GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN
MATERI : Medik Dasar
WAKTU : teori 28 jam pelajaran @ 60 menit
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta dapat mengenali atau melakukan penatalaknaan dan merujuk penyakit dasar/umum.
TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti sesi ini peserta diharapkan :
1. Mampu mengenali dan melakukan rujukan kasus Kegawatdaruratan medik
2. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit Kulit
3. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit Mata
4. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit Telinga Hidung Tenggorok
5. Mampu mengenali dan melakukan rujukan penyakit Sistem Kardiovaskuler
6. Mampu mengenali dan atau melakukan rujukan penyakit Sistem Respirasi Bagian Bawah
7. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit Sistem Gastrointestinal
8. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit Sistem Genito Urinaria
9. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit parasit
10. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit Sistem Hormonal
11. Mampu melakukan penatalaksanaan penyakit Virus
POKOK BAHASAN
| KAGIATAN PBM | PERTEMUAN KE | KETERANGAN |
1 | Penatalaksanaan Kegawatdaruratan medik | Minggu I | 3 subtopik bahasan |
2 | Penatalaksanaan penyakit Kulit | Mgg II dan III | 7 subtopik bahasan |
3 | Penatalaksanaan penyakit Mata |
| 2 subtopik |
4 | Penatalaksanaan penyakit Telinga Hidung Tenggorok |
| 3 subtopik |
5 | Penata laksanaan penyakit Sistem Kardiovaskuler |
| 3 subtopik bahasan |
5 | Penatalaksanaan penyakit Sistem Respirasi Bagian bawah |
| 3 sub topik |
7 | Penatalaksanaan penyakit Sistem Pencernaan/Gastrointetinal |
| 4 sub topik |
8 | Penatalaksanaan penyakit Sistem Genitourinaria |
| 4 sub topik |
9 | Penatalaksanaan penyakit parasit |
| 1 subtopik |
10 | Penatalaksanaan penyakit Sistem Hormonal |
| 2 sub topik |
12 | Penatalaksanaan penyakit Virus |
| 3 subtopik |
13 | Ujian teori tertulis | Minggu ke XV | Seluruhnya |
14 | Ujian praktek | Minggu ke XVI | Bahan teori dan hasil praktek |
PROSES, METODE DAN ALAT BANTU
a. Proses
Secara garis besar langkah pelatihan meliputi :
angkah 1: menciptakan suasana kondusif untuk berlatih
langkah 2: memberikan materi pelatihan
langkah 3: fasilitator memberikan penugasan, diskusi dan kemudian merangkum hasil
diskusi dan penugasan pada akhir sesi
b. Metode
1. Curah pendapat
2. Diskusi
3. Ceramah dan Tanya jawab
3. Simulasi
4. Demonstrasi
5. Praktek
c. Alat Bantu latih
1. OHP
2. Whiteboard
3. LCD
4. Modul
EVALUASI
Evaluasi dilakukan terhadap pengetahuan dan psikomotor peserta dengan mempergunakan ujian tertulis pada akhir seluruh proses pembelajaran yaitu pada minggu ke 15 sedangkan ujian praktek dilakukan pada akhir pembelajaran atau pada minggu ke 16.
RUJUKAN
Hoole., A. J., Picard G. C., Quimetto M. R., Lohr J. A., Greenberg R. A. (1988). Patient Guidelines for Nurse Practioners. (4 th ed.), Philadelphia : J. B. Lippincott Company.
Ikatan Sarjana Farmasi (2004). ISO Indonesia. Vol. 39. Jakarta
MODUL I : MODUL PELAYANAN MEDIK
Dalam rangka mempercepat pencapaian Jawa Tengah Sehat 2010 Pemerintah Daerah Jawa Tengah telah mengeluarkan kebijakan program pengembangan Poliklinik Desa yang meupakan peningkatan Polindes atau pondok bersalin desa. Saat ini sedang dikembangkan sekitar 400 PKD diseluruh Jawa tengah dengan bidan sebagai tenaga pengelola atau pelaksana layanan kesehatan. Peran PKD ini dimasa depan diharapkan dapat menjadi ujung tombak layanan kesehatan yang selama ini dberada di Puskesmas. Peningkatan peran dan bertambahnya macam layanan yang diberikan memerlukan sebuah terobosan dalam rangka membekali bidan atau peran yang bertugas mengelola PKD.
Peran bidan selama ini adalah memberi layanan dalam KB, KIA dan gizi sehingga kemampuan menangani penyakit-penyakit umum dan bidang kesehatan lain masih dirasa perlu dtingkatkan antara lain kemampuan dalam pengobatan dasar/medik dasar, ilmu gizi, kesehatan lingkungan, atau manajemen obat. Oleh karena itu pelatihan PKD bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bidan dalam beberapa bidang keilmuan yang diperlukan dalam perannya didalam masyarakat sebagai pengelola PKD.
Modul Pelayanan Medik PKD terdiri atas 2 bagian utama yaitu Modul IA: Modul Medik Dasar dan modul IB: modul MTBS. Modul Medik dasar terdiri atas 11 pokok bahasan dan 35 sub pokok bahasan yaitu : Penatalaksanaan Kegawatadaruratan medik, penyakit kulit, penyakit mata, penyakit, THT, Kardiovaskuler, saluran nafas bagian bawah, Gastrointestinal, Genito urinaria, Hormonal dan penyakit virus.
Pelatihan PKD dilaksanakan selama 14 minggu dengan 10 sesi setiap minggu. Proses pembelajaran atau perkuliahan medik dasar hanya dua hari dengan 1 sesi atau 2 jam pelajaran @ 60 menit dalam setiap minggunya sehingga diberikan 3 sub pokok bahasan pokok bahasan . Diharapkan dengan pemberian materi secara bertahap akan lebih banyak materi yang akan diserap oleh peserta latih. Demikian pula dengan praktek di Puskesmas yang panjang (4 hari) akan dapat meningkatkan ketrampilan atau kemampuan dibidang medik dasar yang lebih memadai.
MODUL IA
MODUL MEDIK DASAR
POKOK BAHASAN 1 : KEGAWATDARURATAN MEDIK
Medik dasar merupakan salah satu pilar dari upaya meningkatkan kemampuan bidan dibidang layanan ksehatan selain kemampuan dibidang gisi, kesehatan lingkungan, surveilan dan manajemen. Untuk mencapai tingkatan yang diharapkan dibdang medik dasar pada awal pelatihan ini peserta akan mendapatkan materi yang penting dalam tugasnya sebagai pelaksanan layanan terdepan yaitu penatalaksanaan kegawatdarutan medik yang terdiri atas 3 sub pokok bahasan:
1. Shok anafilaksis
2. Henti jantung
3. Kejang
Ke 3 keadaan kegawatdaruaratn medik diatas sangat sering dijumpai dalam praktek atau tugas sehari-hari baik di Puskesmas maupun ditempat praktek. Untuk itu pemahaman terhadap ke 3 kasus tersebut perlu diberikan pada awal pelatihan sebagao bekal dalam praktek di puskesmas.
POKOK BAHASAN 1 : KEGAWATDARURATAN MEDIKSUB POKOK BAHASAN : PENATALAKSANAAN SHOK ANAFILAKSIS
WAKTU SESI : 1 jam pelajaran @ 45 menit |
TUJUAN INSTRUKSIONALUMUM
Memberikan kemampuan kepada peserta latih dalam mengenali dan merujuk pasien dengan shok anafilaksis |
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUSSetelah mengikuti sesi ini diharapkan :
|
PROSES PEMBELAJARANLangkah 1. Persiapan peserta
Langkah 2. Penyampaian materi pelatihan
Langkah 3. diskusi /tugas individu atau kelompok
|
METODE Ceramah Tanya jawab Diskusi Penugasan/kasus VCD |
ALAT BANTU LATIHOHPWhite board LCD CD |
EVALUASI Evaluasi dilakukan secara tertulis maupun lisan dengan instrumen terlampir |
RUJUKAN Hoole., A. J., Picard G. C., Quimetto M. R., Lohr J. A., Greenberg R. A. (1988). Patient Guidelines for Nurse Practioners. (4 th ed. ), Philadelphia : J. B. Lippincott Company. Ikatan Sarjana Farmasi (2004). ISO Indonesia. Vol. 39. Jakarta. |
SHOK ANAFILAKSIS
I. Pengertian
Anagilaksis adalah reaksi hipersensitivitas yang biasanya terjadi dalam waktu singkat sesudah tubuh terekspos antigen. Reaksi dapat bersifat ringan, hilang dengan sendirinya sampai dengan kematian.
II. Penyebab
Bahan-bahan atau antigen yang biasanya dapat mengakibatkan Anafilaksis adalah sebagai berikut:
1. Antibiotik: misalnya: penisilin derivatnya.
2. Antigen biologis, misalnya: non-human serum, gamma globulin, vaksin.
3. Anestesi lokal: misalnya prokain.
4. Aspirin.
5. Sengatan serangga: misalnya lebah.
6. Ekstrak untuk skin-test, maupun bahan pengencer obat.
7. Makanan, misalnya: telur, udang, kepiting, dsb.
8. Narkotika yang disuntikkan lewat vena.
Umumnya bahan-bahan yang dimasukkan secara parenteral akan memberikan reaksi lebih berat dibandingkan yang masuk melalui oral atau lewat membran mukosa.
III. Gambaran Klinis
Reaksi Anafilaksis mempunyai tanda dan gejala seperti dibawah ini. Makin cepat timbul tanda dan gejala biasanya menunjukkan makin kuat intensitas reaksi Anafilaksis tersebut. Adapun tanda-tanda dan gejala anafilasis adalah sebagai berikut:
1. Ruam (merah) pada seluruh tubuh
2. Urtikaria
3. Batuk yang bersifat paroksismal (serangan batuk mendadak)
4. Kecemasan
5. Dispnea
6. Wheezing (nafas berbunyi)
7. Orthopnea
8. Muntah-muntah
9. Sianosis.
IV. Pemeriksaan Laboratorium :
tidak ada
V. Diagnosis Banding
Munculnya tanda dan gejala dalam waktu segera setelah terekspos antigen terutama yang masuk secara parenteral hampir dapat memastikan adanya reaksi Anaphylaxi. Kecemasan sesudah pemberian suntikan kadang-kadang menunjukkan tanda dan gejala yang serupa, tetapi pertimbangan harus dilakukan dengan cepat agar tidak terlambat dalam memberikan terapi terhadap adanya Anaphylaxi.
VI. Pengobatan
A. Pencegahan
a. Sebelum memberikan suntikan atau memberikan resep obat, selidiki riwayat adanya reaksi Anaphylaxis atau alergi, meskipun reaksi Anaphylaxis dapat juga terjadi terhadap antigen tertentu meskipun sebelumnya tidak menunjukkan tanda hipersensitivitas.
b. Minimalkan penggunaan produk-produk non-human serum
c. Sesudah memberikan suntikan atau obat yang mungkin menimbulkan reaksi Anaphylaxi, mintalah pada pasien untuk menunggu di Puskesmas selama lebih kurang 30 menit.
B. Terapi yang segera
Terapi diberikan jika tanda dan gejala Anafilaksis terjadi antara 0-15 menit sejak pemberian obat:
a. Torniket dilakukan pada proksimal dari tempat suntikan, jika obat dimasukkan lewat suntikan pada ekstremitas
b. Efinefrin dengan pengenceran 1:1000:
1) dosis untuk pediatri: 0,01 ml perkg berat badan, dosis single maksimum 0,3 ml
2) dosis dewasa: 0,3 ml s.d 0,5 ml
3) a atau b diberikan subkutan pada lengan atas dan lakukan masase. Dosis ini dapat diberikan tiap 5 menit jika diperlukan
4) dapat juga dilakukan injeksi dengan dosis yang sama pada sekitar tempat gigitan tetapi hanya satu kali saja.
c. Efinefrin dengan pengenceran 1:10,000 (1 ml efinefrin 1:1000 diencerkan dengan 9 ml cairan intravena) diberikan pada pasien secara intravena jika pasien dalam keadaan shok.
1) dosis untuk pediatri: 0,1 ml perkg berat badan, maksimum 3 ml.
2) dosis dewasa: 3-5 ml.
d. Upayakan longgarnya jalan nafas dan pakaikan masker oksigen, karena hipoksia dapat terjadi akibat hipotensi dan edema jalan nafas.
e. Terapi intravena melalui infus perlu diberikan jika pasien tidak memberikan respons terhadap terapi yang disebutkan diatas.
· Untuk Shok : berikan cairan infus normal salin atau ringer laktat untuk menaikkan tekanan darah. Shok Anaphylaxis terjadi karena vasodilatasi dan volume plasma yang tidak adekuat.
Ø Dosis pediatri/ anak: 20 ml perkg berat badan selama 15-30 menit, kemudian diperlambat 10 ml per kg berat badan perjam.
Ø Dosis dewasa: 1000 ml per 15-30 menit.
f. Jika terjadi spasme bronkhus berikan aminofilin intravena sesudah shok teratasi
· Dosis pediatri maupun dewasa: 6 mg perkg berat badan diencerkan dalam 100-200 ml cairan infus dalam waktu 10-20 menit, dengan dosis maksimum 500 mg. Injeksi dilakukan pelan-pelan tidak boleh lebih dari 25 mg/menit
· Jika pasien pernah mendapat terapi theofilin, dosis harus dikurangi.
g. Solumedrol dalam bentuk bolus yang diberikan secara intravena dapat mencegah delayed effect, dan bermanfaat untuk diberikan pada pasien dengan bronchospasme berat.
h. Catatlah waktu, tanda vital, dan obat-obat pertolongan yang telah diberikan
i. Konsultasi dengan dokter, tetapi pasien jangan ditinggal sendirian.
VII. Komplikasi
1. Sumbatan jalan nafas atas akut sebagai akibat edema pada farinks, uvula, larinks. Lakukan observasi terhadap larinks, (jika perlu siapkan untuk memasang endotracheal airway).
2. Sumbatan jalan nafas bawah akibat terjadinya bronchospasme. Pada anak sering terjadi bronchospasme yang berat, volume tidal akan berkurang, dan ronchi (wheezing) justru tidak terdengar
3. Hipotensi, oleh karena itu nadi dan tekanan darah harus dipantau
4. Aritmia sebagai akibat terjadinya hipoksia terutama pada dewasa
5. Aspirasi cairan lambung, akibat muntah pada anak
6. Kejang akibat hipoksia
7. Gagal jantung
VIII. Konsultasi dan Rujukan
Sesudah melakukan terapi VI B, hubungi dokter untuk perawatan lebih lanjut.
VIII. Tindak Lanjut
1. Berikan label (tanda atau tulisan) alergi pada catatan medik pasien
2. Berikan penjelasan pada pasien bahwa pasien tersebut alergi terhadap substansi tertentu.
3. Bila perlu anjurkan untuk desensitisasi jika reaksi Anaphylaxis disebabkan oleh substandi topikal.
|
SUB POKOK BAHASAN 2PENATALAKSANAAN HENTI JANTUNG
WAKTU SESI : 1 JAM PELAJARAN @ 45 MENIT | |
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Memberikan kemampuan kepada peserta latih dalam mengenali dan merujuk pasien dengan Henti Jantung (Cardiac arrest) | |
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUSSetelah mengikuti sesi pelatihan ini diharapkan : 1. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium untuk membantu diagnosis Henti jantung 2. Peserta dapat melakukan pemeriksaan terhadap Henti jantung 3. Peserta dapat menentukan diagnosis dan diagnosis banding Henti jantung 4. Peserta dapat menjelaskan penatalaksanaan Henti jantung 5. Peserta dapat menjelaskan rujukan pasien dengan Henti jantung | |
PROSES PEMBELAJARANLangkah 1. Persiapan peserta a. Pelatih mepersiapkan suasana dan mental peserta dalam mengikuti pelatihan b. Pelatih menjelaskan tujuan pelatihan Langkah 2. Penyampaian materi pelatihan a. Pelatih menjelaskan materi henti jantung b. Pelatih memberikan pertanyaan terkait dengan Henti jantung c. Pelatih menyampaikan beberapa masalah/keadaan /isu tentang henti jantung d. Pelatih melakukan simulasi penanganan dan merujuk pasien henti jantung Langkah 3. Curah pendapat/ diskusi a. Pelatih menyampaikan beberapa realita atau kasus/tugas terkait materi b. Pelatih memberikan tugas untuk bahan diskusi pembahasan terkait henti jantung c. Pelatih menyimpulkan, merangkum hasil diskusi, pembahasan atau penugasan | |
METODE Ceramah Tanya jawab Diskusi Penugasan/kasus VCD | |
ALAT BANTU LATIHOHPWhite board LCD CD | |
EVALUASI
Evaluasi dilakukan secara tertulis dan praktek dengan instrumen terlampir
|
HENTI JANTUNG
I. Pengertian
Berhentinya fungsi efektif jantung sehubungan dengan kegagalan bangkitan listrik atau aritmia sehingga tidak terjadi kontraksi ventrikuler yang efektif.
II. Penyebab
Henti jantung biasanya berkait dengan penyakit yang berat, sedang pada kondisi rawat jalan biasanya timbul pada pasien dengan penyakit jantung atau respirasi kronis atau akut, antara lain penyakit jantung akibat arteriosklerosis dengan dan tanpa infark miokard, penyakit paru kronik obstruktif. Pada anak biasanya disebabkan oleh karena hipoksia dengan atau tanpa obstruksi jalan nafas, atau shok hipovolemik karena penyakit yang lain.
III. Gambaran Klinis
1. Gejala: gejala-gejala yang ditunjukkan oleh penyakit yang melatar belakangi
2. Tanda:
a. Tidak adanya denyut nadi dan tekanan darah
b. Tidak sadar
c. Tidak ada tanda bernafas atau tarikan nafas (gasping).
d. Sianosis.
IV. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak perlu dilakukan tes laborat karena pertolongan segera harus dilakukan
V. Diagnosis Banding
1. Penyakit jantung kronis dan akut
2. Penyakit respirasi kronis dan akut
3. Penyakit paru kronik obstruktif
VI. Pengobatan
Pengobatan tergantung dari penyebab, tetapi ada beberapa hal utama yang harus dilakukan segera jika denyut jantung tidak ada, ireguler atau tidak efektif. Jika tidak ada dokter maka perawat harus segera melakukan resusitasi dengan urutan sebagai berikut:
1. Segera meminta orang untuk memanggil dokter
2. Perlakuan terhadap jalan nafas:
a. Periksa jalan nafas dan periksa jika ada benda asing yang menyumbat dan bebaskan jalan nafas
b. Tarik rahang bawah kedepan dan tengadahkan kepala pasien, gunakan tongue spatel untuk menahan lidah agar tidak menutup jalan nafas
c. Lakukan resusitasi dari mulut ke mulut atau gunakan ambubag
d. Berikan oksigen melalui ambubag
e. Bersihkan sekret pada mulut dan jalan nafas
f. Pasang nasogastric tube untuk mencegah vomitus.
3. Lakukan cardiac massage
a. Jika pasien terlentang pada permukaan yang lembek, pasang alas yang keras/papan pada punggungnya atau pindahkan pasien pada lantai.
b. Letakkan tangan anda pada bagian bawah dari sternum (atau midsternum pada anak) sehingga tekanan kebawah akan menekan jantung di antara sternum dan kolumna vertebra. Untuk dewasa lengan penolong harus cukup kaku sehingga tekanan pundak penolong akan diteruskan ke pangkal pergelangan tangan.
c. Mulailah cardiac massage dengan rate sebagai berikut:
Usia | 12 bulan | 1-8 tahun | diatas 8 tahun |
Tempat Kompresi | Midsternal | sepertiga bag bawah sternum | sepertiga bag bawah sternum |
Frekuensi kompresi | min 100/menit | 100/menit | 80-100/menit |
Frekeunsi ventilasi | 20/menit | 20/menit | 12/menit |
4. Cardiac massage yang berhasil ditandai timbulnya pulsus, yang dievaluasi melalui palpasi pada arteria besar, misalnya a. femoralis atau a. brachial.
5. Berikan cairan infus:
a. Pasang infus cairan 0.9 % saline atau ringer lactat
b. Catat dan monitor tanda vital dan obat yang telah diberikan
c. Jangan diberikan natrium bikarbonat
6. Jika tersedia EKG dan defibrilator, lakukan sebagai berikut:
a. Jika EKG menunjukkan tidak adanya aktifitas elektik berikan epinefrin intra vena 10 cc dari larutan 1: 10.000 pada dewasa, sedang pada anak 0,01 mg/kg BB (dari larutan 1: 10.000) diikuti 0,1 mg/kg BB diulang tiap 3-5 menit
b. Jika terjadi fibrilasi ventrikuler lakukan defibrilasi.
7. Jika tidak tersedia EKG dan defibrilator lakukan sebagai berikut:serta petugas telah mengikuti atau memiliki kemampuan PPGD yang diakui :
a. Lanjutkan resusitasi sampai terjadi denyut jantung dan respirasi yang adekuat
b. Segera kirim pasien ke rumah sakit
c. Resusitasi hanya boleh dihentikan jika sudah tersedia pertolongan medis dari dokter.
VII. Komplikasi
1. Kerusakan saraf sentral karena hipoksia
2. Nekrosis tubulus renalis
3. Sindrom renjatan respirasi pada dewasa (adult respiratory distress syndrome)
VIII. Konsultasi dan Rujukan
Semua pasien sesudah resusitasi dilakukan.
IX. Tindak Lanjut
Tergantung kondisi pasien.
| ||
|
SUB POKOK BAHASAN 3PENATALAKSANAAN KONVULSI
WAKTU SESI : 1 JAM PELAJARAN @ 45 MENIT | |
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Memberikan kemampuan dalam menilai dan mengelola pasien dengan kejang | |
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUSSetelah mengikuti pelatihan diharapkan : 1. Peserta dapat menjelaskan tentang pengertian, gambaran klinis 2. Peserta dapat melakukan pemeriksaan terhadap kejang 3. Peserta dapat menentukan diagnosis dan diagnosis banding kejang 4. Peserta dapat melakukan penanganan pasien dengan kejang 5. Peserta dapat melakukan rujukan pasien dengan kejang | |
PROSES PEMBELAJARANLangkah 1. Persiapan peserta a. Pelatih mepersiapkan suasana dan mental peserta dalam mengikuti pelatihan b. Pelatih menjelaskan tujuan pelatihan Langkah 2. Penyampaian materi pelatihan a. Pelatih menjelaskan materi pelatihan b. Pelatih memberikan pertanyaan terkait dengan materi c. Pelatih menyampaikan beberapa masalah/keadaan /isu tentang materid. Pelatih menjelaskan penanganan kejang
Langkah 3. Curah pendapat /diskusi/penugasan a. Pelatih menyampaikan beberapa realita atau kasus/tugas terkait materi b. Pelatih menugaskan untuk diskusi dan membahas kasus /tugas c. Pelatih merangkum atau menyimpulkan hasil diskusi, pembahasan atau penugasan | |
METODE Ceramah Tanya jawab Diskusi Penugasan/kasus VCD | |
ALAT BANTU LATIH OHPWhite board LCD CD | |
EVALUASI
Evaluasi dilakukan secara terulis/ lisan dan praktek dengan instrumen terlampir
|
KONVULSI (KEJANG)
I. Pengertian
Kontraksi tonus atau klonus atau keduanya disertai tidak sadar, sebagai akibat pelepasan elektrik yang tidak normal dari neuron pada susunan saraf pusat.
II. Penyebab
1. Pada neonatus (bayi baru lahir)
a. Trauma kepala
b. Trauma pd waktu lahir
c. Infeksi sistem saraf pusat
d. Hipoglikemia
e. Hipokalsemia
f. Kelainan kongenital
2.Pada bayi:
a. Kejang demam
b. Infeksi sistem saraf pusat
c. Sisa akibat kelainan/trauma pada prenatal maupun perinatal
d. Trauma sistem saraf pusat
e. Obat atau keracunan
f. Ischemia atau anoksia (breath holding spells)
3.Anak:
a. Epilepsi
b. Sisa akibat kelainan/trauma pada prenatal dan perinatal
c. Infeksi sistem saraf pusat
d. Obat atau keracunan
e. Trauma sistem saraf pusat
f. Glomerulonefritis
g. Adanya massa pada otak
III. Gambaran Klinis : (tergantung umur dan penyebab)
1. Gejala:
a. Kadang-kadang ditandai adanya gejala prodromal (awal) misalnya iritabilitas, tidak suka makan, pusing, dan letargi
b. Gejala dari penyakit yang melatar belakangi
2. Tanda: tergantung penyakit yang melatar belakangi:
a. Biasanya ditandai adanya kontraksi otot yang bersifat tonus
b. Kejang tonus biasanya simultan dengan hilangnya kesadaran
c. Muka pucat, kadang diikuti dengan eritema dan kemudian sianosi tergantung dari lama spasme tonis dari otot pernafasan.
d. Bola mata berputar mengarah ke atas atau kesalah satu sisi
e. Terjadi hiperektensi kepala atau berpaling kesatu arah. Kontraksi otot muka
f. Spasme tonus pada otot abdomen dan dada yang kadang disertai kencing atau defekasi
g. Diikuti fase klonik dapat bersifat terlokalisir atau general dan berhenti dengan variasi waktu yang berbeda.
h. Seringkali, kemudian pasien tidur atau letargi
IV. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan lab tergantung perkiraan penyakit yang mendasari
V. Diagnosis Banding
1. Menggigil karena kedinginan
2. Hipoglikemia
3. Breath holding spell
4. Sinkop
VI. Pengobatan
Umumnya konvulsi bersifat hilang dengan sendirinya, kadang-kadang bahaya justru terjadi karena pertolongan yang berlebihan.
1. Pertolongan umum:
a. Pelihara jalan nafas dengan memiringkan pasien pada satu sisi dengan kepala lebih rendah untuk mencegah aspirasi
b. Berikan oksigen
c. Jaga agar pasien tidak jatuh atau terluka oleh benda di sekelilingnya
d. Jangan mencoba untuk menaruh tongue spatel atau benda lain untuk memisahkan rahang atas dan bawah
e. lakukan observasi:
1) Perilaku sebelum terjadi kejang
2) Gerakan dari bagian tubuh pada awal dan akhir kejang
3) Kemungkinan adanya kelemahan yang persisten dari bagian tubuh sesudah serangan kejang
2. Pertolongan khusus:
a. Riwayat penyakit sebelumnya, mungkin karena adanya terapi spesifik sebelumnya, misalnya:
1) Keadaan-jeadaan yang menyebabkan hipoglikemia antara lain ibu yang mendapat terapi insulin yang menyebabkan hipoglikemia
2) Perdarahan intrakranial akibat trauma kepala
3) Hiponatremi akibat diare tanpa pemberian cairan yang adekuat
4) Panas badan yang tinggi sebelumnya
b. Pemberian diazepam jika terjadi kondisi sebagai berikut:
1) Serangan kejang yang tidak berhenti sesudah 10 menit
2) Terjadinya serangan kejang 3 kali atau lebih dalam waktu 30 menit
3) Dosis pemberian: Diazepam ( sedian lain misalnya Valium, Valisanbe, Stesolid suppusitoria) 0,5 mg/kg BB per rectal (dosis maksimum 10 mg).
4) Konsultasi ke dokter atau kirim ke tempat pelayanan yang ada tenaga dokternya
VII. Komplikasi
1. Aspirasi dari muntahan
2. Anoksia yang berkepanjangan yang dapat merusak sistem saraf pusat
3. Trauma selama terjadi serangan kejang
4. Komplikasi akibat penyakit yang melatar belakangi
5. Depresi jantung dan respirasi akibat pemberian antikonvulsan
VIII. Konsultasi dan Rujukan
Konsultasi ke dokter harus dilakukan pada semua pasien dengan serangan kejang, meskipun serangan kejang berhenti secara spontan sebelum pasien sampai di klinik.
IX. Tindak Lanjut
Tergantung anjuran dokter.
| |||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar