PENERAPAN KODIFIKASI
DIAGNOSA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA) BERDASARKAN
ICD-10 DI UNIT REKAM MEDIS RAWAT JALAN PUSKESMAS
BULUSPESANTREN II
Disusun Oleh :
MEGA FIBRINSARI
PRIYANINGRUM
NPM 12304005
Pembimbing/ Penguji:
H. Triyo Rachmadi, S.Kep., M.H (Kes)
Politeknik Dharma Patria Kebumen
Program Studi Teknik Elektro Rekam Medis Kesehatan
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik merupakan dambaan setiap orang, baik orang yang
mampu maupun yang tidak mampu karena
kesehatan merupakan hak dan investasi. Seperti tertuang pada Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 28 H yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera
lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Sedangkan dalam
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan menetapkan bahwa setiap
orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Perlunya
penyelenggaraan kesehatan yang perannya sangat penting dalam terwujudnya
keadaan sehat. Seseorang akan memerlukan pelayanan kesehatan yang bisa didapat
dilembaga kesehatan seperti Puskesmas, klinik dan rumah sakit. Puskesmas
merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Rumah Sakit melaksanakan upaya
kesehatan secara efektif dan efisien dengan memberi pelayanan yang bersifat
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara
serasi dan terpadu dengan pelayanan yang bersifat promosi kesehatan (promotif)
dan pencegahan (preventif). Dalam rumah sakit salah satu yang paling berperan
selain dokter dan perawat yaitu rekam medis yang bertugas dalam laporan data
pasien.
Menurut
PERMENKES No.269/MENKES/PER/III/2008 pasal 1 angka 1 Rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan yang tela diberikan kepada pasien. Rekam
medis harus berisi informasi lengkap tentang perihal proses pelayanan medis
dirumah sakit yang terjadi di masa lalu, masa kini dan perkiraan di masa yang
akan datang, yang diatur dalam pengelolaan rekam medis rumah sakit, yang
mewajibkan semua petugas rumah sakit yang terlibat dalam pengisian rekam medis
untuk melaksanakannya sesuai dengan undang-undang kesehatan, agar terciptanya
keseragaman dan persamaan.
Salah
satu dari pengelolaan data rekam medis yaitu proses coding yang berfungsi sebagai pengkodean klasifikasi penyakit yang
disesuaikan berdasarkan ICD-10
sebelum dimasukan dalam pelaporan data rekam medis di rumah sakit baik intern
maupun ekstern. Menurut Depkes RI dan DIRJEN YANMED (2006:59) coding adalah pemberian penetapan kode
dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang
memiliki komponnen data.
Sistem
pelaporan morbiditas dan mortalitas harus menggunakan kode (sandi) diagnosa ICD-10. Ini menunjukan bahwa untuk kepentingan
pelaporan morbiditas dan mortalitas penyakit di fasilitas pelayanan kesehatan
di Indonesia pengkodean diagnosa penyakit harus berdasarkan klasifikasi ICD-10 revision, dimana aturan tersebut
berlaku bagi segenap jenis dan tipe kelas pelayanan kesehatan rumah sakit, Puskesmas
milik pemerintah maupun swasta di Indonesia. Untuk itu rekam medis sebagai data
pusat rumah sakit sangat memberikan andil dalam menunjang pelayanan kesehatan
yang didukung oleh coder yang
profesional yang memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menggunkan ICD-10, sehingga dapat menghasilkan
informasi yang cepat dan tepat. Selain itu seorang profesi perekam medis juga
harus harus menguasai kompetensi pokok yang telah ditetapkan oleh organisasi
profesi untuk menjalankan kegiatan rekam medis dan informasi kesehatan, selain
itu juga harus menguasai kompetensi pendukung sebagai pengembangan dari
kompetensi dasar. Di bawah ini merupakan 2 kategori kompetensi yang harus
dimiliki profesi perekam medis dan informasi kesehatan, yaitu: Klasifikasi & Kodifikasi Penyakit,
Masalah-masalah Yang Berkaitan Dengan Kesehatan dan Tindakan Medis, Aspek Hukum
& Etika Profesi, Manajemen Rekam Medis & Informasi Kesehatan, Menjaga
Mutu Rekam Medis, Statistik Kesehatan, Manajemen Unit Kerja Rekam Medis dan
Kemitraan Profesi
Puskesmas Buluspesantren II merupakan Puskesmas
yang menyelenggarakan kegiatan rekam medis dengan baik dan tertata, meskipun
sebagai Puskesmas Buluspesantren II masih memiliki kendala dalam kegiatan rekam
medis, salah satunya dalam kegiatan pengkodean penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) diantaranya penulisan diagnosis yang belum sesuai dengan
sistem penamaan ICD-10, adanya diagnosis
yang diberikan dokter menggunakan istilah yang tidak baku dan singkatan yang
hanya diketahui oleh dokter itu sendiri, adanya tulisan dokter yang tidak
dimengerti bahkan tidak terbaca sama sekali.
Berdasarkan
hasil penelitian diAtas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana
Penerapan kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
berdasarkan ICD-10 di Puskesmas Buluspesantren II dengan judul “PENERAPAN KODIFIKASI DIAGNOSA PENYAKIT
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA) BERDASARKAN ICD-10 DI UNIT REKAM MEDIS
RAWAT JALAN PUSKESMAS BULUSPESANTREN II”.
1.2.Pokok Permasalahan
Adapun
yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian laporan semester ini adalah bagaimana penerapan
kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) Berdasarkan
ICD-10 di Unit Rekam Medis Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II ?
1.3.Pertanyaan Penelitian
a.
Bagaimana Penerapan
kodifikasi terhadap diagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) Berdasarkan ICD-10 di unit rekam
medis Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II ?
b.
Faktor-faktor apa saja
yang menghambat dan mendorong dalam
penerapan kodifikasi terhadap diagnosa Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) Berdasarkan ICD-10 di unit Rawat
Jalan Puskesmas Buluspesantren II ?
c.
Upaya apa saja yang
dilakukan untuk menanggulangi faktor-faktor yang menghambat dalam penerapan
kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) Berdasarkan
ICD-10 di unit rekam medis Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II ?
1.4.Tujuan dan Manfaat
Penelitian
1.4.1. Tujuan
Penelitian
1.4.1.1. Tujuan
Umum
Adapun
tujuan umum dalam penyusunan Laporan Semester ini adalah untuk memperoleh
gambaran mengenai penerapan kodifikasi diagnosa penyakit yang dilakukan di unit
rekam medis Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II.
1.4.1.2. Tujuan
Khusus
a. Untuk mengetahui
bagaimana penerapan kodifikasi penyakit di unit rekam medis Rawat Jalan
Puskesmas Buluspesantren II.
b. Untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam penerapan kodifikasi diagnosa
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
di unit rekam medis Rawat Jalan
Puskesmas Buluspesantren II.
c. Untuk
mengetahui upaya apa yang ditempuh oleh pihak rumah sakit untuk mengAtasi
permasalahan dalam penerapan kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) di unit rekam medis Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II.
1.4.2. Manfaat
Penelitian
1.4.2.1. Bagi Penulis
Manfaat
penelitian ini bagi penulis adalah sebagai pembelajaran serta menambah
pengetahuan dan wawasan dalam bidang rekam medis khususnya kodifikasi, serta
mengaplikasikan antara teori yang didapat selama perkuliahan dengan keadaan
yang sesungguhnya.
1.4.2.2. Bagi Puskesmas
Bagi Puskesmas penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan dorongan
yang dapat membangun dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan terutama dalam
pelaksanaan kodifikasi terhadap diagnosa penyakit di unit rekam medis rawat jalan
menjadi lebih baik lagi.
1.4.2.3. Bagi
Akademik
Bagi Akademik diharapkan laporan penelitian ini dapat bermanfaat dan
berguna serta dapat dijadikan bahan referensi untuk pembelajaran rekan-rekan
mahasiswa Politeknik Dharma Patria khususnya jurusan Teknik Elektro Rekam Medis
Kesehatan.
1.5.Ruang Lingkup dan Batasan
Masalah
Ruang
lingkup dan batasan
masalah pada penilitian ini adalah pada tinjauan kodifikasi Diagnosa penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di unit rekam medis yang memang memacu pada buku ICD-10.
1.6.Metode Penelitian
Menurut Notoatmodjo
(2010 : 19), mengemukakan bahwa “Metode Penelitian adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada
dasarnya menggunakan metode ilmiah”.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Menurut Notoatmodjo (2010
: 35), “metode penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dilakukan
untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang terjadi didalam
masyarakat”.
Sehingga penulis dapat mengetahui dan memaparkan keadaan
yang terjadi dilapangan serta mengetahui permasalahan dalam kodifikasi diagnosa
penyakit guna menunjang kualitas laporan keadaan morbiditas pasien rawat jalan di
Puskesmas.
1.7.Waktu dan Tempat
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Puskesmas Buluspesantren II
yang beralamat di Jl.
Kejayan – Rantewringin – Buluspesatren
di loket pendaftaran pasien. Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari tanggal 28 November sampai dengan 27 Desember
2014 jam 07.30 – 12.30 wib.
1.8.Sistematika Penulisan
Untuk
mempermudah pelaporan dari hasil penelitian yang dilakukan maka penelitian ini dilakukan dengan sistematika
penulisan lapotan sebagai berikut :
BAB
I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang penulisan,
perumusan masalah, pokok permasalahan, pertanyaan penelitian, tugas dan manfaat
penelitian, metode penelitian, waktu dan tempat penelitian serta sistematika
penulisan penelitian.
BAB
II LANDASAN TEORI
Bab II ini berisikan tentang Sejarah Perusahaan,
Visi Misi, Struktur Organisasi dan juga penjelasan mengenai teori-teori serta
definisi-definisi yang digunakan sebagai pedoman atau acuan, baik teori secara
konsptual maupun teori aplikasi yang menndukung proses penulisan Laporan
Semester ini.
BAB
III PENERAPAN KODIFIKASI
DIAGNOSA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA) BERDASARKAN ICD-10
DI UNIT REKAM
MEDIS RAWAT JALAN PUSKESMAS BULUSPESANTREN II.
Bab III ini berisikan tentang Hasil Praktek Kerja
Lapangan.
BAB
V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan ikhtisar atau rangkuman
atau kesimpulan dari seluruh rangkaian proses penelitian dari latar belakang
sampai konsep serta hasil yang dituju .
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1.
Teori-teori
Tentang Rekam Medis
2.1.1.
Pengertian Penerapan
BAB III
PENERAPAN KODIFIKASI DIAGNOSA PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA)
BERDASARKAN ICD-10 DI UNIT REKAM MEDIS RAWAT JALAN PUSKESMAS
BULUSPESANTREN II
3.1
Sejarah
Singkat Puskesmas Buluspesantren II
Puskesmas
Buluspesantren II terletak dijalan kejayan, Desa Rantewringin termasuk wilayah
kecamatan Buluspesantren,mempunyai 10
(sepuluh) desa binaan :
-
Desa Ambalkumolo
-
Desa Ampih
-
Desa Jogopaten
-
Desa Klapasawit
-
Desa Rantewringin
-
Desa Sangubanyu
-
Desa Sidomoro
-
Desa Tambakrejo
-
Desa Tanjungrejo
-
Desa Tanjungsari
Puskesmas
sudah cukup lama berdiri sebagai Puskesmas Rawat Jalan. Puskesmas
Buluspesantren II mengembangkan 6 (enam) program wajib yaitu:
Pengobatan
umum, KIA dan KB,Pengobatan gigi ,Gizi, P2M, Perkesmas dan Kesling.
Sedangkan sebagai program penunjang
yaitu : PKM, UKS/UKGS dan laboratorium. Disamping itu semua tetap pula
dikembangkan PSM (Peran Serta Masyarakat) dalam bidang kesehatan.
- Isu Global Otonomi Daerah
Dalam pelaksanaan PP
25/2000 tentang Otonomi Daerah, Puskesmas Buluspesantren II mempersiapkan diri
dengan upaya memberdayakan puskesmas untuk dapat lebih mandiri, professional
dan bertanggungjawab dalam melakukan pelayanaan kesehatan masyarakat. Puskesmas sebagai pelayanan
kesehatan dasar harus menata diri menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Fasilitas pelayanan
kesehatan dan kesejahteraan Sumber Daya Manusia (SDM) perlu mendapat perhatian.
Perbaikan penampilan tempat pelayanan, penambahan fasilitas sarana kesehatan
dan juga perilaku atau sikap petugas pelayanan yaitu staf puskesmas sudah
menjadi pertimbangan pelanggan.
Pada tiap pelayanan
dikembangkan kegiatan yang membina kemandirian pasien. Pasien diharapkan dapat
ikut membantu membiayai kesehatannya sendiri, tidak oleh pemerintah saja.
Pelayanan kesehatan
menyeluruh yang diberikan di Puskesmas yaitu:
- Pengobatan ( kuratif )
- Pencegahan ( preventif )
- Peningkatan kesehatan ( promotif
)
- Pemulihan kesehatan (
rehabilitatif )
2.
Keadaan
Eksternal
a. Demografi
Batas-batas
wilayah antara lain :
Sebelah
Utara : Wilayah Kerja Puskesmas
Kebumen I
Sebelah
Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas
Buluspesantren I
Sebelah Barat :
Wilayah Kerja Puskesmas Klirong I
Sebelah Timur :
Wilayah Kerja Puskesmas Ambal dan
Kutowinangun
b. Wilayah Kerja
Puskesmas Buluspesantren II
Ada
10 ( sepuluh ) desa binaan :
-
Desa Ambalkumolo
-
Desa Ampih
-
Desa Jogopaten
-
Desa Klapasawit
-
Desa Rantewringin
-
Desa Sangubanyu
-
Desa Sidomoro
-
Desa Tambakrejo
-
Desa Tanjungrejo
-
Desa Tanjungsari
Luas
wilayah : 14.492 Km2
Jumlah
penduduk : 25.136 jiwa
Tingkat
pendidikan ( terlampir )
Jumlah
sekolah ( terlampir )
3.
Keadaan
Internal
a Tenaga Kesehatan ( struktur organisasi
terlampir )
o 1
Dokter Umum
o 1
Dokter Gigi
o 15
Bidan
o 7
Perawat
o 1
Perawat gigi
o 1
Sanitarian
o 1
PKM
o 2
Asisten Analis
o 3
TU/Administrasi
o 1
Pengemudi
o 1
Cleaning service
b. Fasilitas Kesehatan
§ Puskesling
§ 6
Sepeda motor
c. Fasilitas Gedung Puskesmas
Gedung
Puskesmas Buluspesantren II terdiri dari 3 gedung, 2 gedung sebagai tempat
pelayanan dan 1 gedung aula/pertemuan. Keadaan bangunan cukup
representatif,lantai sudah dikeramik.
d. Sumber Dana
-
APBN
-
APBD
-
Program Jamkesmas
3.2
Visi
dan misi Puskesmas Buluspesantren II
1. Visi
“
Menjadi Puskesmas Pilihan Masyarakat Buluspesantren”
Kecamatan
sehat 2010 merupakan gambaran masyarakat kecamatan masa depan ingin dicapai pembangunan yang
ditandai penduduknya hidup dalam lingkungan sehat dan perilaku hidup sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dengan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
2. Misi
Untuk
mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan misi sebagai berikut :
a.
Menyelenggarakan
pelayanan rawat jalan yang bermutu,efektif, efisien, merata dan terjangkau bagi
masyarakat Kebumen dan sekitarnya
b.
Mendorong kemandirian
kemandirian masyarakat kebumen untuk hidup sehat dengan meningkatkan peran
serta masyarakat dalam upaya kesehatan baik promotif,preventif maupun kuratif
c.
Membangun pembangunan
berwawasan kesehatan.
3.3
Hasil
Praktek Kerja Lapangan
Berdasarkan
hasil praktek kerja lapangan yang telah penulis laksanakan di unit Rekam Medis
Puskesmas Buluspesantren II,
sejak tanggal 28 November sampai dengan 27 Desember 2014 jam 07.30-12.30 wib. Penulis
menemukan beberapa kendala dalam kegiatan rekam medis, diantaranya kegiatan penerapan
kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di Puskesmas
Buluspesantren II.
3.3.1
Intruksi
Penerapan Kodifikasi Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Jalan di Puskesmas
Buluspesantren II
a. Petugas coding
menerima berkas rekam medis yang telah di periksa kelengkapannya oleh petugas Assembling.
b. Petugas
memberi kode penyakit untuk diagnosa yang telah ditulis oleh dokter dengan
menggunakan buku ICD sebagai buku
pegangan.
c. Petugas
menulis kode penyakit yang dimaksud pada Form Rekam medis (form masuk dan
keluar).
3.3.2
Pelaksanaan
Kodifikasi Diagnosa Penyakit Berkas Rekam Medis Pasien Rawat Jalan di Puskesmas
Buluspesantren II
a. Petugas
coding menerima berkas rekam medis
yang telah di assembling oleh petugas
coding itu sendiri.
b.
Petugas coding melihat keluhan atau anamnesa pasien di catatan medis dari dokter. Setelah menerima catatan medis
pasien, dan dalam catatan belum ada kodefikasi penyakit, maka petugas bisa menambahkan
kodefikasi penyakit ke data pasien. Apabila petugas tidak hafal bisa menanyakan
kepada rekan atau membuka ICD 10, bila sudah hafal kode penyakit, bisa langsung
mendiagnosa pasien tanpa bertanya kepada rekan atau membuka ICD 10.
c.
Petugas menulis
kode penyakit yang sesuai dengan diagnosa penyakit, cara untuk menentukan kode
selain membuka buku juga bisa mencari di dalam software computer, jika sudah
ketemu selanjutnya di cocokan dengan catatan yang ada. Kode ISPA : J06.9. Contoh
kode ISPA : Faringitis akut kode ICD
J02 sakit menelan, Neoplasma ganas sistem napas dan alat rongga dada lainnya
kode ICD C 30,C 31,C 37 - C 38.0,C39, Influensa
kode ICD J 10 - J 11.Bronkitis,
emfisema dan penyakit paru obstruktif kronik lainnya kode ICD J 40 - J 44,
Sinusitis kronik Kode ICD J 32, prtonisis TBC kode ICD A18.3+ K673*, Pneumonia
kode ICD J 12 - J 18, Dipteria kode ICD A36.9
3.3.3
Faktor
yang Menghambat Penerapan Kodefikasi Diagnosa Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) di Unit Rekam Medis
Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II
a. Penggunaan
singkatan-singkatan yang hanya dimengerti oleh dokter itu sendiri dimana
petugas kodefikasi belum mengetahui kepanjangan dari singkatan tersebut.
b. Dalam
melakukan kodefikasi petugas terkadang tidak merujuk ke volume 1 dan volume 3
untuk mengecek kebenarannya. Sebab petugas mengandalkan hafalan yang
dimiliknya.
c. Kurangnya
sosialisasi kepada tenaga medis dalam menulis diagnosa berdasarkan ICD-10. Hal
ini menyebabkan coder sulit untuk
menentukan kode penyakit pada diagnosa akhir.
3.3.4
Faktor
yang Mendorong Penerapan Kodefikasi Diagnosa Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) di Unit Rekam Medis
Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II
a. Penerapan
kodefikasi penyakit digunakan untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan
disarana pelayanan kesehatan.
b. Dengan
adanya penerapan kodefikasi penyakit memudahkan proses penyimpanan dan
pengambilan data terkait diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan. Selain
itu, untuk masukan/ input bagi sistem pelaporan diagnosis
medis.
3.3.5
Permasalahan
yang Dihadapi Dalam Penerapan Kodifikasi Diagnosa Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) di Unit Rekam
Medis Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II
a. Penggunaan
singkatan-singkatan yang hanya dimengerti oleh dokter itu sendiri dimana
petugas coding tidak mengetahui
kepanjangan dari singkatan tersebut. Sehingga memberikan kesulitan dalam
melakukan kode diagnosa, hal ini mengakibatkan terhambatnya coder dalam menentukan kodefikasi
penyakit.
b. Dalam
melakukan kodefikasi coder jarang
merujuk ke volume 1 dan 3 untuk melihat
kebenarannya. Sebab, petugas hanya mengandalkan hafalan yang dimilkinya,
akibatnya ada beberapa kode yang terulang kesalahnnya dikode berikutnya.
Misalnya : pengkodean batuk, pilek dikode dengan kode J06. Seharusnya dikode
dengan kode J060.
c. Penulisan
diagnosa akhir yang tidak berdasarkan ICD-10 karena kurangnya sosialisasi
kepada tenaga medis. Hal ini menyebabkan sulitnya petugas coder dalam menentukan kode penyakit pada diagnosa akhir.
Berdasarkan
permasalahan yang telah di uraikan sebelumnya, maka dampak yang muncul adalah
menurunnya kualitas laporan RL2a di Puskesmas Buluspesantren II.
3.3.6
Upaya
yang Dilakukan Unit Rekam Medis Rawat Jalan Puskesmas Buluspesantren II
a. Untuk
diagnosa yang sulit dimengerti atau kurang jelas sebelum kode penyakit
ditetapkan, komunikasikan kembali kepada dokter yang menetapkan diagnosis
tersebut.
b. Adanya
buku panduan kodifikasi yang diberikan oleh pihak Puskesmas agar memudahkan
dalam kodifikasi yang sebelumnya dikerjakan oleh petugas administrasi.
c. Pertemuan rutin yang diadakan pihak puskesmast menjadi
salah satu wadah untuk menampung dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terjadi di Puskesmas.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Kesimpulan
Dari
hasil penelitian yang dilaksanakan oleh penulis di Puskesmas Buluspesantren II.
a. Penerapan kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) yang dilakukan diunit rekam medis rawat Jalan Puskesmas
Buluspesantren II sudah sesuai dengan ICD-10 volume 1,2 dan 3.dengan kode ISPA
yaituJ06.9.Contoh kode penyakit yang termasuk dalam ISPA : Influensa kode ICD J
10 – J 11. Comon colid kode ICD J00. Sinusitis kronik Kode ICD J32, Broncitis
kode ICD J40, Abses Peritonsilair kode ICD J36, Epigglotitis kode ICD J05.1.
Traceitis akut kode ICD J04.1.
b. Faktor-faktor
yang menghambat dalam penerapan kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) di unit rekam medis
rawa Jalan Puskesmas Buluspesantren
II adalah :
1. Penggunaan
singkatan-singkatan yang hanya dimengerti oleh dokter itu sendiri dimana
petugas kodifikasi belum mengetahui kepanjangan dari singkatan tersebut.
2. Dalam
melakukan kodifikasi petugas jarang merujuk ke volume 1 dan volume 3 untuk
mengecek kebenarannya. Sebab petugas mengandalkan hafalan yang dimilikinya.
3. Kurangnya
sosialisasi kepada tenaga medis dalam menulis diagnosa berdasarkan ICD-10. Hal ini menyebabkan coder sulit untuk menentukan kode
penyakit pada diagnosa akhir .
c. Faktor
yang mendorong dalam penerapan kodifikasi diagnosa penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) di unit rekam medis
rawa Jalan Puskesmas Buluspesantren adalah :
1.
Penerapan kodefikasi penyakit
digunakan untuk mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan disarana pelayanan
kesehatan.
2.
Dengan adanya penerapan
kodefikasi penyakit memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait
diagnosis karakteristik pasien dan penyedia layanan. Selain itu, untuk masukan/ input bagi sistem pelaporan diagnosis
medis.
d. Upaya
pemecahan masalah yang dilakukan unit rekam medis rawat
jalan Puskesmas Buluspesantren II
1. Untuk
diagnosa yang sulit dimengerti atau kurang jelas sebelum kode penyakit
ditetapkan, komunikasikan kembali kepada dokter yang menetapkan diagnosis
tersebut.
2. Adanya
buku panduan kodifikasi yang diberikan oleh pihak Puskesmas agar memudahkan
dalam kodifikasi yang sebelumnya dikerjakan oleh petugas administrasi.
3. Pertemuan rutin yang diadakan pihak puskesmast menjadi
salah satu wadah untuk menampung dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang
terjadi di Puskesmas.
4.2.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan yang sudah di uraikan sebelumnya, maka penulis mempunyai saran dapat dipertimbangkan, antara
lain :
a. Pelatihan
untuk petugas kodifikasi pengelolaan rekam medis secara rutin mengenai
penggunaan ICD-10 untuk meningkatkan
dan memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki dibidang rekam medis
khususnya dalam pengolahan kodifikasi diagnosa penyakit.
b. Monitoring dan evaluasi
secara berkala setiap periodenya terhadap petugas kodifikasi mengenai ketepatan
dan keakuratan kode penyakit.
c. Bagian rekam medis
mensosialisasikan prosedur yang mewajibkan dokter untuk melakukan pencatatan
diagnosa yang baik sesuai dengan ICD-10,
sehingga memudahkan petugas dalam pelaksanaan kodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
A. DOKUMEN
1.
Undang-Undang No.36
tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang
No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, DPR RI, Jakarta.
3. Peraturan
Mentri Kesehatan No. 269/Menkes/Per/III/2008/ tentang Rekam
Medis.
4.
Dirjen Bina Pelayanan Medik Depkes RI.
(2006), Pedoman
Penyelenggaraan
dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia Revisi I. Depkes.Jakarta.
B.
BUKU ILMIAH
1.
Alwi, Hasan,
(2005), Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka,
Jakarta.
2. Azwar, Azrul, (1996), Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga,
Binapura Aksara, Jakarta.
3.
Hatta,
Gemala., (2011), Pedoman Manajemen
Informasi Kesehatan Di
Sarana
Pelayanan Kesehatan, Edisi Revisi, Universitas
Jakarta, Jakarta.
4.
Huffman, Edna K, (1994), Health Information Management,edited by
Jennifer cover, part I translation by Ekardius.
5.
Kumala, Poppy,
(1998), Kamus Saku Kedokteran, EGC.
Jakarta
6. World Health Organization,(2004),
International Statistical
Classification
of Diseases and Related Health Problems
(ICD),Tenth
Revision Volume1,Geneva.
7. ___________________________,
International Statistical Classification
of
Diseases and Related Health Problems (ICD),Tenth Revision
Volume2, Geneva.
8. ___________________________,International
Statistical Classification
of Diseases and Related Health Problems
(ICD),Tenth Revision
Volume3,Geneva.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar