkan dalam telur berembrio juga dapat ditumbuhkan pada sejumlah biakan jaringan (sel lestari) seperti chicken embryo fibroblast (CEF), canine kidney (CK), Madin-Darby canine kidney (MDCK), (FENNER et al., 1986).

D.GEJALA..KLINIS
Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari (TAYLOR, 1989), tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari (BLOOD dan RADOSTITS, 1989). Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, demam sampai 41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispneu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis. Terjadi tingkat kematian tinggi pada anakanak babi yang dilahirkan dari induk babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari setelah dilahirkan. Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti dengan komplikasi. Total kematian babi sangat rendah, biasanya kurang dari 1%. Bergantung pada infeksi yang mengikutinya, kematian dapat mencapai 1-4% (ANON., 1991).

E. 7 Langkah Cegah Penyebaran Flu Babi

Ada tujuh langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dalam mewaspadai dan mencegah penyebaran Virus H1N1 atau Flu Babi (Swine Flu).

Demikian dikatakan dalam surat edaran dari Menteri Kesehatan RI, Siti Fadilah Supari yang dibacakan langsung oleh Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Prof Dr dr Cissy RS Prawira SpA(K) MSc, di Ruang Pers RS Hasan Sadikin Bandung, Selasa.

Tujuh langkah tersebut ialah :

Pertama, sudah terpasangnya thermal scanner (alat pendeteksi suhu tubuh) di terminal kedatangan bandara internasional.

Kedua, mengaktifkan kembali sekitar 80 sentinel untuk surveillance ILI dan Pneumonia baik dalam bentuk klinik atau virologi.

Ketiga, menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penaggulangan Flu Babi yang pada dasarnya adalh Oseltamivir yang sama untuk H5N1 (virus Flu Burung) Keempat menyiapakan 100 rumah sakit rujukan yang sudah ada dengan kemampuan menangani kasus Flu Babi.

Kelima menyiapkan kemampuan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 (virus Flu Babi) di berbagai Laboratorium Flu Burung yang sudah ada. Keenam, menyebarluaskan informasi ke masyarkat luas dan menyiagakan kesehatan melalui desa siaga.

Ketujuh, simulasi penanggulangan Pandemi Influenza yang baru dilakukan minggu lalu di Makasar juga merupakan upaya nyata persiapan pemerintah dalam menghadapi berbagai kemungkinan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau Public health Emergency Internasional Concern (PHEIC) seperti Flu Babi.

Menurut Cissy, virus H5N1 jauh lebih berbahaya daripada virus H1N1, terutama di Indonesia (jika dilihat dari angka kematianya). Dikatakannya, kemungkinan virus H1N1 tidak akan mampu hidup di daerah tropis seperti Indonesia, sedangkan H1N1 biasanya hidup di daerah empat musim (kecuali pada saat musim semi dan panas).

Tidak ada komentar: