Oleh: H. Triyo Rachmadi, S.Kep., M.H.Kes.
Tulisan ini diangkat sebagai upaya untuk
memulihkan akal sehat publik yang akhir-akhir ini sulit dijumpai baik di
situasi sosial, privat maupun publik.
Kelangkaan akal sehat publik dapat dengan mudah ditemukan
pada media sosial. Media sosial idealnya menjadi sumber berkembangnya ilmu
pengetahuan, namun kenyataan yang kita jumpai justru kebalikannya. Hari-hari
ini media sosial malah menjadi tempat berkembangnya kebencian, provokasi dan
segala bentuk ketidakadilan. Realitas ini mau tidak mau mengantarkan kita pada
pertanyaan tentang keberlangsungan demokrasi. Berpikir kritis ternyata bukan
sekadar urusan akademis, tetapi ia beririsan langsung dengan kehidupan politik,
kehidupan bernegara.
Absennya kritisisme berkontribusi pada fenomena pengerasan
ideologi, karena sentimen dan bias kognisi beredar dalam media. Banalitas
adalah endemi yang tidak hanya menjangkiti masyarakat secara luas, tapi juga
menjangkiti percakapan akademis. Masyarakat saat ini cenderung abai pada
substansi dan berfokus pada sensasi. Saat ini momen berpikir kritis adalah
sebuah kelangkaan, sehingga penting dilakukan upaya-upaya untuk mengaktifkan
kapasitas kritis manusia. Mengaktifkan pikiran kritis artinya mempertanyakan
apa yang terjadi. ______________________
Bernalar yang keliru (logical fallacy) adalah hal
yang perlu diperhatikan dalam memproduksi pikiran kritis. Bernalar yang keliru
pertama-tama terjadi karena alur pikiran yang tidak sesuai dengan pakem logika,
namun selain itu bernalar yang keliru juga dapat terjadi karena gangguan
kognisi pada mental seseorang. Gangguan kognisi bisa terjadi karena nalar tidak
lagi dipimpin oleh pikiran melainkan oleh keinginan. Dengan kata lain, logika
tidak lagi beroperasi dan bias kognisi telah mendominasi.
Logika dan kontrol terhadap bias kognisi adalah hal yang
dapat dipelajari, namun ada situasi di mana seseorang malas untuk mengambil risiko
dan mengambil jalan pintas pada believe. Artinya, seseorang
tidak lagi mengandalkan penalaran tetapi memilih untuk melandaskan argumennya
pada fundamen-fundamen tertentu seperti metafisik, teologis dan kultural. Ada 3
hal yang harus selalu diwaspadai dalam memastikan aktivitas berpikir kritis yaitu: bernalar yang keliru,
bias kognisi dan fanatisme terhadap nilai______________________________________________
Kritik adalah hal yang esensial dalam menjamin
keberlangsungan momen berpikir kritis. “Berpikir kritis artinya mengurai dan
menganalisis berbagai macam problem, menganalisis artinya melakukan kritik,” .
Kritik adalah hal yang penting dalam upaya melakukan analisis, namun seringnya
orang berfokus pada solusi. Kritik yang tanpa menghasilkan solusi dianggap sebagai
kesia-siaan. Padahal solusi bukanlah esensi dari kritik. Melakukan kritik
artinya kita sedang menjalankan fungsi primer sebagai manusia.
Berpikir kritis artinya bercakap dalam ruang dialogis dan
terbuka terhadap kritik. Ironisnya, hari-hari ini orang mengidap
resistensi terhadap kritik. Dalam hal kehidupan politik misalnya, kritik tidak
dipahami sebagai suatu hal yang konstruktif melainkan sebagai ancaman terhadap
jalannya pembangunan. Makna demokrasi adalah menjalankan kekuasaan yang
diberikan oleh rakyat dan mempertanggungjawabkannya kembali pada rakyat. Dengan
demikian, kritik seharusnya dipahami sebagai upaya untuk melakukan evaluasi
terhadap mandat demokrasi itu sendiri.
_________________________________________________
Kritik melekat dalam demokrasi. Demokrasi hanya dapat
diaktifkan dengan melakukan kritik, sehingga menolak kritik dalam upaya
menghidupi demokrasi adalah bentuk inkonsistensi dalam penalaran. Menolak
kritik artinya menolak demokrasi.
Saat ini kita dihadapkan pada sebuah kondisi di mana terjadi
ketidakcukupan dalam melakukan kritik atas sebuah persoalan. Sebuah kondisi di
mana masyarakat cenderung cepat beraksi daripada terlebih dahulu melakukan refleksi.
Kritik haruslah tiba pada lapisan terakhir sebuah persoalan dan mampu melihat
yang tidak terpikirkan. Kritik adalah sarana pembebasan, karena hanya
melaluinya masyarakat dapat keluar dari wilayah doktrinasi.
Published: 9 Mei 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar