Halaman

Senin, 12 September 2011

MUTU PENANGANAN GAWAT DARURAT




















Oleh: Triyo Rachmadi, S.Kep.

Peningkatan mutu pelayanan gawat darurat/penderita trauma (PMPPT/Gugus Kendali Mutu/GKM, “Quality Improment”) seharusnya merupakan bagian dari pekerjaan seorang ahli bedah yang berkecimpung dalam traumatologi. Bahwa PMPPT dimulai dalam traumatologi disebabkan karena sifatnya yang mendadak sehingga :

1. Mungkin ditemukan keterbatasan sumber daya manusia maupun perlengkapan medik

2. Keputusan yang sering diambil seringkali harus cepat

3. Beberapa disiplin ilmu mungkin terlibat

4. Penderita tidak mempunyai kekuasaan menentukan Rumah Sakit yang diinginkan

Semua faktor diatas menyebabkan kemungkinan untuk terjadinya suatu kesalahan adalah lebih besar, sehingga harus diambil sikap dan tindakan agar kesalahan yang sama tidak akan terulang kembali.

Prasyarat untuk dapat dimulainya PMPPT

Terdapat beberapa prasyarat sebelum dapat dimulai suatu proses PMPTT yakni :

1. Harus ada kemauan baik dari semua pihak yang terlibat dalam pelayanan penderita trauma, yakni pimpinan Rumah sakit, ahli bedan dan staf lain

2. Suatu bentuk organisasi Rumah Sakit yang memungkin ahli bedah yang bertanggung jawab untuk dapat mengubah prosedur maupun protokol yang bersangkutan dengan pelayanan trauma.

3. Pembakuan (standarisasi) pelayanan trauma di Rumah sakit tersebut, baik dari segi sumber daya manusia, kelengkapan medis, prosedur maupun protokol

4. Proses pemantauan pelaksanaan prosedur maupun protokol

5. Ini membutuhkan :

¨ Penetapan populasi yang akan membantu (misalnya : hanya kasuis multi trauma”)

¨ Penetapan hal-hal yang berkaitan dengan kesudahan (outcome) yang tidak

diinginkan seperti misalnya : kematian atau komplikasi

¨ Penetapan saringan audit (audit filter)

¨ Penetapan sistem pengumpulan data yang memungkin suatu analisis yang dapat

meramal

6. Tinjauan reka (per review)

Adanya suatu panitia yang kecil yang terdiri dari para tenaga medik yang menilai hasil pekerjaan, merupakan suatu keharusan dalam PMPPT

7. Adanya kemungkinan evaluasi dan kemudian dilanjutkan dengan koreksi terhadap ad. 3 dan 4

Hal-hal yang Berkaitan dengan PMPPT

1. Struktur Organisasi

Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab terhadap keseluruhan pelayanan penderita trauma, ini berarti bahwa pimpinan rumah sakit harus mengakomodasi suatu sistem pengambilan keputusan maupun sistem evaluasi. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan PMPPT sebaiknya diserahkan pada kepala unit trauma.

2. Pembakuan (stadardisasi)

Pembakuan prosedur sangat tergantung dari sumber daya manusia dan perlengkapan medik, sebagai contoh adalah prosedur pengambilan foto ronsen pada penderita dengan fraktur femur sederhana(tertutup, tanpa gangguan NVD). Apabila pelayanan radiologi bersifat “on call”, maka pengambilan foto ronsen tersebut mungkindi tunda menjadi pagi hari, dan penderita dirawat terlebih dahulu. Pembakuan protokol medik sudah menjadi syarat untuk akreditasi Rumah Sakit oleh Departemen Kesehatan. Khusus untuk trauma, maka pembuatan protokol dapat mengacu pada ATLS

3. Indikator untuk memantau PMPPT

a. Kesudahan (Out come)

Kesudahan yang dapat diukur dalam pelayanan trauma adalah antara lain kematian/hidup dan adanya komplikasi. Evaluasi terhadap kematian dapat dilakukan dalam bentuk konperensi kematian(“Mortality conference”). Ada kekurangan dalam cara ini, karena kematian dapat “Expected” maupun “Un-expected”, dan konperensi kematian sebaiknya memfokuskan diri pada “Unexpected Death”. Kekurangan lain adalah bahwa “Unexpected Survival” tidak mendapatkan tempat pada suatu konperensi kematian.

Komplikasi yang terjadi seharusnya selalu dicatat, dan dilakukan analisis kecenderungan (“Trendy Analysis”) apabila suatu komplikasi menunjukkan peningkatan, maka harus dilakukan pengkajian tentang sebab, sehingga dapat dilakukan koreksi.

b. Saringan audit (“Audit filters”)

Saringan audit adalah suatu ketentuan minimal, yang apabila dilewati, merupakan indikasi terhadap kemungkinan kurangnya mutu pelayanan penderita trauma. American College of Surgeons pada tahun 1990 menetapkan 22 jenis saringan audit. Beberapa filter antara lain adalah misalnya menetapkan bahwa laparotomi yang dilakukan dalam waktu lebih dari 2 jam atau kraniotomi lebih dari 4 jam (setelah pendetrita tiba diunit trauma) memerlukan perhatian (walaupun belum tentu merupakan kesalahan). Untuk sementara di Indonesia, sambil menunggu ketentuan dari Departemen Kesehatan, rumah sakit dapat membuat saringan audit sendiri. Terhadap setiap kasus yang meliwati saringan kemudian dilakukan evaluasi.

c. Analisis kesudahan mati/hidup

Terhadap setiap penderita trauma dapat dilakukan sistem skorsing. Revised Trauma Score (RTS). Injury sevety Score (ISS) serta penggabungannya yaitu metode TRISS (Trauma Score and Injury Sevety Score) merupakan sistem skoring yang banyak dipakai saat ini. Cara pemakaian RTS, ISS, metode TRISS dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil dari perhitungan diatas akan memberikan ramalan hidup atau mati, maka akan ditemukan 4 kelompok yakni :

1. Diramal hidup dan benar hidup (Expected Survival”)

2. Diramal hidup namun mati (Enexpected Death)

3. Diramal mati dan benar mati (Expected Death)

4. Diramal mati namun hidup (Unexpected Survival)

Evaluasi sebaiknya dilakukan terhadap kelompok 2 dan 4. Walaupun jauh dari sempurna, namun metode analisis diatas sangat bermanfaat untuik mawas diri (Internal Review) maupun membandingkan dengan pusat trauma yang lain (External comparison). Harus selalu diingat bahwa sistem analisis di atas didasarkan pada data base (pelayanan trauma) di Amerika Serikat

4. Tinjauan Rekan (“Peer Review”)

Sebaiknya ada suatu panitia kecil yang terdiri dari para tenaga medik yang bekerja dalam bidang pelayanan trauma. Pada suatu rumah sakit kecil, panitia kecil ini dianjurkan terdiri dari satu ahli bedah, satu ahli anestesi dan Direktur Pelayanan Medik, dengan diketahui oleh ahli bedah. Pada rumah sakit yang lebih besar panitia ini sebaiknya melibatkan ahli yang lain seperti ahli bedah ortopedi, ahli bedah syaraf, ahli mata dan lain-lain. Dalam panitia ini kemudian dapat dibicarakan indikator pelayanan penderita trauma seperti pada ad.3

5. Evaluasi dan tindakan koreksi

Sebagai hasil pembicaraan dalam panitia tinjauan rekan, maka mungkin akan didapatkan suatu kesimpulan, yang kemudian akan dilakukan tindakan koreksi, baik koreksi terhadap rposedur maupun protokol. Juga sangat penting adalah melihat kekurangan baik dalam perlengkapan medik maupun ketenagaan medik. Keterlibatan pimpinan rumah sakit dalam panitia kecil akan sangat membantu tindakan koreksi terhadap prosedur.

Adapun prosedur-prosedur di dalam penanganan gawat darurat terlampir.

Pertimbangan umum:

Beberapa evidens menunjukkan bahwa pertolongan pertama oleh sembarang orang tidak memadai dan cenderung berbahaya

9 % kematian sebetulnya dapat dicegah jika ditangani oleh tenaga profesional

Faktor yang mempunyai kontribusi yang potensial terhadap terjadinya kematian atau kecacatan adalah penanganan pertama yang keliru dan pengangkutan penderita menggunakan kendaraan pribadi

Apa yang harus dilakukan.

Kenali keadaan emergensi

Ambil keputusan untuk menolong atau tidak menolong

Kontak pelayanan gawat darurat medik

Lakukan kajian terhadap korban

Berikan pertolongan pertama segera dan benar

Kejadian di lapangan yang perlu segera mendapat pertolongan medis

Perdarahan hebat

Tenggelam

Sengatan listrik

Dugaan serangan jantung

Kesulitan bernafas atau tidak ada tanda bernafas

Sumbatan jalan nafas

Gangguan mental

Keracunan

Usaha bunuh diri

Beberapa kasus kejang

Kebakaran yang kritis

Paralisis

Dugaan Trauma spinal

Persalinan yang sedang berlangsung.

Jika anda berada di tempat kejadian dan mampu memberi pertolongan, lakukan

10 detik survei yang meliputi:

Ø Adanya bahaya ikutan yang dapat memperberat korban atau membahayakan anda

Ø Mekanisme terjadinya kecelakaan atau kejadian yang dialami oleh korban

Ø Jumlah korban.

Survey Pendahuluan.

1. Apakah korban responsif (status mental korban), skala AVPU:

Ø Alert (kesadaran penuh): orientasi waktu, tempat, identitas diri

Ø Verbal stimulus: orientasi waktu, tempat, idntitas diri terganggun, tetapi respons terhadap stimulus verbal baik

Ø Painful stimulus: mata tertutup, tidak ada respons verbal, tetapi dengan ransangan sakit positif

Ø Unresponsive thd stimulus apapun

2. A : Airwway open ?

3. B : Breathing ?

4. C: Circulation :

Ø Bagaimana pulsus pada karotis ?

Ø Adakah perdarahan yang hebat ?

Ø Bagaimana kondisi kulit : warna, temperatur, kelembaban

5. D: Dissability:

Ø Spinal cord respons

Ø Mental status

Assessment thd 3 sistem tubuh yang paling penting

Respiratory system:

Airway open ?

Breathing ?

Brain and spinal cord (nervous system):

Pupil

Sensasi dan gerakan extremitas

Refleks babinski

Responsiveness (AVPU scale)

Heart/circulatory system:

Denyut nadi

Skin condition

Massive bleeding

Burn severity

Minor burns:

Kebakaran derajat 1 < 50 % BSA (body surface area)

Kebakaran derajat 2 < 15 % BSA pd dewasa

Kebakaran derajat 2 < 10 % BSA pd anak dan usila

Kebakaran derajat 3 < 2 % BSA

Moderate burns:

Kebakaran derajat 1 > 50 % BSA

Kebakaran derajat 2: 15 % - 30 % BSA pd dewasa

Kebakaran derajat 2: 10 % - 20 % BSA pd anak dan usila

Kebakaran derajat 3 < 10 % BSA

Critical burns:

Kebakaran derajat 2 > 30 % BSA pd dewasa

Kebakaran derajat 2 > 20 % BSA pd anak dan usila

Kebakaran derajat 3 > 10 % BSA

Luka bakar pada tangan, muka, mata, kaki, genitalia, luka bakar karena inhalasi, sengatan listrik, luka bakar yang disertai adanya trauma atau kondisi yang kesehatan sebelumnya

First aid untuk kebakaran

Jenis kebakaran

Kerjakan

Jangan lakukan

Luka bakar derajat 1: merah, pembengkakan ringan, dan sakit

Kompres dingin dan tutup dengan dressing steril

Mengoles mentega, saleb dsb

Luka bakar derajat 2: lebih dalam dan terjadi lepuh

Celupkan dalam air dingin, keringkan, dan tutup dengan kain steril halus untuk proteksi

Berikan bacitracin, atasi shok, cari pertolongan medis

Memecah lepuh, mengupas jaringan lepuh, memberikan cairan antiseptik, memaksa menanggalkan bagian pakaian atau perhiasan yang lengket pd luka bakar, memberikan es pd luka bakar., mengoles mentega, saleb dsb.

Luka bakar derajat 3: terjadi destruksi yang lebih dalam, lapisan kulit rusak

Tutup luka bakar dengan kain steril, atasi shok, perhatikan kalau terjadi kesulitan bernafas, segera cari pertolongan medis


Luka bakar kimiawi

Bersihkan zat kimia, basuh dengan air dalam jumlah banyak lk 20 menit atau lebih

Tanggalkan pakaian dan perhiasan


Tugas Kelompok.

1. Bagi kelompok antara 5 sampai dengan 8 orang,

2. Diskusikan bagan alir penanganan gawat darurat setiap penanganan medis/ tenaga kesehatan yang bisa dilakukan oleh tenaga pengelola PKD.,

3. Sajikan hasil diskusi masing- masing kelompok,

4. Pilih untuk masing-masing kelompok dipilih dua orang sebagai tim perumus,

5. Tim perumus untuk merumuskan hasil diskusi kelompok,

6. Dipersilahkan tim perumus untuk menyajikan rumusannya, sebagai dasar didalam melaksanakan tugas,

Tidak ada komentar: