Triyo Rachmadi¹
Abstract
Regional
autonomy has an impact on district or cities having the authority to regulate
ans manage their own regions that produce their own legal product. The district
or city government has the right to regulate government governance. The process
of appointing civil servant in structural positions raises ethical problem
because Baperjakat in carrying out its duties has a tendency to not comply with
the provisions. This research aims to determinate the reason for ethical
considerations in the appointment and promotion of structural positions in the
Kebumen District Government and legal theory that explain ethical consideration
in the appointment and promotion of structural positions in the Kebumen Regency
Government. The research methode used is sociological or empirical non-doctrinal
methods with a qualitatif descriptive approach. The informan respondents came
from the Baperjakat team, structural officials, non structural officials and
community leaders. The result of the research explain that the process of
appointing structural officials does not meet the appliacabe regulations and
only prioritizes the structural formation needs of each agency. There is a
tendency for transactioans, personal and groups interest in the structural
assignment process. There is no opennes, honesty and ethical values in the
process. The theory that can explain is the ethics thery of Georg Wilhem
Friedrich Hegel and the ethical governance theory. The process of appointing
structural officials in local government requires ethical and moral
considerationsfrom those who are directly involved. Ethics considerations are
the last alternative way of a decision taken by the Baperjakat team as justice
value in public.
Keywords: ethics, official, structural
Abstrak
Pendahuluan
Otonomi
Daerah menimbulkan dampak pada daerah terutama Kabupaten/ Kota memiliki
kewenangan mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Dari kewenangan tersebut
maka daerah Kabupaten dan Kota dapat menghasilkan produk hukum sendiri seperti
Peraturan Bupati, Peraturan Daerah dan kebijakan publik yang lain. Sesuai
dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Kota berhak mengatur tata
kelola pemerintah. Dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah daerah
kabupaten/ kota, Kepala dan Wakil Kepala Daerah dibantu oleh pejabat struktural
Pegawai Negeri Sipil yang memimpin setiap Organisasi Perangkat Daerah. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural pada Bab V Pasal 14 ayat (1) mengatakan
bahwa:
“Untuk menjamin kualitas dan obyektivitas dalam pengangkatan,
pemindahan dan pemeberhentian Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari jabatan
struktural Eselon II ke bawah di setiap instansi dibentuk Badan Pertimbangan
Jabatan dan Kepangkatan, selanjutnya disebut Baperjakat.
Dari
peraturan tersebut timbul suatu permasalahan dalam proses pengangkatan Pegawai negeri
Sipil (PNS) dalam jabatan struktural
dikarenakan Baperjakat dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya memiliki
kecenderungan
tidak mematuhi ketentuan yang ada seperti tidak mempertimbangkan masa kerja, daftar
urut kepangkatan maupun Indeks Profesionalitas Pegawai (IPP). Selain itu
persyaratan pengangkatan sebagai pejabat struktural di Pemerintah Daerah
Kabupaten Kota harus memenuhi persyaratan atau ketentuan seperti yang tertuang pada Keputusan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yaitu berstatus sebagai PNS, memiliki pangkat
serendah-rendahnya satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan,
memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, semua undur
penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun
terakhir, memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, sehat jasmani dan
rohani, faktor senioritas kepangkatan, usia, pendidikan pelatihan jabatan dan
pengalaman. Seperti
pada kondisi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen sendiri banyak
ditemukan Pejabat Struktural pada tingkatan eselon II ke bawah memiliki masa
kerja pegawai yang lebih sedikit dibandingkan PNS lain yang bukan pejabat
struktural, kepangkatan yang lebih rendah dibandingkan PNS lain dalam
senioritas kepangkatan dan tingkat kualifikasi pendidikan yang tidak sesuai dalam posisi jabatan struktural
yang ditempati. Hal ini menimbulkan keraguan dalam menilai kinerja Baperjakat
di daerah. Sementara tidak ada lembaga atau organisasi yang bertindak sebagai pengawas
atau pembina dalam tim Baperjakat ini. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural pada
Bab V Pasal 14 ayat (4) menjelaskan tentang tugas pokok Baperjakat Instansi
daerah Propinsi dan Kabupaten memberikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah Propinsi/ Kabupaten/ Kota dalam pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian dalam dan dari jabatan stuktural eselon II ke bawah. Dalam Alternatif
dalam menyelesaikan permasalahan hukum ini adalah pertimbangan ethics dari masing-masing personal tim
Baperjakat ini. Masyarakat atau internal PNS di lingkungan Pemerintah Daerah
dapat menilai hasil kinerja dari tim Baperjakat ini dari hasil rekomendasi dan
pengangkatan pejabat struktural di pemerintah daerah melalui korelasinya dengan
perilaku ethics-nya. Dengan kata
lain, ethics dari tim Baperjakat
tercermin dari hasil susunan PNS yang diangkat menjadi pejabat struktural.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
permasalahan hukum tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1.
Mengapa diperlukan pertimbangan ethics dalam pengangkatan dan promosi jabatan struktural di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen?
2.
Bagaimana teori hukum menjelaskan tentang pertimbangan ethics dalam pengangkatan dan promosi
jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen?
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode non doktrinal sosiologis atau empiris dengan pendekatan deskriptif
kualitatif yaitu suatu
pendekatan yang memandang hukum sebagai gejala sosial yang terlepas
keterkaitannya dengan hukum sebagai suatu kaidah normatif. Metode kualitatif
merupakan metode yang memusatkan perhatian kepada prinsip-prinsip umum yang
mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau
pola-pola analisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan
dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang
berlaku. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui pertimbangan ethics dalam pengangkatan pejabat struktural karena
dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada di balik proses
pembuatan hukum.[1]
Penelitian korelasional bertujuan untuk mencari atau menguji hubungan antara
variabel. Peneliti mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkenalkan, menguji
berdasarkan teori yang ada.
Sumber data adalah sumber dari data tersebut diperoleh. Sumber data berupa
sumber data primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber
data primer digunakan sebagai data utama dalam penelitian. Data primer adalah
data yang diperoleh langsung dari informan penelitian, biasanya berupa uraian
lisan atau tulisan yang ditujukan oleh informan.[2]
Dalam
penelitian ini data yang diperoleh berasal dari informan yang terdiri dari
pihak Tim Baperjakat, PNS Pejabat
Struktural, PNS bukan pejabat struktural dan masyarakat.
2. Sumber
data sekunder, adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang biasanya
telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen.[3]
Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang
dipergunakan berupa bahan hukum primer, bahan hukum primer dan bahan hukum
tersier yaitu:
a. Bahan
hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat outoritatif, artinya memiliki
suatu otoritas mutlak yang mengikat. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan
perundang-undangan, putusan hakim, catatan resmi, penjelasan, risalah dan
yurisprudensi. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, Keputusan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.
b. Bahan
hukum sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan hukum
primer, meliputi;[4]
1)
Abstrak
2)
Indeks
3)
Bibliografi
4)
Penerbitan pemerintah
5)
Bahan acuan lainnya seperti, buku
atau literatur, dokumen atau catatan, hasil-hasil penelitian terdahulu, hasil
penelitian ilmiah para sarjana yang terkait dengan pokok permasalahan.
Bahan
hukum sekunder dapat digunakan untuk membantu menganalisis dan memahami bahan
hukum primer. Untuk penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan adalah Profil Data Kepegawaian dan Pejabat Struktural Kabupaten Kebumen,
c. Bahan Hukum Tersier yang meliputi
Kamus Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris.
Metode
pengambilan data
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis
alat pengumpul data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi dan wawancara atau interview.[5]
1. Studi
Dokumen
Studi
dokumen meliputi studi terhadap bahan-bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan
teori kesehatan, buku dan jurnal kesehatan.
2. Pengamatan
atau Observasi
Pengamatan merupakan alat
pengumpul data untuk melihat masyarakat guna merumuskan nilai-nilai yang
berlaku di dalam masyarakat tertentu yang harus memenuhi persyaratan tertentu
(validitas dan reliabilitas).[6]
Persyaratan tersebut yaitu sasaran pengamatan harus luas, dapat menafsirkan
gejala yang diamati, unsur subyektifitas pengamat dan pencatatan hasil
pengamatan. Bentuk observasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah non participant obsevation[7], karena
peneliti tidak sepenuhnya melibatkan diri kedalam situasi sosial yang diamati
akan tetapi melakukan fungsinya sebagai pengamat. Observasi dilakukan di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen dan masyarakat. Lokasi penelitian dilaksanakan di
Kabupaten Kebumen dikarenakan penulis
berdomisili di Kabupaten Kebumen dan mengetahui permasalahan yang diteliti.
Teknik Analisis Data dilakukan
dengan kualitatif yaitu pengumpulan data bersifat monografis atau berwujud
kasus yang tidak disusun ke dalam struktur klasifikasi.[8]
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting dicari tema dan polanya.[9] Setelah
data didapatkan kemudian dianalisis dan ditempatkan pada bagiannya
masing-masing sesuai pola yang didapat. Display
data adalah penyajian data dalam bentuk uraian-uraian yang disusun secara
sistematis. Kemudian tahap berikutnya adalah tahap penarikan kesimpulan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan
data dari Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Kabupaten
Kebumen diperoleh informasi per tanggal 1 Maret 2021 dari total kotak
jabatan struktural sejumlah 784 jabatan baru terisi 714 jabatan yaitu pada
jabatan pimpinan tinggi pratama pada eselon II.a berjumlah 1 orang dan eselon
II.b berjumlah 22 orang, jabatan administrator pada eselon III.a berjumlah 62
orang dan eselon III.b 107 orang, jabatan pengawas pada eselon IV.a berjumlah
389 orang dan eselon IV.b berjumlah 133 orang. Kekurangan kekosongan jabatan
dikarenakan jabatan struktural masih diisi oleh PNS dengan status pelaksana tugas
(Plt) dan menunggu proses pelantikan kepala daerah dan enam bulan setelah
pelantikan sesuai ketentuan yang ada. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No
or 13 Tahun 2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural pada
pasal 16 ayat (1) menyebutkan:
“Ketua
Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/ Kota adalah Sekretaris Daerah kabupaten/
Kota dengan anggota para pejabat eselon II dan sekretaris dijabat oleh pejabat
eselon III yang membidangi kepegawaian dengan masa keanggotaan Bapejakat adalah
paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa keanggotaan
berikutnya”
Berdasarkan
peraturan tersebut dapat dipahami bersama bahwa ketua tim Baperjakat Daerah
Kabupaten/ Kota adalah Sekretaris Daerah Kabupaten/ Kota yang merupakan pejabat
publik dan sekaligus PNS dengan eselon tertinggi di Kabupaten/ Kota sehingga
tidak ada pengawasan dan evaluasi dari institusi di atasnya dalam proses
penentuan dan pengangkatan PNS sebagai pejabat struktural. Tim Baperjakat dapat
bekerja sekehendak hati terkait waktu dan lamanya sidang, prosedur penetapan
dan dapat merubah hasil akhir setiap saat. Tim Baperjakat cenderung tidak
mematuhi ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13
Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun
2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural
Sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yaitu
berstatus sebagai PNS, memiliki pangkat serendah-rendahnya satu tingkat dibawah
jenjang pangkat yang ditentukan, memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan
yang ditentukan, semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam dua tahun terakhir, memiliki kompetensi jabatan yang
diperlukan, sehat jasmani dan rohani, faktor senioritas kepangkatan, usia,
pendidikan pelatihan jabatan dan pengalaman. Selain itu, tidak adanya lembaga
yang mengawasi menimbulkan potensi terjadi arogansi keputusan, transaksional
diantara tim baperjakat dan calon pejabat, korupsi, kolusi dan nepotisme serta
ketidakadilan pada PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen.
Dari hasil
penelitian diperoleh informasi wawancara dari anggota tim Baperjakat Kabupaten
Kebumen (inisial H) bahwa dari semua kriteria PNS yang akan diangkat menjadi
pejabat struktural berdasarkan usulan dari pejabat struktural eselon II di
masing-masing dinas atau badan. Tim Baperjakat hanya mengevaluasi kembali rekam
kepegawaiannya dan didiskusikan bersama sesama anggota tim. Usulan dari pejabat
eselon II sudah dianggap mewakili dari usulan masing-masing dinas atau badan.
Tim Baperjakat lebih memprioritaskan kebutuhan dari kekosongan formasi
institusi yang akan diisi. Untuk faktor
kompetensi, tingkat pendidikan, senioritas kepangkatan, pendidikan pelatihan
dan pengalaman tidak harus menjadi patokan seorang PNS untuk diangkat menjadi
pejabat struktural dikarenakan faktor tersebut dapat dipenuhi saat PNS tersebut
setelah diangkat menjadi pejabat struktural. Penentuan PNS yang diangkat
menjadi pejabat struktural melalui proses kesepakatan diantara sesama anggota
tim Baperjakat dan tidak diketahui hasilnya oleh PNS yang akan diangkat menjadi
pejabat struktural karena bersifat rahasia. Untuk pengawasan terhadap kinerja
Tim Baperjakat tidak ada karena di dalam unsur Tim Baperjakat terdapat
perwakilan dari Inspektorat yang bertugas mengawasi tata kelola pemerintah
Daerah yang kedudukannya di bawah Sekretaris Daerah. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan kepada Pejabat Struktural (inisial P) diperoleh
informasi bahwa dalam penentuan sidang yang dilakukan oleh Tim Baperjakat tidak
diketahuinya, hanya mengetahui bahwa dalam proses pengangkatan menjadi pejabat
struktural sudah melalui mekanisme sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tetapi
sebelum pengusulan PNS calon pejabat struktural biasanya mendapat tawaran dari
pejabat setingkat eselon II atau Kepala dinas atau Badan dari institusi tentang
kesediaanya menjadi pejabat struktural. Satu hari sebelum proses pengangkatan
atau pelantikan menjadi pejabat struktural telah memperoleh informasi tentang
penempatannya menjadi pejabat struktural di suatu institusi organisasi tertentu
selain surat undangan kehadiran pelantikannya. Informasi tentang susunan
pejabat struktural yang akan diangkat dan dilantik dan posisi jabatnnya sudah
dapat diketahui melalui pembicaraan di media online.
Berdasarkan
hasil wawancara pada PNS yang bukan pejabat struktural (inisial A) diperoleh
informasi bahwa dari mulai prosedur dan pengusulan semua PNS yang menjadi
pejabat struktural tidak diketahuinya. Informasi yang diperoleh hanya setelah
ada pemberitaan di media atau informasi dari sesama rekan PNS tentang adanya
proses pelantikan PNS menjadi pejabat struktural. Hasil dari proses pelantikan
PNS menjadi pejabat struktural dapat diketahui dari komunikasi melalui media
whatsapp antara sesama rekan PNS yang diketahui banyak sekali ketidaksesuaian
antara kriteria yang dipersyaratkan pada Keputusan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 13 Tahun 2002. Sebelum proses pelantikan pejabat struktural telah
diketahui oleh beberapa PNS yang lain yang bukan pejabat struktural dengan kata
lain, tidak adanya kerahasiaan pada hasil proses persidangan tim Baperjakat. Ada
rasa ketidak adilan pada proses pengangkatan pejabat struktural pada PNS yang
lain di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen yaitu usia yang terlalu dini untuk
diangkat, tidak berdasarkan urutan kepangkatan, tingkat pendidikan dan
kompetensi yang tidak sesuai dengan posisi jabatannya maupun rekan jejak
perilakunya.
Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari tokoh masyarakat dengan inisial S diperoleh
informasi bahwa masyarakat tidak mengetahui dan memahami proses penetapan,
pengangkatan dan pelantikan pejabat struktural di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Kebumen. Masyarakat tidak mempersoalkan dan mempermasalahkan tentang
prosedur dan pengangkatan pejabat struktural tersebut. Masyarakat hanya
mengharapkan dari pengangkatan pejabat struktural tersebut dapat memperbaiki
permasalahan di seluruh aspek kehidupan di masyarakat dan dapat melayani masyarakat
dengan baik.
Dari penelitian
tersebut diperoleh hasil bahwa ada permasalahan ethics dalam proses pengusulan dan hasil penetapan pengangkatan PNS
dalam jabatan struktural. Ethics dari proses pengusulan oleh Pejabat setingkat
eselon II atau Kepala Dinas atau Badan tidak diperkenankan memberikan tawaran
ataupun transaksi apapun dari calon pejabat struktural. Pejabat setingkat
eselon II atau Kepala Dinas atau Badan diperbolehkan mengusulkan dengan
pertimbangan persyaratan sesuai dengan peraturan Keputusan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun
2002. Ada kecenderungan proses penawaran yang dilakukan tersebut berdasarkan
kepentingan yang lain baik pribadi maupun politik dan ekonomi sehingga
kemungkinan terjadi transaksional jabatan, arogansi keputusan, korupsi, kolusi
dan nepotisme. Menurut Y.P Wisok, ethics
bukanlah studi tentang apa yang ada melainkan apa yang seharusnya. Dalam proses
melaksanakan tugas pokok dan fungsi dari seorang aparatur pemerintah adalah
melaksanakan sesuai dengan seharusnya atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dan tidak memandang kepentingan yang lain. Ethics
dalam melaksanakan sebuah tugas merupakan prinsip-prinsip moral termasuk dalam
kebaikan dan sifat dari hak (the
principle of morality, including the science of good and the nature of the
rights) yang menjadi pedoman perilaku yang diakui berkaitan dengan
memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. Ethics menjadi sebuah ilmu tentang watak manusia yang ideal (human character in its ideal state) dan
mengenai suatu kewajiban (duty). Ethics perlu dan penting dijalankan
dalam memecahkan masalah setiap kehidupan supaya menghasilkan alternatif solusi
yang baik dan memenuhi hak semua orang. Menurut Frans Magnis Suseno,[10]ethics tercermin dari perilaku dalam hal
ini adalah primer, riil, terbuka, bersifat positif maupun negatif, orde tinggi
atau arsitektonik dan absolut yang bebas dari mementingkan diri sendiri.
Menurut Sumaryadi menyatakan bahwa etika pemerintahan mengacu pada kode etik
profesional bagi mereka yang bekerja dan untuk pemerintahan melibatkan aturan
dan pedoman tentang panduan bersikap dan berperilaku untuk sejumlah kelompok
yang berbeda dalam lembaga pemerintahan termasuk para pemimpin terpilih, staf
politik dan pelayan publik.[11]
Dalam proses pengangkatan pejabat struktural dalam suatu institusi memerlukan nilai-nilai penghormatan terhadap
hak asasi manusia, kejujuran, keadilan dan kepantasan, moralitas kesederhanaan
dan nilai-nilai agama dan sosial.
Kata ethics yang dipakai oleh Georg Wilhem Friedrich Hegel dalam Bahasa Jerman adalah Sittlichkeit, dengan terjemahan Bahasa Inggris adalah moralitas seperti halnya
etika.[12] Kata
dasar Sittlichkeit adalah Sitt yang artinya adat istiadat dan
keyakinan dalam menjalani hidup berkelanjutan. Dalam filsafat Hegel, lingkup
etika menyangkut tindakan agen moral individu dan lingkungan normatif yang
mendukung tindakan nilai moral tersebut. Pertimbangan etik dalam filosofi moral
dan konteks institusi politik tidak ada perlakuan yang memadai dalam isolasi
antara satu dengan yang lainnya. Teori Hegel tentang pemerintahan bahwa
situasi yang rasional adalah aktual dan yang aktual menjadi rasional. Kebijakan
pemerintah yang memerlukan pemikiran rasional menggunakan akal untuk membedakan
aktualitas dalam realitas di masyarakat. Beberapa institusi pemerintah akan
menjadi lebih rasional dan lebih aktual dalam kebijakannya. Menurut Teori
Hegel, dalam proses pelaksanaan pengangkatan pejabat struktural dalam
lingkungan pemerintah daerah memerlukan ethics
yang rasional supaya dapat memperoleh hasil yang aktual. Bila proses
pengangkatan pejabat struktural hanya mementingkan sekelompok orang tanpa
memikirkan masyarakat maka dianggap sebagai proses tanpa ethics yang rasional sehingga memperoleh hasil yang tidak aktual.
Pejabat struktural yang diangkat dalam proses yang tidak rasional akan menjadi
informasi yang tidak aktual sehingga pejabat struktural setelah diangkat akan
bekerja dengan kinerja yang tidak aktual bagi sebagian besar masyarakat. Dalam
jurnal yang ditulis oleh Zaidan Nawawi berjudul Ethics of Public Administration in The Administration of Governance in
Indonesia, Ilmu Administrasi Publik, Universitas Sjahkhyakirti, Palembang menjelaskan
bahwa permasalahan etika terbanyak dalam pemerintahan di Indonesia adalah
korupsi, kolusi dan nepotisme. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa setiap proses dalam birokrasi pemerintahan yang tidak terbuka,
jujur dan akuntabel dapat berpotensi menimbulkan korupsi, kolusi dan nepotisme
termasuk di dalam proses pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural.
Penutup
Dalam proses
pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota diperlukan pertimbangan ethics
dan moral dari masing-masing pihak yang berhubungan langsung seperti pada Ketua
dan anggota Tim Baperjakat dan pejabat eselon yang mengusulkan PNS calon
pejabat struktural. Selain beberapa kriteria dan persyaratan yang harus
dipenuhi oleh PNS calon pejabat struktural sesuai dengan ketentuan peraturan
yang berlaku sebagai dasar pertimbangan dan pengusulan ke Tim Baperjakat, pertimbangan
ethics menjadi jalan alternatif
terakhir dari sebuah keputusan yang diambil oleh Tim Baperjakat dikarenakan Tim
Baperjakat dianggap sebagai unit yang “super power” terkait pejabat yang
diangkat yaitu unit yang tidak diawasi oleh lembaga manapun kecuali masyarakat.
Pertimbangan ethics akan menjadi
jalan yang panjang dalam menentukan seorang PNS menjadi pejabat struktural yang
akan bekerja melayani kepentingan masyarakat. Harapan masyarakat dan setiap
orang dalam proses pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural tanpa adanya
transaksi apapun, kepentingan pribadi atau sekelompok tertentu, korupsi, kolusi
dan nepotisme sehingga terbentuk pemerintahan yang bersih dan beretika serta
tercipta reformasi birokrasi yang baik. Penelitian ini sangat mengharapkan
masukan dari beberapa pihak dan penulis berharap penelitian ini dilanjutkan
penelitian-penelitian berikutnya untuk sampai kepada titik terkecil
permasalahan dari proses pengangkatan PNS menjadi pejabat struktural di
Kabupaten Kebumen.
Daftar Pustaka
Ashsofa, Burhan, 2007, Metode Penelitian Hukum,
Jakarta, Cetakan Kelima, Rineka Cipta;
Hegel, G.W.F., Baur, Michael, 2015, Key Consept, Routledge Taylor and Franch Groups, London and New
York;
Ibrahim, Johny, 2006, Teori dan Methodologi
Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang;
Ishaq, 2016, Metode
Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis serta Disertasi, Alfabeta,
Bandung;
Nurdin, Ismail, 2017, Etika
Pemerintahan, Norma, Konsep dan Praktek Etika Pemerintahan, Lintang Rasi Aksara Book, Yogyakarta
Pippin, Roberts, etc., 2004, Hegel on Ethics and Politic, Cambridge
University Press;
Sunggono, Bambang, 2006, Metode
Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Warassih,
Esmi, 2011, Pranata Hukum Sebuah Telaah
Sosiologis, Cetakan II, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro;
Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
Keputusan
Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002;
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural;
Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun
2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural;
Zaidan
Nawawi Jurnal Ethics of Public
Administration in The Administration of Governance in Indonesia, Ilmu
Administrasi Publik, Universitas Sjahkhyakirti, Palembang.
http://kepegawaian.kebumenkab.go.id. akses 17
Maret 2021 jam 07.30 WIB.
[1]Amiruddin,H. Zainal
Asikin, 2004, Loc.cit.halaman 167
[2] Bambang Sunggono,
2006, Metode Penelitian Hukum, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 113.
[3]Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Methodologi Penelitian Hukum
Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, hlm. 52.
[4]Soerjono Soekanto dan Sri Marmudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali Pers, halaman 33.
[5]Amiruddin, H. Zainal
Asikin, Op.cit. Halaman 168.
[6]Ibid, halaman 72.
[7]
Ibid,
halaman 73
[8]op.cit. halaman 66
[9]Sugiyono, Op.cit., hal. 97-99
[10] Ismail
Nurdin, M.Si., 2017, Etika Pemerintahan, Norma, Konsep dan Praktek Etika
Pemerintahan, Lintang Rasi Aksara Book, Yogyakarta, hlm 5
[11]Ibid, hlm 9
[12] Hegel, 2015, Key Consept,
Routledge Taylor and Franch Groups, London and New York hlm. 59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar