1.
Teori-teori
Tentang Rekam Medis
1.
Pengertian Penerapan
Menurut
J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu & Zain, 1996:1487). Adapun
menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekkan, memasangkan (Ali,
1995:1044). Berdasar kan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan
merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok
dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur
penerapan meliputi :
1. Adanya program yang dilaksanakan
2. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat
yang menjadi sasarandan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.
3. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau
perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun
pengawasan dari proses penerapan tersebut (Wahab, 1990:45)
2.
Rekam
Medis
a. Pengertian Rekam Medis
Yang dimaksud dengan
rekam medis sebagaiman dikemukakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis adalah “berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.
Rekam
medis diartikan sebagai keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas, anamnesa,
pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosa serta segala pelayanan dan tindakan
medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang diRawat Jalan,
rawat jalan, maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat. (Dirjen
Yanmed,2006:11).
Huffman
(1994:28) mengemukakan bahwa “rekam medis adalah informasi mengenai siapa, apa,
mengapa, dimana, bilamana dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien
selama masa perawatannya”. Agar lengkap maka rekam medis harus berisi informasi
yang cukup dan secara jelas menerangkan identitas pasien, mendukung diagnosa,
memberikan pengobatan yang diterimanya serta mencatat hasil-hasil pemeriksaan
secara tepat.
b. Falsafah
Rekam Medis
Menurut
Dirjen Yanmed (1997 : 6) falsafah rekam medis mengandung nilai‐nilai
ALFRED AIR yaitu sebagai berikut :
A : Administration A : Acurat
L : Legal I : Informatif
F : Financial R
: Responsibillity
R : Riset
E : Education
D : Documentation
c. Tujuan
dan Kegunaan Rekam Medis
1) Tujuan
Rekam Medis
Menurut
Dirjen Yanmed (2003:13) adalah “menunjang tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan
kesehatan di rumah sakit”.
2) Kegunaan
Rekam Medis
Menurut
Dirjen Yanmed (2006:13) dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya :
a) Aspek
Administrasi
Suatu berkas rekam
medis mempunyai nilai administrasi karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga
medis dan paramedik dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b) Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis karena
catatan tersebut dipergunakan
sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan
atau perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan dalam
rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan melalui kegiatan audit
medis,
manajemen resiko klinis serta keamanan atau keselamatan
pasien.
c) Aspek hukum
Suatu berkas Rekam
Medis mempunyai nilai hukum karena isinya
menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan. Dalam
rangka usaha menegakan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakan
keadilan. Rekam medis adalah milik dokter dan rumah sakit sedangkan isinya
merupakan milik pasien.
d) Aspek
Keuangan
Suatu berkas rekam
medis mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan sebagai bahan medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan
biaya pembayaran pelayanan. Tanpa adanya bukti catatan tindakan pelayanan maka
pembayaran tidak dapat dipertanggung jawabkan.
e) Aspek
penelitian
Suatu rekam medis
mempunyai nilai penelitian karena isinya menyangkut
data informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
f) Aspek pendididkan
Suatu rekam medis mempunyai
nilai pendidikan karena isinya menyangkut
data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan
medik yang dipergunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang profesi
pendidikan kesehatan.
g) Aspek
Dokumentasi
Suatu rekam medis
mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan
rumah sakit.
Dengan
melihat dari beberapa aspek diatas, rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat
luas karena tidak hanya menyangkut antara pasien dengan pemberi pelayanan
kesehatan saja. Kegunaan rekam medis secara umum adalah :
a. Sebagai
alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli kesehatan lainnya yang ikut
ambil bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan, dan perawatan kepada
pasien.
b. Sebagai
dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada
pasien.
c. Sebagai
bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan
pengobatan pasien selama berkunjung atau dirawat di rumah sakit
d. Sebagai
bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap pelayanan
yang diberikan kepada pasien.
e. Melindungi
kepentingan hokum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan
lainnya.
f. Menyediakan
data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
g. Sebagai
dasar dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis yang diterima pasien.
h. Menjadi
sumber ingatan yang harus didokumentasikan
serta bahan pertanggung jawaban dan laporan
d. Dasar
Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis
Yang
menjadi dasar hukum penyelenggaraan Rekam Medis menurut buku pedoman pelayanan
medis Dirjen YanMed (1997:147) diantaranya yaitu :
1. Undang-Undang
No.36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. Undang-Undang
No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang
No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran.
4. Peraturan
Pemerintah RI No.10 tahun 1996 tentang wajib simpan rahasia kedokteran.
5. Peraturan
Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
6. Peraturan
Pemerintah RI No. 269/MenKes/PER/III/2008 tentang rekam medis.
7. Peraturan
Pemerintah RI No.290/Menkes/PER/III/2008 tentang persetujuan tindakan
kedokteran.
8. Permenkes
RI No.575/Menkes/PER/III/2008 tentang rekam medis.
9. SKDirjenYanMed
No.78/Yan.Med/RS.Umum.Dik/YMU/I/91 tentang petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan
rekam medis di rumah sakit.
10. SK
Menkes RI No. 034/BIRHUP/1972. Ada
kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk menyelengggarakan
rekam medis dengan kegiatan menunjang pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien, meliputi membuati rekam medis berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan.
e. Penyelenggaraan
Rekam Medis
Penyelenggaraan
rekam medis pada suatu pelayanan kesehatan merupakan salah satu indikator mutu
pelayanan pada institusi tersebut, oleh karena itu pemerintah pun mengatur tata
cara penyelenggaraan rekam medis dalam peraturan menteri kesehatan berupa
Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008.
Secara
garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes RI Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 diatur sebagai berikut:
1. Rekam
medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima
pelayanan (pasal 5 ayat 2). Agar data yang dicatat masih original dan tidak
terlupakan.
2. Setiap
pencatatan rekam medis harus disertai
nama dan tanda tangan petugas pelayanan
kesehatan, hal ini untuk mempermudah sistem pertanggung jawaban atas pencatatan
tersebut (pasal 5 ayat 4).
3. Jika
terdapat kesalahan pencatatan pada rekam medis, maka dapat dilakukan pembetulan
(pasal 5 ayat 5).
4. Pembetulan
hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang
telah dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi, atau tenaga kerja
tertentu yang bersangkutan pasal (5 ayat 6).
Dalam
Permenkes RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 pasal 12 menyatakan bahwa isi rekam
medis adalah milik pasien (pasal 12 ayat 2) sedangkan rekam medis secara fisik
adalah milik rumah sakit atau institusi
kesehatan (pasal 12 ayat 1). Jadi ringkasan medis tersebut jika dibutuhkan oleh
pasien maka dapat diberikan isinya dengan cara dicatat, atau difotokopi oleh
pasien (pasal 12 ayat 4).
Permenkes
RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 juga mengatur mengenai pemanfaatan berkas
rekam medis dalam pasal 13. Pemanfaatannya pun harus mendapat persetujuan dari
pasien atau ahli warisnya serta dijaga kerahasiaannya (pasal 13 ayat 2),
terkecuali untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan persetujuan
pasien (pasal 13 ayat 3).
Pemanfaatan
rekam medis dapat dipakai sebagai berikut (pasal 13 ayat 3)
a. Pemeliharaan
kesehatan
b. Alat
bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan
penegakan etika kedokteran dan kedokteran gigi.
c. Keperluan
pendidikan dan penelitian.
d. Dasar
pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
e. Data
statistik kesehatan.
f. Penanggung
Jawab Pengisian Rekam Medis
Rumah
sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan
rawat jalan maupun Rawat Jalan wajib membuat rekam medis. Membuat atau mengisi
rekam medis adalah dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Menurut Dirjen Yanmed
(2006:45) penanggung jawab pengisian rekam medis adalah sebagai berikut :
1. Dokter
umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melayani
pasien dirumah sakit.
2. Dokter
tamu yang merawat pasien dirumah sakit.
3. Residen
yang melaksanakan kepaniteraan klinik.
4. Tenaga
para medis perawatan dan tenaga para medis non perawatan yang langsung terlihat
didalam antara lain: Perawat,Perawat gigi, Bidan, Tenaga laboratorium klinik,
Gizi, Anestesi, Penata Rontegen, Rehabilitasi Medik dan lain sebagainya.
5. Untuk
dokter luar negeriyang melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa tindakan
atau konsultasi kepada pasien, maka diatur oleh direktur rumah sakit.
3.
Pengertian
Rumah Sakit
Menurut
Undang-Undang RI no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan Rawat Jalan, rawat
jalan, gawat darurat.
Menurut
American Hospital Association (Azrul
Azwal, 1996:82) “Rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis
professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien”.
4.
Kodifikasi/
Coding
a. Pengertian
Coding
Salah
satu kegiatan rekam medis adalah pengolahan data yang diantaranya yaitu coding. Menurut Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik (2006:59), kodifikasi atau coding
adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau
kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data.
Menurut
Direktorat Jendral Bina Pelayanan medik (2006:60) kecepatan dan ketepatan
kodifikasi dari suatu diagnosis dan tindakan sangat bergantung pada pelaksanaan
yang menangani rekam medis tersebut yaitu :
1. Tenaga
medis dalam menetapkan diagnosa.
2. Tenaga
rekam medis sebagai pemberi kode
3. Tenaga
kesehatan lainnya.
Penetapan
diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter
(tenaga medis) yang terkait dan tidak boleh dirubah. Oleh karenanya diagnosis
yang ada dalam rekam medis harus diisi lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang
ada pada buku ICD‐10.
Tenaga
rekam medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode
dari suatu diagnosis yang ditetapkan oleh tenaga medis. Olek karenanya untuk
hal hal kurang jelas atau tidak lengkap sebelum coding ditetapkan komunikasikan
terlebih dahulu kepada tenaga medis yang menetapkan diagnosis tersebut. Setiap
dokter yang telah menangani pasien baik rawat jalan, rawat jalan maupun gawat
darurat maka dokter harus menetapkan diagnosa akhir.
5.
Pengertian
ICD-10
ICD-10 menurut WHO (2004:1) dijelaskan bahwa ICD-10 merupakan singkatan dari International Classifical of Dieseases and
Health Problems. Yang merupakan buku pedoman revisi kesepuluh klasifikasi
penyakit yang digunakan secara Internasional yang disusun berdasarkan sistem
kategori dan dikelompokan dalam satuan penyakit menurut kriteria yang telah
disepakati pakar internasional.
6.
Fungsi
ICD-10
Sebagaimana
dikemukakan oleh Hatta (2011:134), fungsi ICD-10
salah satunya adalah sebagai berikut :
a. Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan
disarana pelayanan kesehatan.
b. Masukan
bagi sistem pelaporan diagnosis medis. Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s
(Diagnosis Related Groups) untuk sistem penagihan biaya pelayanan.
c. Pelaporan
nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.
7.
Struktur
ICD-10
Menurut
Hatta (2011:135), dalam buku ICD-10
terdiri dari 3 volume, yaitu :
a.
Volume
1
1) Pengantar
2) Pernyataan
3) Pusat-pusat
kolaborasi WHO untuk klasifikasi
penyakit
4) Laporan
konferensi Internasional yang menyetujui revisi ICD-10
5) Daftar
kategori 3 karakter
6) Daftar
tabulasi penyakit dan daftar kategori termasuk sub kategori empat karakter
7) Daftar
morfologi neoplasma
8) Daftar
tabulasi khusus morbiditas dan mortalitas
9) Definisi-definisi
10) Regulasi-regulasi
nomenklatur
Daftar
tabulasi mortalitas terdiri atas :
1) Daftar
I‐kematian umum‐daftar
dengan 103 penyebab yang luas (General
Mortality Condensed List‐103 Causes)
2) Daftar
II kematian umum ‐
daftar terpilih dengan 80 penyebab (General
Mortality Condensed List 80 Causes)
3) Daftar
III kematian bayi dan anak‐daftar
dengan 67 penyebab yang luas (Infant and
Child Mortality Condensed List‐67 Causes)
4) Daftar
IV kematian bayi dan anak‐daftar
terpilih dengan 51 penyebab (Infant and Child Mortality Selected List‐51 Causes)
Daftar
tabulasi morbiditas (terdiri dari 298 penyebab)
Volume
1 (edisi ke‐1)
terdiri atas 21 bab dengan sistem kode alfanumerik. Pada volume 1 edisi ke‐2
terdapat penambahan bab menjadi 22 bab. Bab disusun menurut grup sistem anatomi
dan grup khusus. Grup khusus mencakup penyakit‐penyakit
yang sulit untuk diletakan secara anatomis.
Pengkodean
dimulai dengan huruf, 15 bab menggunakan satu huruf (bab IV‐VI,
IX‐XVIII, XXI dan XXII),
tiga bab menggunakan huruf yang juga dipakai oleh bab lain (bab III menggunakan
alphabet D, yang sama dengan neoplasma, bab VII dan VIII menggunakan abjad H),
dan empat bab memiliki lebih dari satu huruf (bab I,II,XIX dan XX).
b.
Volume
2
Buku
ICD‐10
volume 2 adalah buku petunjuk penggunaan ICD‐10
yang berisi :
1) Pengantar
2) Penjelasan
tentang ICD (Internatiolan Classification
of Diseases and Health Problems)
3) Cara
penggunaan ICD‐10
4) Aturan
dan petunjuk pengkodean morbiditas dan mortaias
5) Presentasi
statistik
6) Riwayat
perkembangan ICD
c.
Volume
3
Disebut Alphabetical
Index (indeks abjad). Yang terdiri dari :
1) Pengantar
2) Susunan
indeks secara umum
3) Seksi
I : Indeks abjad penyakit, bentuk cedera
4) Seksi
II : Penyebab luar penyakit
5) Seksi
III : Tabel obat dan zat kimia
6) Perbaikan
terhadap volume 1,2 dan 3
Tabel 1.1
RINCIAN BAB pada ICD-10
BAB
|
ALFABET
|
ICD
|
I
|
A00 ‐
B99
|
Penyakit Parasistik
dan Infeksi Tertentu
|
II
|
C00 ‐
C99
D00 ‐
D48
|
Neoplasma ganas
Neoplasma insitu dan
jinak
|
III
|
D50 ‐
D89
|
Penyakit darah dan
organ pembentuk darah
|
IV
|
E00 ‐
E90
|
Penyakit Endrokin,
Nutrisi dan Metabolik
|
V
|
F00 ‐
F99
|
Penyakit
mental dan perilaku
|
VI
|
G00 ‐
G99
|
Penyakit sistem
syaraf
|
VII
|
H00 ‐
H59
|
Penyakit Mata dan
Organ Mata
|
VIII
|
H60 ‐
H95
|
Penyakit Telinga dan
Prosesus Mastoid
|
IX
|
I00 ‐
I99
|
Penyakit Sistem
Sirkulasi
|
X
|
J00 ‐
J99
|
Penyakit Sistem
Respirasi
|
XI
|
K00 ‐
K93
|
Penyakit Sistem
Degestif
|
XII
|
L00 ‐
L99
|
Penyakit Kulit dan
Subkutan
|
XIII
|
M00 ‐
M99
|
Penyakit
Otot,Kerangka Tulang dan Jaringan Ikat
|
XIV
|
N00 ‐
N99
|
Penyakit system
Genitourinaria
|
XV
|
O00 ‐
O99
|
Kehamilan, Kelahiran
dan Masa Nifas
|
XVI
|
P00 ‐
P96
|
Kelainan Tertentu
yang Bermula dari Masa Perinatal
|
XVII
|
Q00 ‐
Q99
|
Kelainan Kongenital,
Deformasi dan Kelainan Kromosom
|
XVIII
|
R00 ‐
R99
|
Tanda, Gejala, dan
Hasil Pemeriksaan Klinik Laboratorium yang tidak diklasifikasikan ditempat
lain
|
XIX
|
S00 ‐
T98
|
Cedera dan Keracunan
|
XX
|
V01 ‐
Y98
|
Sebab‐sebab
Luar Motalitas dan Morboditas
|
XXI
|
Z00 ‐
Z99
|
Faktor yang
mempengaruhi Kesehatan dan Kontak dengan Pelayanan Kesehatan
|
Sumber
: WHO (2004:31)
8.
Dasar
menentukan kode berdasarkan ICD‐10
Menurut
WHO (2004:32), dijelaskan bahwa
sebelum menetapkan kode penyakit, coder
memerlukan pengetahuan mengenai prinsip dalam pengklasifikasian dan pemberian
kode.Petunjuk sederhana untuk membantu dalam menggunakan ICD‐10,
yaitu :
a. Identifikasi
jenis pernyataan diagnosis yang akan dikode dan segera dirujuk pada volume 3.
b. Carilah
Lead Term atau kata kuncinya.
c. Ikuti
catatan yang berada dibawah kata kunci untuk mencari kode yang lebih spesifik.
d. Baca
semua kata yang ada didalam tanda kurung/ parantheses
setelah kata kunci.
e. Ikuti
dengan seksama rujukan selang atau see
also.
f. Rujuk
ke olume 1 untuk memastikan kode dengan mengabaikan karakter ke‐4.
g. Lihatlah
petunjuk Inclusion atau Exclusion.
h. Tentukan
kode.
9. Konvensi dan tanda baca
yang digunakan dalam ICD
Menurut
WHO (2004:22), dijelaskan bahwa dalam
ICD volume terdapat konvensi dan tanda baca yang dapat
digunakan untuk mendapatkan kode yang lebih tepat. Berikut ini merupakan
penggunaan konvensi dan tanda baca yang sering digunakan dalam buku ICD‐10.
a. Inclusion
Term
Dalam
rubrik 3 dan 4 karakter terdapat sejumlah terminologi diagnosa yang dikenal
sebagai Inclusion Term yang tampak dalam bentuk tambahan judul. Sebagai contoh,
pembuatan diagnosa yang diklasifikasikan
pada kategori tersebut. pernyataan ini dapat dirujuk ke kondisi yang
berbeda atau sinonimnya.
Contoh
: A06 Amoebiasis
Includes Infection Due to Entamoeba
Hystolitica.
Inclusion Term
terutama terdapat pada daftar sebagai petunjuk untuk isi kategori. Beberapa
item pada daftar berhubungan dengan istilah yang penting. Selain itu ada
kondisi peralihan (borderline) atau
lokasi yang terdaftar untuk membedakan batas antara subkategori yang satu
dengan yang lainnya. Daftar Inclusion
Term tidak cukup lengkap, nama diagnosa alternatif yang termasuk dalam
indeks alphabet dirujuk ke buku volume 1 bila member kode suatu diagnosa.
b. Exclusion
Term
Rubrik
tertentu berisi daftar kondisi yang didahului dengan kata “Excludes” meskipun judul menunjukan istilah tersebut
diklasifikasikan ditempat lain.
Contoh pada kategori : A09 Diarrhoea
and Gastroenteritis of presumed infection origin excludes due to bacterial,
protozoal, viral and other specifid infection agent (A00‐A08)
c. Deskripsi
daftar istilah (Glossary Description)
Sebagai
tambahan dari Inclusion dan Exclusion Term pada bab V, mental and behavioural disorder menggunakan daftar istilahuntuk menunjukan isi
rubrik. Kelengkapan ini digunakan untuk terminologi
mental disorder di berbagai negara dengan nama yang sama untuk
menggambarkan kondisi yang tidak terlalu berbeda. Daftar istilah ini tidak
ditujukan untuk petugas pemberi kode.
d. Sistem
Dagger (†) dan Asterisk (*)
Kode
primer untuk penyebab penyakit (Underlying
Diseases) diberi tanda dagger (†)
dan kode tambahan untuk manifestasinya diberi kode asterisk (*). Konvensi ini diberikan karena kode penyebab penyakit
sering tidak memuaskan untuk kompilasi statistik yang berhubungan dengan
keahlian tertentu. Untuk kodifikasi, tanda asterisk
(*) tidak pernah digunakan tersendiri. Contoh : Cataract Diabetic : E14.3†
H28.0*
e. Ketentuan
yang digunakan pada daftar tabulasi
Pada
Exclusion dan Inclusion Term, ICD‐10
mencantumkan beberapa ketentuan khusus yang berhubungan dengan penggunaan ICD‐10
sebagai berikut :
1) Tanda
kurung / Parentheses
a. Untuk
membatasi kata supplemen setelah suatu istilah diagnostik tanpa mempengaruhi
kode kata diluar tanda kurung, misalnya pada “Hypertension (Accelerated)
(Benign) (Primary) (Systemic)”,
menunjukan bahwa : I10 adalah kode
untuk penyakit “Hypertension” atau
apabila ditentukan ditentukan beberapa kombinasi kata dalam kurung.
b. Sedangkan
pada buku jilid 1, tanda kurung digunakan untuk membatasi kode lokasi rujukan.
Contoh
: H01.0
Blepharitis
Exclude
: Blepharoconjunctivitis (H10.5).
c. Tanda
kurung pada judul blok untuk membatasi kode kategori yang termasuk dalam blok.
Contoh
: Renal Failure (N17‐N19).
d. Untuk
membatasi kode dagger pada suatu
kategori asterisk atau kode asterisk setelah Term Dagger.
Contoh
: A17† Tuberculous Meningitis (G01*).
2) Square
Brackets [ ]
a. Untuk
membatasi sinonim kata alternatif atau kalimat keterangan, contoh : A30 Leprosy
[Hansen Diseases]
b. Untuk
merujuk ke catatan sebelumnya.
Contoh
: C00.8 Overlapping Lesion of Lip
[see note 5 at the beginning of this chapter]
c. Untuk
merujuk ke pernyataan sebelumnya.
Contoh
: K27 Peptic Ulcer, site
unspecified
[see before K25 for subdivisions]
3) Colon/
Titik dua :
Tanda
ini digunakan untuk menjelaskan bahwa kata didepannya baru lengkap bila
ditambah dengan kata dibelakangnya.
Contoh
: K36 “Other Appendicitis”
Appendicitis :
. Chronic
. Recurrent
4) Brace/
tanda kurung kurawal { }
Digunakan
pada daftar Inclusion dan Exclusion Term untuk menunjukan kata‐kata
yang mendahuluinya atau sesudahnya bukn istilah yang lengkap.
Contoh
: G93.5 Compression of Brain
Compression
}of Brain (Stem)
Herniation
5) “NOS”
Singkatan
dari “Not Otherwise Specified” yang
berarti “Unspecified” atau “Unqualified”, tidak spesifik atau tidak
jelas. Pemberi kode suatu istilah tidak dikualifikasikan jika informasi yang
disediakan tidak begitu jelas.
Contoh
: A03.9 Shigellosis,
unspecified
Bacillary
Dysentry NOS
6) “NEC”
Singkatan
dari “Not Elsewhere Classified”.
Apabila digunkan judul pada kategori tiga karakter, NEC merupakan sebagai peringatan bahwa beberapa jenis tertentu dari
kondisi yang tercantum dalam rubrik tersebut bias saja tercantum pada
klasifikasi lain.
Contoh :
J16 Pneumonia due to other infection organism,
Not Elsewhere
Classified.
7) “And” dalam judul
Pada
ICD‐10
“dan” berarti “dan/atau”.
Contoh
: S49.9 Unspecified injury of shoulder and upper arm
Berarti
cedera yang tidak spesifik dari bahu atau cedera lengan atas.
8) Point Dash/
Titik Strip (.‐)
Digunakan
sebagai pengganti karakter keempat dari satu kategori, titik strip (.‐)
menunjukan pada pemberi kode bahwa satu karakter keempat dan sebaliknya dicari
dalam kategori yang cocok pada daftar tabulasi.
Contoh
: G03
Meningitis due to other and unspecified
cause,
Excludes :
Meningoencephalitis (G04.‐)
10.
Bab
XIX : Cedera, keracunan dan akibat tertentu lainnya dari penyebab Eksternal
Menurut
WHO (2004:862), blok‐blok
pada bagian S, T00 ‐ T14
dan T90 ‐ T98
berisi cedera yang level karakter ketiganya diklasifikasikan menurut jenis
cedera yang mengikutinya :
a. Superficial injury/
cedera luar (permukaan),
b. Open wound/
luka terbuka,
c. Fracture/
patah tulang,
d. Dislocation, sprain and
strain/ urai sendi terkilir, tegang,
e. Injury to nerves and
spinal cord/ cedera pada syaraf dan sumsum
tulang belakang,
f. Injury to blood vessels/
cedera pada pembuluh darah,
g. Injury to muscle and
tendon/ cedera pada otot dan urat otot,
h. Crushing injury/
luka hancur,
i.
Traumatic
amputation/ terpotong anggota gerak karena cedera,
j.
Injury
to internal organs/ terpotong anggota
gerak karena cedera,
k. Pada
saat menggunakan bab XIX maka aturan ICD‐10
mengharuskan penggunaan bab XX sebagai kode sifat dari penyebab eksternal.
11.
Bab
XX : Penyebab Eksternal Morbiditas dan Mortalitas
Kode-kode
ini tidak mungkin digunakan sebagai kode utama, kode ini digunakan sebagai kode
tambahan untuk mengidentifikasi sebab eksternal dan kondisi yang
diklasifikasikan dalam bab XIX dan dapat pula digunakan sebagai jode tambahan
bersama dengan kondisi yang diklasifikasikan dalam bab lain yang mempunyai
sebab eksternal.
a. Bab
ini terdiri dari 8 blok : (WHO, 2004
: 977)
V01-X59 Kecelakaan.
X60-X84 Mencederai diri secara sengaja.
X85-Y09 Pembunuhan / cedera yang disengaja
dilakukan oleh orang lain.
Y10-Y34 Kejadian yang tidak dapat ditentukan
disengaja atau tidak.
Y35-Y36 Tindakan intervensi legal/resmi dan
perang.
Y40-Y84 Komplikasi akibat tindakan medik dan
bedah.
Y85-Y98 Sequele dari penyebab luar penyakit dan
kematian.
Y90-Y98 Faktor tambahan berhubungan dengan
penyebab sakit/ penyebab kematian.
b. Karakter
ke 4 : kode tempat kejadian
Menurut
WHO (2004 : 979), kode kejadian
dijelaskan dalam kategori W00-Y34 kecuali Y06 dan Y07, blok 1 sub blok 2 sampai
dengan blok 4.
0
Tempat tinggal
1
Gedung tempat tinggal
2
Sekolah
3
Daerah untuk olah raga
4
Jalan bebas hambatan
5
Tempat dagang,
pelayanan umum
6
Daerah industri,
bangunan (contruction)
7
Pertanian
8
Tempat ditentukan lain
9
Tempat tidak ditentukan
Digunakan
sebagai tambahan pada kategori V01-Y34. Untuk menyatakan aktifitas penderita
pada waktu kecelakaan terjadi. (WHO,
2008:98)
0
Sedang melakukan
aktifitas olah raga
1
Sedang dalam waktu
senggang
2
Waktu bekerja
menghasilkan uang
3
Sedang mengerjakan
pekerjaan selain no 0,1,2
4
Waktu istirahat, tidur,
makan atau pekerjaan vital lain
8 Sedang mengerjakan aktifitas lainnya
9 Dalam aktifitas yang tidak ditentukan
12.
Pengkodean
Morbiditas
Dalam
menentukan kode ICD digunakan
analisis morbiditas selama pasien berada ditempat pelayanan kesehatan, dari
analisis morbiditas ditemukan kondisi utama atau diagnosa yang relevan dengan
treatment dan investigasi selama berada dalam pelayanan kesehatan tesebut.
Kondisi
utama adalah “suatu diagnosis/ kondisi kesehatan yang menyebabkan pasien
memperoleh perawatan atau pemeriksaan, yang ditegakan pada akhir episode
pelayanan dan bertanggung jawab atas kebutuhan sumber daya pengobatannya”.
(Hatta, 2011:140)
Selain
memilih diagnosa utama, dalam berkas rekam medis terdapat diagnosa tambahan,
maka pisahkan mana yang merupakan diagnosa utama dan mana yang merupakan
diagnosa tambahan.
Sedangkan
yang dimaksud dengan kondisi sekunder sebagaimana dikemukakan oleh Hatta
(2011:140), “kondisi sekunder/ diagnosis sekunder adalah diagnosis yang
menyertai diagnosis utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama
episode pelayanan”.
13.
Aturan
dalam menyeleksi kembali diagnosa utama
Dalam
menuliskan diagnosa tidak menutup kemungkinan dokter menukis diagnosa utama
tidak sesuai dengan aturan ICD, maka
dari itu seorang coder harus mampu menyeleksi u;ang diagnosa utama, berikut ini
adalah aturannya : (WHO,2004:113)
a. Rule
MB1 : Kondisi minor dicatat sebagai “Kondisi Utama”, sedangkan kondisi yang
lebih bermakna dicatat sebagai “Kondisi Lain”.
Pada
suatu kondisi minor atau kondisi yang telah berjalan lama atau suatu masalah
yang isudentil dicatat sebagai “Kondisi Utama”, dan suatu kondisi yang lebih
berarti relevan bagi perawatan yang diberikan dan atau spesialisasi dicatat
sebagai “Kondisi Lain”, reseleksi yang terakhir sebagai “Kondisi Utama”.
Contoh :
Kondisi
Utama : Congestive Heart Failure
Kondisi Lain : Fractur
Colum Femuris
karena
jatuh dari tempat tidur selama opname. Pasien di rumah sakit selama empat
minggu.
Prosedur
: Fiksasi internal patah tulang.
Bidang
khusus : Penyakit dalam satu minggu kemudian pindah ke bedah
orthopedic bagi perawatan patah tulang.
Reseleksi
kembali Fraktur Colum Fremis sebagai
“Kondisi Utama” dengan kode S72.0
b. Rule
MB2 : beberapa kondisi sekaligus tercatat sebagai “Kondisi Utama”.
Bila
tercatat beberapa kondisi yang tidak dapat digabungkan dalam satu kode sebagai
kondisi utama, sedangkan rincian-rincian lain dalam catatan mengacu pada salah
satu diantaranya sebagai kondisi utama yang menyebabkan seorang pasien dirawat,
pilihlah kondisi tersebut atau pilih kondisi yang pertama kali disebut.
Contoh :
Kondisi utama : Cataract
Staphycoccal Meningitis
Ishaemic Heart Disease
Kondisi lain : -
Pilih
Staphycoccal Meningitis (G00.3) sebagai kondisi utama.
c. Rule
MB3 : Kondisi yang tercatat sebagai kondisi utama berisikan gejala (Symptom) dari kondisi yang di diagnosis
dan dirawat.
Dalam
kasus ini apabila gejala atau tanda-tanda penyakit yang biasanya
diklasifikasikan di Chapter 18 atau
masalah lainnya di Chapter 21
tercatat sebagai diagnosa utama maka seleksi ulang kondisi tersebut dan
tentukan kode untuk diagnosis utama.
Contoh : Kondisi utama : Haematuria
Kondisi
lain` : Varicose Veins Of legs papillomata Of
posterior Wall Of Bladder
Perawatan : Eksisi Diathermi Papilloma
Bidang
khusus : Urologi
Reseleksi
Papillomata Of Posterior Wall Of Bladder
sebagai kondisi utama dengan kode D41.4
d. Rule
MB4 : Spesifik
Dimana
diagnosa dicatat sebagai “kondisi utama” yang mendeskripsikan sebuah kondisi
dalam istilah yang memberikan informasi yang lebih tepat mengenai tempat atau
sifat dasar kondisi dicatat ditempat lain, reseleksi yang terakhir ini sebagai
kondisi utama.
Contoh
: Kondisi Utama : Cerebrovaskular Accident
Kondisi lain :
Diabetes Mellitus
Hypertension
Cerebral haemorrhage
Reseleksi
Cerebral Haemorrhage sebagai kondisi
utama dengan kode I61.9.
e. Rule
MB5 : Kode Alternatif
Bilamana
suatu tanda atau gejala tercatat sebagai “kondisi utama” dengan indikasi
disebabakan oleh suatu kondisi lain, pilihlah gejala tersebut sebagai pilihan
diagnosis untuk “Kondisi Utama”, pilihlah kondisi yang pertama dicatat.
Contoh
Kondisi utama :
Acute Cholecystitis Or Acute Pancreatitis
Kondisi lain :
-
Pilih Acute Cholecystitis sebagai “kondisi
utama” dengan kode K81.0
14.
Diagnosa
Diagnosa
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:261) adalah “proses penentuan jenis
penyakit berdasarkan tanda dan gejala dengan menggunakan cara dan alat seperti
laboratorium, foto dan klinik”.
Menurut
kamus kedokteran Dorland edisi ke-25 (2005:310), diagnosa terdiri dari :
1. Clinical Diagnostic,
yaitu :
Diagnosis berdasarkan
tanda, gejala dan pemeriksaan laboratorium selama hidup.
2. Differential Diagnostic,
yaitu :
Penentuan satu dari beberapa
penyakit yang dihasilkan oleh suatu gejala.
3. Physical Diagnostic,
yaitu :
Diagnosis berdasarkan
informasi yang didapat dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
15.
Rawat
Jalan
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia (2005:935) menjelaskan bahwa “Rawat Jalan adalah perawatan
pasien dengan cara tidak menginap di rumah sakit”.
16.
Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas
(ISPA)
Menurut DepKes RI (1998) Istilah ISPA mengandung 3 unsur,
yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan Atas. Pengertian atau batasan
masing-masing unsur adalah sebagai berikut :
1.
Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman
atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit.
2.
Yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ
yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti
sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian Infeksi
Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) secara anatomis mencakup saluran
pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan
paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka
jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
3.
Yang dimaksud dengan infeksi Atas adalah infeksi yang
berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan
proses Atas meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam Infeksi
Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) proses ini dapat berlangsung lebih
dari 14 hari (DepKes. RI, 1998 : 3 dan 4).
4.
Saluran pernafasan pada manusia adalah alat-alat tubuh yang
dipergunakan untuk bernafas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan,
tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru.
5.
Penyakit yang Atas artinya penyakit yang berlangsung
tidak lebih dari 14 hari (DepKes.RI, 1985 : 1).
Berdasarkan definisi-definisi di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) adalah suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh
yang dipergunakan untuk bernafas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan,
tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru, dan berlangsung tidak
lebih dari 14 hari.
17.
Puskesmas
Menurut DepKes RI (2004), Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kesehatan.
1. Unit Pelaksana Teknis Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan kabupaten / kota (UPTD), Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian
dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia.
2. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah
penyelenggaraan upaya kesehatan oleh Bangsa Indonesia untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. Pertanggung jawaban Penyelenggaraan Penanggung jawab
utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten
/ kota adalah dinas kesehatan kabupaten / kota, sedangkan puskesmas bertanggung
jawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh
dinas kesehatan kabupaten / kota sesuai dengan kemampuannya.
4. Wilayah Kerja Secara Nasional standar wilayah
kerja puskesmas adalah satu Kecamatan, tetapi apabila di satu Kecamatan
terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi
antar Puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan
atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab
langsung kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota