BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ibadah Haji merupakan ibadah wajib rukun
Islam yang kelima bagi orang-orang yang mampu dengan berkunjung ke Baitullah
untuk melakukan beberapa amalan antara lain: wukuf, thawaf, sa’i dan amalan
lainnya pada masa musim haji demi memenuhi panggilan Allah SWT dan mengharap
ridho-Nya. Mampu atau istitho’ah bermakna sehat jasmani, rohani dan mampu dalam
ekonomi termasuk terjamin dalam keamanan selama melakukan perjalanan ibadah
haji ke tanah suci. Istitho’ah merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan
ibadah haji selain syarat-syarat yang lain yaitu beragama Islam, Baligh
(dewasa), Aqil (berakal sehat) dan merdeka (bukan budak). Ibadah haji
dilaksanakan setiap tahun pada Bulan Zulhijjah, tetapi hukumnya wajib bagi seorang
muslim yang baru pertama kali melaksanakan ibadah haji. Dalam melaksanakan
ibadah haji diperlukan kesehatan dan stamina yang optimal untuk dapat
melaksanakan rangkaian ibadah haji yang panjang.
Masyarakat muslim di Indonesia
yang menunaikan ibadah haji mencapai 200 ribu orang lebih setiap tahun, dengan
risiko kesehatan yang masih cukup tinggi. Pada sepuluh tahun terakhir ini,
jemaah haji Indonesia wafat di Arab Saudi selama pelaksanaan operasional haji
mencapai 2,1 - 3,2 per 1000 jemaah yang menunjukkan 2-3 kali lipat lebih besar
dibandingkan pada kondisi normal di tanah air. Kondisi matra haji selama
perjalanan ibadah haji, jemaah usia lanjut dengan risiko kesehatan lain,
ancaman penularan penyakit di Arab Saudi dan ketersediaan pelayanan kesehatan
masih menjadi masalah kesehatan jemaah haji Indonesia, yang tentunya sangat
berpengaruh terhadap pelaksanaan ibadah haji.[1]
Setiap tahun jumlah jamaah haji di Indonesia
semakin meningkat. Peningkatan ini disebabkan banyaknya jumlah penduduk di
Indonesia yang mayoritas beragama Islam, kemudahan akses dalam melaksanakan
ibadah haji yang difasilitasi oleh pemerintah dan meningkatnya status ekonomi
masyarakat Indonesia. Saat ini untuk dapat melaksanakan ibadah haji, setiap
calon jamaah haji diharuskan mengikuti daftar tunggu 10 tahun sampai 15 tahun.
Hal ini dikarenakan jumlah calon jamaah haji Indonesia yang semakin meningkat
setiap tahun dan pembatasan jumlah jamaah haji yang masuk ke tanah suci oleh
Pemerintah Arab Saudi.
B.
Aspek
Hukum
Penyelenggaraan
Ibadah Haji, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga
Jemaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama
Islam. Hal tersebut mengandung maksud bahwa Pemerintah berkewajiban melakukan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi,
bimbingan Ibadah Haji, Akomodasi, transportasi, Pelayanan Kesehatan, keamanan
serta hal-hal lain yang diperlukan oleh Jemaah Haji. Berkaitan dengan Pelayanan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan berkewajiban melakukan pembinaan dan pelayanan
kesehatan ibadah haji, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Demikian juga dengan kewaspadaan terhadap
penularan penyakit yang terbawa oleh jemaah haji, yang dalam pelaksanaannya
berkoordinasi dengan sektor terkait dan pemerintah daerah.
Pembinaan dan pelayanan kesehatan
bagi jemaah haji dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam pelaksanaannya perlu kerjasama
berbagai pihak terkait, sektor dan pemerintah daerah serta perlu adanya pedoman
yang dapat menjadi acuan penyelenggaraan kesehatan haji di tanah air yaitu di
embarkasi dan debarkasi serta selama perjalanan di Arab Saudi. Pedoman tersebut
telah disusun dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1394/Menkes/SK/2002 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji yang telah dilakukan
penyempurnaan dan penyesuaian dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 442/ MENKES/ SK/ VI/ 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji.
Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut juga bersumber dari Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pada bagian Keempatbelas pasal 97 yang mengatur tentang Kesehatan Matra.
Pemerintah
Indonesia melalui Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar
Negeri, Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota serta instansi terkait
bekerjasama untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang
sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen penyelenggaraan yang baik supaya
pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan nyaman
sesuai dengan tuntunan agama sehingga jamaah haji Indonesia dapat melaksanakan
ibadah haji secara mandiri dan memperoleh haji yang mabrur.[2]
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Keputusan Presiden
Nomor 62 Tahun 1995 pasal 12 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji, Kementerian
Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 442/ MENKES/ SK/ VI/ 2009
tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji berkomitmen untuk meningkatkan
kondisi kesehatan jemaah haji sebelum
keberangkatan, menjaga agar jemaah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah, sampai tiba kembali di tanah air dan mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/ masuk oleh
jemaah haji. Sebagai upaya untuk melaksanakan tujuan tersebut disusunlah
beberapa kebijakan program sebagai berikut:
1 .
Melaksanakan
perekrutan tenaga kesehatan profesional secara transparan.
2 . Meningkatkan
kemampuan teknis medis petugas pemeriksa kesehatan calon jemaah haji ditingkat
puskesmas dan rumah sakit
3 .
Meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit dengan menerapkan standar pelayanan bagi calon
jemaah haji
4 .
Melaksanakan pelayanan kesehatan bermutu bagi calon jemaah haji di puskesmas, rumah
sakit dan embarkasi .
5 .
Melaksanakan
pembinaan kesehatan sejak dini bagi calon jemaah haji resiko tinggi di tanah
air.
6 .
Memberikan vaksinasi Meningitis Meningokokus bagi calon jemaah haji dan petugas.
7 .
Melaksanakan pelayanan
kesehatan bermutu, cepat dan terjangkau
bagi jemaah haji selama menunaikan ibadah haji.
8 .
Mengembangkan sistem informasi manajemen kesehatan haji pada setiap
jenjang administrasi kesehatan.
9 .
Mengembangkan sistem kewaspadaan dini dan respon cepat KLB, bencana,
serta musibah massal.
Upaya penyelenggaraan ibadah haji perlu
ditingkatkan supaya mutu pelayanan kesehatan bagi jamaah haji semakin optimal.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selalu berupaya tanpa henti untuk
selalu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi jamaah haji baik berupa
pengiriman tenaga kesehatan haji ke tanah suci, pengadaan obat dan alat
kesehatan yang memadai, mengadakan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kesehatan
haji dan peningkatan pemeriksaan dasar bagi calon jamaah haji di masing-masing
Puskesmas. Penyelenggaraan Ibadah haji merupakan tugas nasional/ tugas Negara
yang yang dilaksanakan oleh pemerintah secara interdepartemental yaitu
Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Perhubungan, Kementerian Dalam Negeri dan instansi-instansi lain yang terkait
di daerah propinsi, Kabupaten/ Kota.
C. Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji
Kementerian
Kesehatan sebagai salah satu departemen terkait yang bertanggung jawab dalam
bidang kesehatan, sejak persiapan keberangkatan, perjalanan, di Arab Saudi dan
kembali ke tanah air. Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi untuk
memberikan pelayanan kepada jamaah haji oleh jajaran Kementerian Kesehatan. Tantangan
pelayanan kesehatan haji terus berubah dan bertambah, Tantangan Internal berupa
peningkatan jumlah calon jamaah haji yang berisiko tinggi, ragam latar
pendidikan, sosial, dan budaya. Tantangan eksternal berupa kondisi lingkungan
Arab Saudi yang berbeda sangat bermakna (musim dingin, kelembapan rendah,
kepadatan populasi jemaah). Hal - hal tersebut dapat berdampak kurang baik
terhadap kesehatan dan keselamatan jemaah haji Indonesia. Tujuan Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah Terselenggaranya
pemeriksaan, pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan calon jamaah haji sebelum
keberangkatan melalui pendekatan etika, moral, keilmuan, dan profesionalisme. Menghasilkan
kualifikasi data yang tepat dan lengkap sebagai dasar pembinaan kesehatan
jemaah haji di Indnesia dan pengelolaan kesehatan jemaah haji di Arab Saudi.
Salah satu program kegiatan
Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 442/
MENKES/ SK/ VI/ 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji adalah
melaksanakan rekrutmen tenaga kesehatan yang profesional secara transparan.
Rekrutmen tenaga kesehatan ini bertujuan untuk memilih, menyeleksi dan melatih
tenaga kesehatan yang kompeten untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas kepada jamaah haji dalam melaksanakan ibadah haji di tanah suci.
Tenaga kesehatan yang telah direkrut ini nantinya akan ditempatkan di Arab
Saudi. Rekrutmen tenaga kesehatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan
ini ada dua katagori yaitu:
1.
Tim Kesehatan Haji Indonesia
(TKHI)
2.
Petugas Penyelenggara Ibadah
Haji (PPIH)
Rekrutmen
tenaga kesehatan haji Indonesia ini dilakukan secara transparan dan terbuka
dengan tujuan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua tenaga
kesehatan di seluruh Indonesia untuk mengikuti proses rekrutmen yang diadakan
oleh Kementerian Kesehatan RI. Setiap tahun proses rekrutmen ini selalu mengalami perubahan dalam
teknis seleksinya dan setiap tahun dilakukan evaluasi. Proses rekrutmen ini
dilakukan melalui media internet, dengan membuka pendaftaran melalui sistem on
line di website resmi Pusat Kesehatan
Haji (Puskeshaji) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jadwal kegiatan dan
waktu proses seleksi ini dapat diakses melalui website resmi ini. Setiap
pendaftar dari tenaga kesehatan diharuskan melengkapi berkas-berkas kelengkapan
klasifikasi persyaratan dan print out hasil mendaftar secara on line di internet untuk kemudian
dikirimkan melalui pos ke alamat Pusat Kesehatan Haji (Puskeshaji) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Dalam melengkapi berkas-berkas persyaratan ini
melibatkan instansi dari tempat kerja pendaftar, Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota dan pimpinan Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta serta organisasi
profesi tenaga kesehatan tertentu. Keterlibatan instansi ini berupa penerbitan
surat rekomendasi bagi pendaftar.
Berkas-berkas
persyaratan tenaga kesehatan yang telah tiba di Kementerian Kesehatan
selanjutnya dilakukan proses seleksi administrasi. Bagi tenaga kesehatan yang
lulus seleksi administrasi akan diumumkan melalui media internet yaitu website Puskeshaji dan surat edaran yang
akan dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Propinsi serta Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota. Setiap Daerah atau Kabupaten/ Kota akan mendapatkan jumlah
porsi tenaga kesehatan yang telah direkrut sesuai dengan jumlah Kelompok
Terbang (kloter) pemberangkatan jamaah haji. Setiap kloter pemberangkatan haji
di masing-masing Kabupaten/ Kota akan dilayani 3 (tiga) tenaga kesehatan yaitu
1 (satu) orang dokter dan 2 (dua) orang paramedis/ perawat. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia akan menempatkan
tenaga kesehatan sesuai dengan kloter pemberangkatan haji dari daerah
asalnya masing-masing.
Setelah
dilakukan proses seleksi administrasi, tenaga kesehatan (calon petugas haji) yang
dinyatakan lulus wajib mengikuti beberapa pelatihan tentang kompetensi tugasnya
dan pelatihan integrasi dengan petugas-petugas haji lain yang berasal dari
Kementerian Agama Republik Indonesia. Sebelum diadakan pelatihan-pelatihan ini
seluruh calon petugas dari tenaga kesehatan diharuskan melaksanakan Medical Check Up dan test Psikometri
untuk mengetahui kesehatan fisik dan mentalnya. Medical Check Up ini dilakukan di masing-masing Rumah Sakit
Pemerintah yang ditunjuk di masing-masing daerah asal calon petugas. Untuk
pemeriksaan Test Psikometri dilakukan oleh Rumah Sakit Jiwa yang ditunjuk.
Tim
Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) adalah
tenaga kesehatan yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia untuk menjadi petugas haji dalam Kelompok Terbang (Kloter) mengikuti
jamaah haji yang bertugas untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan
perlindungan kesehatan kepada para jamaah haji dari pemberangkatan di
embarkasi, di tanah suci sampai kepulangannya di Debarkasi. Masa tugas TKHI ini adalah 41 hari. Setiap kloter
pemberangkatan haji akan dilayani oleh tiga orang petugas TKHI yaitu satu orang
dokter dan dua orang perawat. Sejak rombongan haji menempati asrama haji di
Embarkasi, petugas TKHI ini telah mulai bekerja secara efektif dari memeriksa
keadaan kondisi kesehatannya, memberikan penyuluhan sampai memberikan
pengobatan.
Panitia
Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) bidang kesehatan adalah tenaga kesehatan
yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menjadi
petugas haji non Kloter yang bertugas untuk memberikan pembinaan, pelayanan dan
perlindungan kesehatan kepada para jamaah haji di tanah suci. Masa tugas PPIH
ini adalah selama tiga bulan yang meliputi masa sebelum jamaah haji tiba di
tanah suci, masa selama jamaah haji di tanah suci dan masa sesudah jamaah haji
kembali ke tanah air. Petugas PPIH ini ditempatkan di Balai Pengobatan Haji
Indonesia (BPHI), sektor-sektor di Makkah-Madinah dan di BPHI Mina. Unsur-unsur
tenaga kesehatan di dalam PPIH terdiri dari dokter spesialis, dokter umum,
dokter gigi, perawat, analis laboratorium, apoteker, asisten apoteker,
radiographer, sanitarian dan staf-staf teknis yang lain. Petugas PPIH ini telah
mengalami masa seleksi pada perekrutan tenaga kesehatan pada Pusat Kesehatan
Haji Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang berasal dari
beberapa daerah propinsi di tanah air.
D.
Keadaan Lingkungan Pelaksanaan
Ibadah Haji
Petugas
Kesehatan Haji Indonesia maupun calon jamaah haji sebaiknya mengetahui dan
memperhatikan keadaan lingkungan pada pelaksanaan ibadah haji. Lingkungan yang
akan dilalui oleh calon jamaah haji mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Setiap perpindahan lingkungan satu ke lingkungan yang lain diperlukan suatu
proses adaptasi pada tubuh yang cepat dan benar. Pada perjalanan menggunakan
transportasi udara, calon jamaah haji akan melewati perubahan zona waktu yang cepat. Ada delapan macam
keadaan lingkungan yang harus diketahui oleh petugas kesehatan haji dan calon
jamaah haji yaitu:
1.
Lingkungan pada transportasi
darat.
2.
Lingkungan pada transportasi
udara.
3.
Lingkungan di Jeddah.
4.
Lingkungan di Makkah.
5.
Lingkungan di Madinah.
6.
Lingkungan di Arofah.
7.
Lingkungan di Muzdalifah.
8.
Lingkungan di Mina.
Lingkungan pada
transportasi darat meliputi transportasi dengan menggunakan kendaraan bus.
Calon jamaah haji pada saat pemberangkatan menuju embarkasi dari daerah
masing-masing tentunya menggunakan kendaraan bus atau mobil. Bagi calon jamaah
haji yang tidak terbiasa melakukan perjalanan jauh menggunakan kendaraan darat
akan mengalami beberapa perubahan pada tubuhnya sebagai salah satu proses
adaptasi. Setiap calon jamaah haji berbeda-beda dalam menghadapi reaksi
perubahan lingkungan tersebut dan berbeda-beda pula dalam mekanisme pertahanan
tubuhnya dalam beradaptasi. Situasi perubahan lingkungan dalam kendaraan darat
dapat berupa keadaan udara yang dingin karena AC di dalam kendaraan, keadaan
bau dan udara, pergerakan, getaran, keadaan jalan, kecepatan kendaraan dan
lain-lain. Situasi perubahan lingkungan ini membutuhkan suatu mekanisme untuk
beradaptasi dari tubuh. Bila tubuh sulit beradaptasi maka akan timbul suatu
keluhan atau gejala dari penumpang calon jamaah haji tersebut. Keluhan atau
gejala-gejala tersebut pada masing-masing individu berbeda-beda dapat berupa
mual, muntah, pusing, demam, nyeri atau sesak napas. Hal-hal inilah yang harus
diantisipasi pada calon jamaah haji. Sebagai petugas kesehatan haji selain
harus beradaptasi sendiri dengan lingkungan tersebut juga harus membantu proses
adaptasi pada calon jamaah haji yang lain. Diperlukan energi tenaga yang ekstra
bagi petugas kesehatan mengahadapi situasi tersebut. Pertolongan pertamanya
dalam membantu calon jamaah haji yang memepunyai keluhan tersebut dapat dengan
cara: memijit (massage) untuk membuat
rileks tubuhnya, menggunakan minyak kayu putih pada bagian tubuh yang sakit,
memberikan obat-obatan yang sesuai dengan gejala yang dirasakan dan menenangkan
hati calon jamaah haji.
Lingkungan pada transportasi
darat selain pada saat perjalanan menuju embarkasi dapat juga dijumpai pada
perjalanan dari Jeddah (Bandara Udara King Abdul Aziz, Jeddah) menuju Makkah
atau sebaliknya, perjalanan dari Makkah menuju Madinah atau sebaliknya, perjalanan
kecil dari Maktab menuju Masjidil Haram, perjalanan menuju Arofah,
Muzdalifah,Mina dan perjalanan pulang menuju Debarkasi.
Lingkungan
pada transportasi udara berupa saat perjalanan menggunakan pesawat terbang dari
Embarkasi menuju Jeddah dan dari Jeddah menuju Debarkasi. Bagi calon jamaah
haji yang belum terbiasa melakukan perjalanan jauh menggunakan pesawat sampai
12 jam, tentunya akan mengalami perjuangan yang panjang dan lama untuk
beradaptasi den gan situasi lingkungan pesawat. Calon jamaah haji akan mulai
merasakan perubahan lingkungan di pesawat terbang saat pesawat akan take off terbang menuju ketinggian. Pesawat
terbang pada perjalanan haji biasanya terbang pada ketinggian antara 30.000 –
40.000 kaki, dengan tekanan udara di dalam kabin penumpang dan kokpit diatur
secara otomatis sehingga kondisi udara (suhu dan tekanannya) seperti pada
ketinggian 5000-8000 kaki. Pada ketinggian tersebut suhu udara kurang dari 20º
C dan tekanan udara adalah sekitar 550 mmHg dengan kelembaban 40-50%.[3]
Perubahan tubuh dalam proses adaptasi berupa mual, muntah, pusing, nyeri
telinga tengah (aerotitis/ barotitis),
nyeri dada dan sebagainya. Hal ini dapat mengakibatkan dehidrasi, retensio urine bagi penderita Benigna Prostat Hipertrphy, inkontinensia urine, kelelahan atau jet lag dan anemia hypoxia. Petugas kesehatan haji dapat membantu para calon
jamaah haji dengan cara; visitasi calon jamaah haji, menganjurkan calon jamaah
haji untuk mengunyah permen yang disediakan di dalam pesawat, memakai earphone, membantu menggunakan kantung
muntah yang disediakan oleh maskapai, melakukan gerakan relaksasi untuk
mencegah Deep Vein Thrombosis (DVT), emboli dan Economy Class Syndrome serta petugas dapat menenangkan hati calon
jamaah haji. Dalam perjalanan di udara perubahan lingkungan akan semakin tajam
dan proses tubuh dalam beradaptasi juga semakin berat dibutuhkan tenaga serta
stamina yang ekstra untuk melakukannya. Hawa udara yang dingin, tekanan udara
yang rendah, suhu dan kelembaban yang menurun, getaran serta goncangan pesawat
perlu untuk diketahui. Pemakaian selimut hangat, bantal, sabuk pengaman, air
mineral akan sangat membantu tubuh untuk beradaptasi.
Situasi
lingkungan selanjutnya yang perlu perhatikan adalah Lingkungan memasuki Bandara
Udara King Abdul Aziz (King Abdul Aziz
International Airport) di Jeddah, Arab Saudi. Pada saat pesawat terbang landing di bandara, situasi lingkungan
di dalam pesawat akan berubah drastis. Dari tekanan udara, suhu, kelembaban,
kecepatan dan keadaan di dalam ruangan akan ikut berubah. Perubahan lingkungan
tersebut akan berlanjut ketika calon jamaah haji keluar dari pesawat menuju
koridor pintu masuk Bandara. Perubahan lingkungan ini berlangsung sangat cepat
dan tajam. Pada kondisi ini calon jamah haji diminta untuk bersabar dalam
mengantri di loket pemeriksaan bandara.
Situasi
keadaan beberapa tempat di Arab Saudi terutama di Makkah dan Madinah akan
berbeda setiap tahunnya dikarenakan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi senantiasa
selalu mengembangkan teknologi dalam pembangunan lingkungan Masjidil Haram dan
sekitarnya. Pengembangan lingkungan area Masjidil Haram dan sekitarnya tidak
lain untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi jamaah haji yang berkunjung
ke sana. Pengembangan yang luas dan besar akan membuat para jamaah haji
berusaha mengenali dan mencari jalan pintas untuk memudahkan pulang pergi dari
Maktab atau hotel menuju Masjidil Haram. Situasi lingkungan di Kota Makkah
kurang bersih, tidak tertata rapi dan lebih banyak sampah yang berserakan. Lingkungan
di Makkah berbeda dengan lingkungan di daerah lain di Arab Saudi. Makkah, pada
siang hari mempunyai suhu lingkungan yang sangat panas, kelembaban yang rendah
dan perubahan suhu peralihan antara siang menuju malam yang sangat tajam.
Sedangkan pada kondisi malam hari mempunyai suhu yang sangat dingin. Cara
mengantisipasi pada kondisi lingkungan ini yaitu dengan cara pada malam hari
memakai pakaian dalam yang ketat dengan space
(ruang) antara pakaian dan kulit yang rapat, dirangkap dengan pakaian lengan
panjang dan jaket, memakai masker, topi atau peci, sarung tangan dan kaus kaki.
Pada siang hari, kondisi udara yang panas dapat diantisipasi dengan menggunakan
jaket yang tipis, masker, topi atau peci dan minuman air mineral. Suhu yang
panas ini rata-rata tidak banyak dirasakan oleh calon jamaah haji dikarenakan
udara kering yang bertiup di Makkah sangat kencang. Kondisi inilah yang dapat
menjebak calon jamaah haji mengalami dehidrasi.
Rangkaian
kegiatan ibadah haji dan umrah di Makkah meliputi thawaf, sa’i dan tahalul.
Proses adapatasi tubuh terhadap lingkungan sekitar dan stamina tubuh yang
optimal perlu dijaga oleh setiap calon jamaah haji dalam melaksanakan ibadah
haji di Makkah ini. Lingkungan Masjidil Haram yang telah mengalami perluasan
beberapa kali mengakibatkan para jamaah haji untuk mencoba mencari jalan pintas
yang mudah untuk pulang pergi dari arah Maktab atau penginapan menuju area
Masjidil Haram yang disesuaikan dengan kondisi kesehatan para jamaah haji. Pada
tahun 2013 yang lalu, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi membangun lantai memutar
di sekitar Ka’bah untuk para jamaah haji yang memakai kursi roda. Para calon
jamaah haji disarankan mengajak teman sekelompok bila hendak bepergian terutama
menuju area Masjidil Haram. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan para calon
jamaah haji adalah pintu-pintu masuk dan keluar dari Masjidil Haram yang
berjumlah ratusan dengan bentuk, ukuran serta warna yang sama. Para calon jamaah
haji harus pandai mengenali setiap pintu yang dimasuki dengan melihat angka dan
huruf yang terdapat di pintu masuk sehingga saat keluar dari Masijidil Haram
tidak kesasar dan beralih ke arah pintu yang lain. Peralatan yang dibawa
seperti tas tenteng, minuman kecil, dan sandal dimasukkan menjadi satu dengan
tas kecil atau tas plastik untuk dibawa masuk ke Masjid sehingga memudahkan
calon jamaah haji beribadah. Setelah memasuki Masjidil Haram tentukan tempat
untuk beribadah. Calon Jamaah haji tidak diperbolehkan duduk di tengah jalan
tempat orang-orang berlalu lalang keluar masuk masjid. Memahami tempat sholat
fardhu yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Shaf untuk calon jamaah
haji perempuan berada lurus dengan Pintu Multazam Ka’bah. Sedangkan calon
jamaah haji dapat dilakukan di tempat lain selain tempat tersebut. Pada saat
akan melakukan Thawaf, perhatikan kondisi kesehatan badan sendiri, untuk dapat
menyesuaikan posisi dalam berthawaf.
Lingkungan
di Madinah Al Munawaroh, berbeda dengan di Makkah Al Mukaromah. Suhu di Madinah
cenderung dingin, sejuk dan lebih banyak berangin. Situasi lingkungan kota
Madinah lebih tertata, tertib dan bersih. Pada musim haji tahun 2012, ada
peraturan yang diterapkan oleh Pemerintah Arab Saudi bahwa bagi jamaah haji yang
berobat diarahkan ke Poliklinik khusus di kompleks Masjid Nabawi sehingga
diperlukan kehati-hatian dari petugas kesehatan haji Indonesia dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada jamaah hajinya. Pemerintah Arab Saudi tidak
menghendaki adanya petugas kesehatan haji asing yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada jamaah hajinya sendiri. Apabila hal ini diketahui petugas
keamanan Arab Saudi maka peralatan kesehatan petugas kesehatan haji akan segera
digeledah di penginapannya.
Kondisi
penginapan di Madinah lebih nyaman dibandingkan dengan di Maktab dikarenakan
penginapan bagi jamaah haji di Madinah ditempatkan di penginapan yang setara
dengan hotel. Jamaah haji dan petugas kesehatan diharapkan juga selalu
mengamati dan mengenali kamar-kamar yang ditempati tidak hanya di Makkah tetapi
juga di Madinah. Jarak penginapan antara penginapan dengan Masjid Nabawi sangat
dekat dan mudah untuk dilalui karena hanya berjarak 300 – 500 meter saja. Untuk
haji reguler, lama waktu tinggal di Madinah adalah selama 8 hari.
Seperti
halnya pelaksanaan ibadah haji di Makkah terutama di Masjidil Haram,
pelaksanaan ibadah di Masjid Nabawi juga sama yaitu jamaah haji tetap menjaga
kondisi kesehatannya, selalu membawa bekal setiap bepergian baik menuju Masjid
Nabawi maupun ke tempat-tempat yang lain. Pengenalan terhadap lingkungan di
area sekitar Masjid Nabawi juga penting untuk menghindari salah jalan terutama
pada pintu-pintu masuk yang mempunyai bentuk, ukuran dan warna yang sama.
Perubahan
lingkungan yang harus dialami oleh calon jamaah haji adalah pada lingkungan di
Padang Arofah. Pada tanggal 9 Zulhijjah, jamaah haji mulai diberangkatkan
menuju Arofah untuk memulai ibadah haji menggunakan bus dengan jarak kurang
lebih 21 Km dari Kota Makkah. Petugas kesehatan dan jamaah haji perlu
memperhatikan kondisi kesehatannya masing-masing, membawa bekal pakaian dan
makanan secukupnya. Lingkungan di Arofah hampir sama dengan lingkungan di Kota
Makkah hanya saja situasi di Arofah tampak sebagai lingkungan padang gurun yang
dilengkapi dengan tenda-tenda non permanen. Lingkungan di Arofah berbeda dengan
lingkungan pada musim-musim haji tahun yang lalu. Arofah pada tahun 2012 sudah
tampak hijau dengan pepohonan, lantai yang sebagian memakai paving dan pintu
masuk keluar area yang mudah dilihat. Tenda-tenda jamaah haji di Arofah sudah
dilengkapi dengan fasilitas tenda dapur, MCK dan area istirahat. Proses
adaptasi tubuh pada jamaah haji akan terasa di saat istirahat tidur di padang
Arofah. Jamaah haji semuanya akan tidur di bawah atau di tanah dengan memakai
tikar. Suhu udara, kelembaban dan angin dingin malam hari akan mudah dirasakan
oleh jamaah haji. Petugas kesehatan hendaknya menyarankan para jamaah haji
untuk selalu menjaga kondisi kesehatan, selimutkan tubuh dengan memakai kain
ihrom sesuai dengan rukun dan wajibnya, menghindari mandi dikarenakan akan
menyulitkan jamaah dalam mengantri di fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK).
Lingkungan
selanjutnya adalah lingkungan di Muzdalifah. Muzdalifah hampir mirip dengan
Arofah hanya saja perjalanan yang melelahkan dari Arofah menuju Muzdalifah pada
malam hari diperlukan suatu proses adaptasi tubuh yang cepat dari jamaah haji.
Perjalanan jamaah haji dari Arofah menuju Muzdalifah menggunakan kendaraan bus dengan jarak kurang
lebih 9 Km. Petugas kesehatan tetap harus menyarankan jamaah haji untuk membawa
bekal secukupnya dan selalu bersama dengan masing-masing kelompoknya.
Perjuangan jamaah haji sesampainya di Muzdalifah adalah mencari batu kerikil
untuk melaksanakan Jamarat di Mina. Lingkungan remang-remang malam hari
ditambah kelelahan jamaah haji untuk segera mengumpulkan batu kerikil berjumlah
70 buah merupakan suatu perjuangan bagi jamaah haji yang harus dilalui. Sambil
menunggu kendaraan transportasi bus untuk menjemput jamaah haji menuju Mina,
jamaah haji dapat menggunakan waktu tunggunya untuk beristirahat di hamparan tanah
Muzdalifah dengan menggunakan tikar. Pada saat ini juga jamaah haji disarankan
untuk tidak mandi kecuali keperluan lain di MCK. Hal ini untuk mengantisipasi
antrian yang lama dan panjang dari seluruh jamaah haji.
Lingkungan
di Mina mempunyai karakteristik suhu yang panas, kelembaban rendah dan udara
yang kering dan berdebu. Tenda-tenda bagi jamaah haji sudah dilengkapi dengan
tenda permanen yang anti api, AC dan berada satu komplek dengan tenda dapur
umum serta tenda bagi sektor bidang kesehatan. Perjalanan ibadah haji menuju
lokasi Jamarat melalui terowongan Mina membutuhkan kondisi stamina tubuh yang
prima, proses adaptasi tubuh yang baik dan bekal perjalanan yang cukup. Saat ini
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah membangun lebih banyak
terowongan-terowongan baru menuju lokasi Jamarat. Pada tahun 2012,
terowongan-terowongan di Mina telah memiliki tiga lantai sehingga memudahkan
bagi jamaah haji melakukan perjalanannya menuju lokasi Jamarat. Perjalanan
ibadah haji dari tenda menuju lokasi Jamarat melalui terowongan Mina ditempuh
selama kurang lebih 45 menit dengan berjalan kaki. Hal-hal yang perlu
diperhatikan bagi petugas kesehatan dan Para jamaah haji adalah dengan membawa
bekal secukupnya seperti air minum atau air mineral walaupun di sepanjang jalan
terowongan disediakan kran-kran air zam-zam. Selain itu disarankan berjalan
bersama-sama dengan kelompoknya, mengamati dan mengenali lokasi pintu masuk dan
keluar terowongan supaya tidak salah jalan saat kembali pulang ke tenda,
menggunakan alas kaki atau sandal saat melakukan perjalanan dikarenakan jalanan
aspal di sekitar terowongan mengalami suhu yang panas pada siang hari yang
dapat melukai kulit kaki.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN LAPANGAN/ BERGERAK
A.
Pemberangkatan Ibadah Haji
Pada
proses penyelenggaraan kesehatan haji terbagi menjadi tiga tahap yaitu
pemberangkatan (Embarkasi), selama di tanah suci dan kepulangan (Debarkasi).
Pada proses pemberangkatan terbagi menjadi dua yaitu sebelum pemberangkatan dan
selama di pesawat. Pada proses kepulangan juga terbagi menjadi tiga yaitu
menuju debarkasi, selama di pesawat dan 14 hari pasca kepulangan. Pada tahap
sebelum pemberangkatan jamaah haji akan melalui beberapa pemeriksaan kesehatan
di daerahnya masing-masing yaitu pemeriksaan kesehatan tahap 1 (satu) dan
pemeriksaan kesehatan tahap 2. Pada
pemeriksaan kesehatan tahap 1 (satu) dilaksanakan di Puskesmas masing-masing
wilayahnya dengan menggunakan Buku Kesehatan Jamaah Haji (BKJH) yang diberikan
kepada masing-masing jamaah haji. Bagi jamaah haji yang berusia lebih dari atau
sama dengan 60 tahun dan jamaah haji yang beriko tinggi maka ada ketentuan
untuk dirujuk ke Rumah Sakit untuk menjalani pemeriksaan kesehatan lanjutan. Pelaksanaan
penyuntikan vaksin Meningitis dilakukan di masing-masing wilayah Kabupaten asal
jamaah haji. Penyuntukan vaksin Meningitis merupakan pelaksanaan wajib
diberikan kepada calon jamaah haji untuk mencegah penularan kuman Meningitis di
tanah suci. Penyuntikan vaksin Pneumonia dan Influenza dianjurkan tetapi tidak
bersifat wajib. Untuk petugas kesehatan penyuntikan dan pembagian buku BKJH
akan diberikan pada saat pelatihan.
Pemeriksaan
Kesehatan tahap kedua bagi jamaah haji akan dilaksanakan 1 hari sebelum
pemberangkatan dan dilaksanakan di embarkasi oleh petugas kesehatan khusus di
embarkasi. Bila ada indikasi resiko tinggi dan dirujuk maka jamaah haji akan
dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan Khusus di sekitar Embarkasi. Pada jamaah haji
yang sedang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Rujukan Khusus yang bertepatan
dengan pemberangkatan maka jadwal pemberangkatannya akan disesuaikan dengan
jadwal pemberangkatan Kloter di belakangnya. Kegiatan di dalam asrama haji
embarkasi meliputi pemeriksaan kesehatan haji, pembagian living cost, pembagian buku paspor, BKJH dan gelang identitas.
Semua kegiatan tersebut dilaksanakan secara bersama-sama dan bertahap. Beberapa
peralatan kesehatan yang harus dibawa oleh para jamaah haji adalah:
1 .
Vaselin, untuk mengantisipasi
kulit kering
2 .
Minyak kayu putih (kemasan
kecil < 100 cc)
3 . Air dalam botol hairspray
4 .
Vitamin
5 . Molakrim
6 . Hansaplast
7 .
Sabun khusus haji
8 . Antimo
9 .
Payung
1 0.
Masker, gunting kecil atau pencukur
1
Sarung tangan,jaket dan baju
street atau ketat.
B.
Mobilitas ibadah Haji
Pemberangkatan
ibadah haji terbagi menjadi 2 gelombang. Gelombang pertama dengan rute
Embarkasi, Bandara King Abdul Aziz Jeddah, Madinah, Bir Ali, Makkah, Arofah,
Muzdalifah, Mina, Makkah, Bandara King Abdul Aziz Jeddah dan kembali ke
Debarkasi. Untuk gelombang dua dengan rute perjalanan dari embarkasi, Bandara
King Abdul Aziz Jeddah, Makkah, Arofah, Muzdalifah, Mina, Madinah, Bandara King
Abdul Aziz Jeddah dan kembali ke Debarkasi.
Dari rute perjalanan ibadah haji yang menggunakan gelombang tersebut,
petugas kesehatan dan jamaah haji perlu memperhatikan jadwal pemberangkatan
untuk dapat mempersiapkan diri baik fisik, mental, spiritual dan kesehatannya.
Bagi
petugas kesehatan haji terkait dengan tugas-tugasnya memeberikan pelayanan
kesehatan kepada para jamaah haji sebelum pemberangkatan sebaiknya menjalin
komunikasi dengan Dinas Kesehatan dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten
setempat untuk mengetahui data-data informasi tentang kondisi kesehatan para
jamaah haji yang nanti akan dilayani kesehatannya. Hal ini penting untuk dapat
merencanakan setiap kebutuhan dan peralatan kesehatan cadangan yang akan dibawa
di luar persediaan yang ditentukan. Selain itu untuk mengetahui rencana
tindakan dan jumlah jamaah haji yang masuk ke dalam kategori resiko tinggi.
Petugas
kesehatan haji akan memulai tugasnya pada dua hari sebelum pemberangkatan di
embarkasi untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa termasuk
peralatan administrasi pelaporan. Kegiatan yang dilakukan pada saat tersebut
adalah koordinasi dengan petugas dari embarkasi, menyusun perencanaan dengan
tim kloter, mempelajari data-data kondisi kesehatan para calon jamaah haji dan
mempelajari formulir pelaporan-pelaporan. Keesokan harinya atau satu hari
sebelum pemberangkatan, tim kesehatan haji mulai menyambut kedatangan para
calon jamaah haji yang menjadi tanggung jawab kloternya di embarkasi asrama
haji. Selain itu, para calon jamaah haji akan dikumpulkan untuk diberikan
pengarahan pada kegiatan serah terima dari Kabupaten asal, diperkenalkan dengan
para tim petugas kloter dan dilaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan haji
tahap dua oleh tim kesehatan dari embarkasi.
Kegiatan
selanjutnya, para calon jamaah haji dianjurkan untuk beristirahat selama satu
malam di embarkasi untuk mempersiapkan segala sesuatu terutama kondisi
kesehatannya. Ketua Rombongan (Karom) dan Ketua Regu (Karu) juga akan diberikan
koordinasi, pengarahan dan bimbingan oleh tim petugas kloter untuk ikut
membantu dalam kelancaran kegiatan ibadah haji kloternya. Pada saat tersebut,
tim kesehatan haji sudah mulai dapat melakukan visitasi kepada para calon
jamaah haji yang sedang beristirahat di embarkasi. Visitasi jamaah haji adalah
upaya yang dilakukan untuk memantau kondisi kesehatan jamaah haji dan responnya
serta bimbingan kesehatan di kelompok terbang (kloter) yang dilakukan setiap
saat agar tercapainya jamaah haji sehat.[4]
Visitasi
jamaah haji dapat dilakukan setiap saat untuk memantau kondisi kesehatan para
jamaah haji. Visitasi jamaah haji dilakukan di embarkasi, di pesawat, di tanah
suci dan saat kepulangan (debarkasi). Hasil visitasi harus dicatat dengan baik
pada formulir visitasi sebagai pencatatan dan pelaporan kepada tim kesehatan di
embarkasi dan debarkasi.
Dalam
penyelenggaraan kesehatan haji diperlukan ketelitian, kesabaran, ketekunan,
rasa empati kepada jamaah haji, tanggung jawab, komitmen kepada tugasnya dan
saling pengertian kepada sesama tim sehingga terjalin suatu komunikasi yang
baik sehingga pelayanan kesehatan dapat diberikan kepada jamaah haji dengan
baik pula.
C.
Asuhan Keperawatan Lapangan/
Bergerak.
Asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan menggunakan
metodologi proses keperawatan berpedoman pada standar praktek keperawatan yang
dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung
jawab keperawatan.[5]
Metodologi proses keperawatan merupakan metodologi penyelesaian masalah kesehatan
klien secara ilmiah berdasar pengetahuan ilmiah serta menggunakan teknologi
kesehatan dan keperawatan yang meliputi tahapan Pengkajian, merumuskan diagnose
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Lapangan merupakan tempat
atau lingkungan terbuka yang digunakan untuk serangkaian kegiatan pelayanan.
Dalam hal ini pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan maupun
keperawatan. Kondisi penyelenggaraan
kesehatan haji yang dituntut diberikannya pelayanan kesehatan di
lapangan mengakibatkan perlunya penyesuaian dan teknik khusus dalam asuhan
keperawatan. Kondisi lapangan dan penerbangan menuju tanah suci yaitu Arab
Saudi yang selalu berubah-berubah baik cuaca, iklim, udara maupun kelembaban
diperlukan penanganan asuhan keperawatan yang spesifik. Kelompok jamaah haji
termasuk dalam beberapa kumpulan beberapa orang sehingga asuhan keperawatan
yang diberikan memakai metode asuhan keperawatan pada kelompok. Kelompok adalah
berkumpulnya tiga orang atau lebih yang membentuk suatu komunitas sendiri
dengan didasari adanya kesamaan visi, pandangan atau status dan dalam bidang
kesehatan khususnya status kesehatan. Di masyarakat banyak sekali kumpulan atau
atau komunitas khusus.[6]
Pengkajian dasar kelompok meliputi:
1.
Anamnesa
Melakukan wawancara
dengan Pembina kelompok dan kelompok untuk mendapatkan informasi “apa yang
menjadi masalah”. Anamnesa meliputi: idntitas kelompok termasuk individu dalam
kelompok, besar kecilnya kelompok, lokasi kelompok dalam masyarakat, jumlah
anggota dalam kelompok, masalah kesehatan yang sering terjadi pada kelompok,
jumlah anggota dalam kelompok yang mempunyai masalah dan pemanfaatan fasilitas
kesehatan oleh kelompok.
2.
Kaji kondisi individu dalam
kelompok
Lakukan pemeriksaan
fisik dan psikologis pada setiap individu dalam kelompok.
Dari
pengkajian, data yang diperoleh dianalisa dan dirumuskan permasalahannya dalam
bentuk diagnose keperawatan. Diagnose keperawatan dapat mencakup masalah
kesehatan potensial yang berasal dari kondisi saat ini atau yang diantisipasi
sehingga bimbingan, penyuluhan kesehatan, konseling kesehatan dan rujukan ke
berbagai pelayanan kesehatan perlu dilakukan. Diagnose keperawatan aktual yaitu
gangguan yang terjadi pada saat ini dan perlu segera di intervensi. Analisa
dasar merupakan analisa dari hasil pengkajian dasar dan masalah yang
ditimbulkan tidak membahayakan pasien namun mengganggu aktifitas sehari-hari
dari pasien sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Analisa pada
kelompok, masalah prioritas ditetapkan berdasarkan:
1.
Besarnya masalah;
2.
Tingkat bahaya;
3.
Tersedianya sumber daya dalam kelompok;
4.
Kemungkinan masalah dapat
diatasi/ tidak.
Contoh
diagnose keperawatan pada kelompok adalah: Tingginya penyakit demam berdarah
karena tidak tahu cara melakukan pencegahan 3 M; Potensial (resiko tinggi)
terjadinya gangren pada kelompok pasien DM karena tidak tahu diet DM yang
tepat. Setelah dirumuskan masalah keperawatan, perawat menyusun rencana
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sebagai kelompok. Dalam hal
ini berbagai masalah kesehatan pasien sebagai kelompok perlu diidentifikasi dan
dibahas dengan pasien untuk mengetahui apakah kebutuhan atau masalah kesehatan
dipersepsikan sama. Langkah-langkah dalam menyusun rencana tindakan meliputi:
1.
Penetapan tujuan;
2.
Mengidentifikasi sumber-sumber;
3.
Menetapkan alternatif
pendekatan;
4.
Memilih intervensi;
5.
Menetapkan prioritas.
Tujuan penyusunan rencana tindakan bagi kelompok adalah:
1.
Meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan pasien sebagai kelompok.
2.
Mencegah terjadinya komplikasi
pada individu;
3.
Meningkatkan kemampuan dan
kemandirian individu dan kelompok dalam memenuhi kebutuhannya dan menyelesaikan
masalah kesehatan;
4.
Mencegah terjadinya penyebaran
penyakit dari individu dalam kelompok ke anggota kelompok lainnya.
5.
Dalam kelompok, intervensi
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan upaya kelompok dalam mengatasi
masalah yang sering berulang terjadi dan menolong kelompok mengembangkan
berbagai cara mereka sendiri sehingga lebih mampu menyelesaikan maslah yang
dihadapi.
Kriteria
tujuan yang dicapai adalah spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan
ada batas waktu. Masalah kesehatan merupakan masalah yang kompleks dan
penyelesaian masalah melibatkan berbagai professional bidang kesehatan sehingga
bila masalah yang dihadapi pasien kompleks perawat perlu melakukan rujukan ke
sumber-sumber lain. Oleh karena itu kolaborasi dengan tim kesehatan lain mutlak
diperlukan. Rencana tindakan disusun dengan memperhatikan:
1.
Masalah potensial atau actual.
Masalah aktual diletakkan pada awal perencanaan karena masalah terjadi saat itu
juga dan harus segera diintervensi untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
terjadinya komplikasi. Sedangkan masalah potensial diletakkan di urutan
berikutnya karena masalah tersebut belum timbul tapi diprediksi akan timbul
bila tidak dilakukan.
2.
Disusun berdasarkan prioritas
maslah, misalnya: Gangguan pernapasan berhubungan dengan adanya benda asing di
saluran pernapasan atas (individu) dan gangguan integritas kulit berhubungan
dengan berbaring lama. Masalah gangguan pernapasan diletakkan di atas agar
dapat segera diintervensi karena bila tidak cepat diatasi dapat menyebabkan
kematian pada pasien. Sementara gangguan integritas kulit dapat diletakkan di
urutan berikutnya karena tidak langsung menyebabkan kematian.
3.
Dimulai dengan kata kerja,
misalnya: berikan oksigen nasal pada
pasien (oksigen melalui hidung), miringkan pasien ke sebelah kanan, berikan
pasien minum secara bertahap dan lain-lain.
4.
Rencana dapat
diimplementasikan.
Kriteria rencana
tindakan:
1.
Disusun berdasarkan tujuan
asuhan keperawaan
2.
Melibatkan pasien/ keluarga.
3.
Mempertimbangkan latar belakang
budaya pasien sebagai individu dan kelompok.
4.
Menentukan alternatif tindakan
yang tepat
5.
Mempertimbangkan kebijaksanaan
dan peraturan yang berlaku, lingkungan, sumber daya dan fasilitas yang ada.
6.
Menjamin rasa aman dan nyaman
bagi pasien sebagai individu dan kelompok
7.
Kalimat instruksi ringkas,
tegas dan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Evaluasi
merupakan upaya membandingkan antara tujuan yang ingin dicapai dengan hasil
yang telah dicapai. Evaluasi dikatakan behasil baik apabila hasil asuhan
keperawatan yang diberikan pasien sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu agar tujuan asuhan keperawatan dapat dicapai perlu dilakukan evaluasi
keperawatan secara periodik, sistimatis dan terencana untuk menilai
perkenbangan pasien. Evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan
diberikan disebut evaluasi formatif
(evaluasi perkembangan pasien sehari-hari) dan evaluasi yang dilakukan pada
akhir asuhan keperawatan diberikan disebut evaluasi sumatif (kondisi pasien baik/ sehat, pasien dipindahkan ke ruang
rawat biasa atau pasien diperbolehkan pulang). Standar evaluasi menggunakan
kriteria:
1.
Setiap tindakan dilakukan
evaluasi;
2.
Evaluasi hasil menggunakan
indikator yang ada pada rumusan tujuan;
3.
Hasil evaluasi segera dicatat
dan dikomunikasikan;
4.
Evaluasi melibatkan pasien,
keluarga dan tim kesehatan;
5.
Evaluasi dilakukan sesuai
dengan standar.
Asuhan
keperawatan dapat langsung dilakukan saat bertemu dengan jamaah haji baik pada
saat visitasi maupun pada saat di penginapan. Berikut akan diuraikan asuhan keperawatan yang
dapat diterapkan dalam penyelenggaraan kesehatan haji.
1.
Asuhan keperawatan pada
visitasi.
Visitasi jamaah haji
adaah upaya yang dilakukan untuk memantau kondisi kesehatan jamaah haji dan
reponnya serta bimbingan kesehatan di kelompok terbang (kloter) yang dilakukan
setiap saat agar tercapai jamaah haji sehat. Visitasi dilakukan selama
operasional haji di asrama embarkasi/ debarkasi haji, pesawat dan di pondokan
Arab Saudi. Kegiatan visitasi berupa pemantauan dan respon serta bimbingan
kesehatan yang meliputi:
a.
Deteksi adanya masalah
kesehatan (menderita sakit atau problem kesehatan lainnya)
b.
Deteksi adanya kondisi yang
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan baik pada diri jamaah maupun kondisi
lingkungan (jamaah lain atau tempat tinggal).
c.
Timbul tindakan pemeriksaan,
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan.
d.
Timbul tindakan preventif dan
promotif dengan sasaran semua jamaah dan diprioritaskan pada jamaah usia lanjut
serta jamaah dengan penyakit yang secara epidemiologi terbukti menjadi penyebab
kematian terbanyak yaitu penyakit sistem sirkulasi (hipertensi, infark miokard akut, penyakit jantung koroner) dan sistem
pernapasan (penyakit paru obstruktif
kronik, oedem paru).
Cara visitasi dalah sebagai berikut:
a.
Pada saat pelayanan klinik
yaitu saat jamaah haji datang berobat, berkonsultasi ataupun anjangsana.
Disamping tindakan terhadap jamaah yang berobat tersebut, perawat dapat
melakukan asuhan keperawatan visitasi pada orang-orang yang sekamar atau satu
rombongan yang mengantar jamaah berobat.
b.
Visitasi ke kamar-kamar jamaah
yang direncanakan petugas kesehatan melakukan kunjungan ke kamar-kamar jamaah
atau tempat-tempat berkumpulnya jamaah. Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan
pada visitasi ini adalah bertemu dengan dengan ketua rombongan atau ketua regu
yang ditokohkan membahas kegiatan visitasi terhadap jamaah, keluarga dan
teman-teman lain dalam satu kamar atau satu rombongan. Melakukan pemeriksaan
fisik dengan melihat, bertanya dan atau memeriksa fisik apabila diperlukan
terhadap keseluruhan jamaah yang ada dalam ruangan tersebut. Tanda-tanda yang
perlu dikaji antara lain adalah:
1)
Jamaah haji usia lanjut yang
terlihat menyendiri tidak ada keluarganya. Diagnose Keperawatan yang dapat
dipakai adalah Cemas berhubungan dengan proses adaptasi dengan lingkungan baru.
Dapat juga dipakai takut atau khawatir. Perncanaan dan tindakannya dapat berupa
pemberian motivasi, memberikan dorongan semangat untuk beribadah dan memberikan
informasi untuk lebih merasakan nyaman pada jamaah haji lanjut usia.
2)
Jamaah haji usia lanjut
mengeluh tidak bisa tidur, tidak mau makan, capek atau lemas dan tidak kuat
lagi ke masjid. Diagnose keperawatan yang dipakai adalah Cemas atau khawatir.
Rencana tindakan yang dilakukan adalah memberikan bimbingan dan pengetahuan
tentang istirahat tidur, makan. Sealain itu diberikan bimbingan tata cara
beribadah selain di masjid atau dikolaborasikan dengan petugas ibadah haji
dalam pemberian bimbingan ibadah.
3)
Jamaah demam, batuk, penyakit
menular akan cepat sekali menular dalam satu kamar. Diagnose keperawatan yang
dapat dipakai adalah gangguan rasa nyaman: nyeri, demam atau tidak efektifnya
jalan napas. Perencanaan tindakan keperawatannya dapat berupa membrikan kompres
hangat, massage dada pada jamaah yang batuk, pemberian informasi tentang
pentingnya minum bagi tubuh dalam mengatasi demam dan batuk.kolaborasikan
dengan dokter sebagai petugas kesehatan.
4)
Kamar dengan penghuni padat
orang atau barang, tanpa ventilasi, pengap dan panas. Perencanaan tindakan
keperawatannya adalah memberikan informasi tentang kondisi tempat penginapan
dengan berkolaborasi dengan tim TPHI dan TPIHI.
5)
Adanya beberapa jamaah sakit
dengan gejala sama mengindikasikan adanya KLB, perlu investigasi lebih teliti.
Implemetasi keperawatannya adalah kolaborasikan dengan tim kloter baik TPHI
maupun TPIHI.
c.
Visitasi tanpa rencana adalah
kegiatan sama dengan visitasi biasa tetapi tidak ada rencana. Ini biasanya dilakukan
dalam rangka silaturahmi.
d.
Koordinasikan dengan petugas
kloter, ketua rombongan dan ketua regu serta jamaah untuk melakukan kegiatan
visitasi tersebut sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Jika ada masalah
kesehatan perlu diinformasikan kepada petugas kesehatan.
Dalam
keperawatan penyuluhan dimaksud bukan sekedar memberikan informasi tapi lebih
mengarah kepada pendidikan kesehatan. Tujuan dari pelayanan keperawatan adalah
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien baik sebagai individu maupun
kelompok secara mandiri. Oleh karena itu agar mereka dapat menjaga dan
meningkatkan derajat kesehatan, mereka perlu diberikan penyuluhan kesehatan
khusunya bagaimana mereka dapat hidup secara sehat dan mandiri. Beberapa hal
yang perlu dilakukan perawat dalam memberikan penyuluhan meliputi:
1.
Persiapan
a.
Kaji tingkat pengetahuan dasar
pasien atau kelompok.
b.
Identifikasi kebutuhan pasien
sebagai kelompok tentang kesehatan dan cara hidup sehat.
c.
Susun rencana penyuluhan
kesehatan terhadap individu dan kelompok. Perencanaan meliputi 4 (empat) W dan
1 (satu) H, Who (siapa), Why (mengapa), Whose (sasaran), When
(kapan) dan How (bagaimana/ metode).
Komponen: informasi yang akan disampaikan, tujuan diberikan informasi tersebut,
sasaran yang akan menerima informasi, siapa yang akan menyampaikan informasi,
metode yang digunakan dalam memberikan informasi, alokasi tempat di mana
informasi itu akan disampaikan dan waktu kapan informasi itu disampaikan.
2.
Pelaksanaan penyuluhan
Penyuluhan
dilaksanakan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Pelaksanaan meliputi:
persiapan pelaksanaan, proses pelaksanaan. Untuk menghindari terjadinya hal-hal
yang tidak dikehendakidan memperlancar berlangsungnya proses penyuluhan dalam
persiapan penyuluhan sebaiknya dibuat daftar cek list.
3.
Evaluasi pelaksanaan
D.Asuhan
Keperawatan Pada Jamaah Haji Resiko Tinggi (Risti).
Asuhan
keperawatan jamaah haji resiko tinggi merupakan rangkaian kegiatan keperawatan
pada kegiatan identifikasi, prediksi, karakterisasi dan eliminasi masalah
kesehatan yang diperkirakan dapat memperburuk kesehatannya selama menjalankan
ibadah haji pada jamaah haji risti. Dalam mengelola asuhan keperawatan jamaah
haji risti perlu dipahami tentang Klasifikasi Internasional Penyakit dan
kategori Penilaian Calon Jamaah Haji. Klasifikasi Internasional Penyakit,
revisi ke sepuluh atau ICD-X merupakan Klasifikasi penyakit yang digunakan pada
saat ini sesuai dengan Kepmenkes nomor 50 tahun 1998. Pada operasional haji,
klasifikasi internasional penyakit disesuaikan dengan situasi lapangan, mengacu
pada penyakit-penyakit yang ditemukan selama pelaksanaan operasional haji.
Asuhan Keperawatan pada jamaah haji risti disesuaikan dengan katogori penyakit
risti.
E.
Asuhan Keperawatan Pada
Penyakit Flu Babi (H1N1)
Flu
babi atau Swine Flu atau Flu Mexico atau Influenza H1N1 merupakan penyakit
pernapasan akutyang sangat menular pada Babi. Morbiditas tinggi tatapi
mortalitas rendah (1-4%) terjadi sepanjang tahun meningkat pada musim dingin
dan musim gugur. Saat ini belum banyak dibahas tentang Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan virus H1N1. Mengingat virus influenza A H1N1 menular dari manusia
ke manusia maka isolasi pasien sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan.
Peran edukasi perawat sangat besar untuk memberikan pengertian kepada
masyarakat khususnya yang sedang mengalami influenza yang disebabkan oleh virus
A H1N1 agar menaati perilaku tentang cara pencegahan penularan penyakit ini.
Mengingat pasien tidak selalu dirawat di Rumah Sakit maka penyuluhan atau
pendidikan kesehatan tidak hanya ditujukan kepada pasien tetapi juga ditujukan
kepada seluruh keluarga atau masyarakat yang ada di sekitarnya. Biasanya pasien
dirawat di Rumah Sakit bila disertai dengan penyakit penyerta yang lain.
Penatalaksanaan keperawatan yang diberlakukan adalah keperawatan dengan isolasi
ketat dengan menerapkan prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
Pasien harus dirawat di ruang tersendiri. Asuhan keperawatan dilakukan dngan
pendekatan proses keperawtan mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Gambaran
kasus H1N1 yang berat sama dengan gambaran pneumonia pada pasien dengan H5N1
atau Flu Burung. Asuhan keperawatan yang direncanakan sama dengan asuhan
keperawtan Flu Burung. Pengkajian keperawatan meliputi data subyektif dan data
obyektif. Data subyektif: riwayat kesehatan masa lalu, riwayat sakit paru dalam
keluarga, riwayat perjalanan/ kunjungan ke Meksiko, kontak dengan orang yang positif H1N1, kondisi lingkungan, dekat
dengan pemeliharaan Babi. Aktifitas: waktu bekerja, jenis pekerjaan, kebiasaan
mencuci tangan, keluhan demam/ meriang. Respirasi: ada keluhan batuk (sputum
dan konsistensinya), pilek, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri saat
bernapas. Gastro intestinal: mengeluh mual (nyeri ulu hati), diare. Cerebral;
mengeluh sakit kepala. Ekstremitas; nyeri otot. Untuk Data Obyektif: Keadaan
umum: tampak lemah, gelisah, tingkat kesadaran (compos mentis, apatis,
somnolent,spoor coma/ coma). Respirasi: sesak napas, napas pendek/ cepat dan
dangkal, batuk terdengar produktif tetapi secret sulit dikeluarkan, penggunaan
alat bantu napas. Gastro intestinal: mual, muntah, bising usus, diare,
konstipasi. Cardiovasculer: tekanan darah, tachycardia, pengisian kapiler,
aritmia adakah cianosis, edema ekstremitas. Ekstremtas: keadaan tonus otot.
Suhu badan: panas > 38º C. Pemeriksaan penunjang: Foto thorax adanya
gambaran Pneumonia, pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui keadaan pasien.
AGD dapat normal atau alkalosis respiratorik dimana terjadi peningkatan Ph
darah, penurunan PCO2, penurunan PO2, Dapat juga terjadi asidosis respiratorik.
Diagnose
atau maslah keperawatan yang ditemukan: (pada pasien tanpa penggunaan alat
bantu napas).
1.
Bersihan jalan napas tidak
efektif b/d tidak efektif batuk, akumulasi sekret.
2.
Cemas ringan-berat b/d situasi
kritis, kurang pengetahuan pasien/ keluarga tentang status/ kondisi
kesehatannya.
3.
Resti penyebaran infeksi b/d
kemungkinan paparan lingkungan terhadap pathogen.
Intervensi
Keperawatan:
1.
Atur posisi yang nyaman denga
kepala lebih tinggi (semi fowler)
2.
Berikan dan anjurkan untuk
minum banyak kurang lebih 40-50 cc/ kg BB/ hari untuk viskositas sekret.
3.
Demonstrasikan dan anjurkan
pasien :
a.
Batuk efektif
b.
“Purse lip breathing”
c.
Buang sputum pada tempat yang
aman.
4.
Chest fisiotherapi jika tidak
ada kontra indikasi
5.
Ukur tanda-tanda vital: RR, N,
S dan TD dan dengan auskultasi setiap 1-2 jam, saat kritis selanjutnya 4-6 jam
6.
Pemberian oksigen nasal atau
masker
7.
Pemberian cairan infus
(kolaborasi).
8.
Pemberian obat batuk untuk
bronchodilatator, mukolitik, anti virus.
9.
Pemeriksaan analisa gas darah
sesuai dengan program.
Masalah keperawatan
Cemas Sedang-Berat
1.
Bina hubungan saling percaya
dengan pasien dan keluarga
2.
Dengarkan keluhan pasien dan
keluarga tentang kondisi sakitnya
3.
Identifikasi koping untuk
mengatasi kecemasan
4.
Jelaskan kepada keluarga
tentang kondisi pasien atau program pengobatan dan perawatan
5.
Beri support pada keluarga agar
turut memberi semangat pada pasien untuk mematuhi program pengobatan dan
perawatan.
Masalah Resti
penyebaran infeksi.
1.
Cucu tangan dengan benar
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
2.
Gunakan alat pelindung diri
sesuai prosedur
3.
Tempatkan pasien di ruang atau
kamar isolasi
4.
Usahakan pasien suspect,
probable dan confirm dirawat terpisah
5.
Gunakan alat medik atau keperawatan
untuk pasien suspek, probable dan confirm (satu alat untuk satu pasien)
6.
Desinfeksi alat medis atau keperawatan setelah digunakan
sesuai prosedur, tempatkan alat makan, APD disposable kantong sampah medis ke
incenerator.
7.
Lakukan transport atau merujuk
pasien H1N1 sesuai prosedur
a.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
b.
Gunakan APD sesuai prosedur
untuk petugas kesehatan
c.
Pasang masker pada pasien
d.
Desinfeksi alat transport dan
peralatan.
F.
Asuhan Keperawatan Pada Avian
Influenza (Flu Burung)/ H5N1 Flu
Flu Burung (Avian Influenza, AI) merupakan
infeksi yang disebabkan oleh virus influenza sub tipe H5N1 (H= Hemaglutinin;
N = neurominidase)
yang pada umumnya menyerang unggas yaitu burung dan ayam. Berdasarkan hal
tersebut maka disimpulkan bahwa flu burung selain menyerang unggas dapat juga
menyerang manusia. Berdasarkan kajian pakar, virus H5N1 merupakan salah satu
virus yang paling mungkin menyebabkan pandemi influenza.
Penatalaksanaan asuhan keperawatan pasien
flu burung pada dasarnya sama dengan penatalaksanaan keperawatan pasien
Pneumonia. Karena Flu Burung merupakan penyakit yang dapat menular maka dalam
melaksankan asuhan keperawatan harus diperhatikan dan menerapkan konsep
pencegahan dan pengendalian infeksi. Virus influenza tipe A merupakan anggota
keluarga orthomyxoviridae. Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat
bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22º C dan lebih dari 30 hari pada
suhu 0º C. di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas sakit dapat hidup lebih
lama tetapi mati pada pemanasan 60º C selama 30 menit, 56º C selama 3 jam dan
pemanasan 80º C selama 1 menit. Virus akan mati dengan deterjen atau
desinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodine atau alcohol 70º
C.
Asuhan keperawatan dilakukan dengan
pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dilengkapi
dengan rencana pasien pulang (discharge planning). Pengkajian keperawatan
meliputi data subyektif dan data obyektif. Data subyektif: riwayat kesehatan
masa lalu, riwayat sakit paru dalam keluarga, riwayat perjalanan atau kunjungan
ke China, kontak dengan orang yang positif flu burung atau suspek, kondisi lingkungan yang
tidak bersih, dekat dengan pemeliharaan ayam atau tempat pemotongan hewan.
Aktifitas: waktu bekerja, jenis pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan, keluhan
demam/ meriang. Respirasi: ada keluhan batuk (sputum dan konsistensinya), pilek,
sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri saat bernapas. Gastro intestinal:
mengeluh mual (nyeri ulu hati), diare. Cerebral; mengeluh sakit kepala.
Ekstremitas; nyeri otot. Untuk Data Obyektif: Keadaan umum: tampak lemah,
gelisah, tingkat kesadaran (compos mentis, apatis, somnolent,spoor coma/ coma).
Respirasi: sesak napas, napas pendek/ cepat dan dangkal, batuk terdengar
produktif tetapi secret sulit dikeluarkan, penggunaan alat bantu napas. Gastro
intestinal: mual, muntah, bising usus, diare, konstipasi. Cardiovasculer:
tekanan darah, tachycardia, pengisian kapiler, aritmia adakah cianosis, edema
ekstremitas. Ekstremtas: keadaan tonus otot. Suhu badan: panas > 38º C.
Pemeriksaan penunjang: Foto thorax adanya gambaran Pneumonia, pemeriksaan
laboratorium dan lain-lain pemeriksaan penunjang untuk mengetahui keadaan
pasien. AGD dapat normal atau alkalosis respiratorik dimana terjadi peningkatan
Ph darah, penurunan PCO2, penurunan PO2, Dapat juga terjadi asidosis
respiratorik.
Diagnose atau maslah keperawatan yang
ditemukan: (pada pasien tanpa penggunaan alat bantu napas): Bersihan jalan
napas tidak efektif, Cemas ringan-berat, Resti penyebaran infeksi.
Masalah Jalan napas
Tidak Efektif:
1.
Atur posisi yang nyaman dengan
kepala lebih tinggi (semi fowler)
2.
Berikan dan anjurkan untuk
minum banyak kurang lebih 40-50 cc/ Kg BB/ hari untuk viskositas sekret.
3.
Demonstrasikan dan anjurkan
pasien :
a.
Batuk efektif
b.
“Purse lip breathing”
c.
Buang sputum pada tempat yang
aman.
4.
Chest fisiotherapi jika tidak ada kontra
indikasi
5.
Ukur tanda-tanda vital: RR, N,
S dan TD dan dengan auskultasi setiap 1-2 jam, saat kritis selanjutnya 4-6 jam
6.
Pemberian oksigen nasal atau
masker
7.
Pemberian cairan infus
(kolaborasi).
8.
Pemberian obat batuk untuk bronchodilatator, mukolitik, anti virus.
9.
Pemeriksaan analisa gas darah
sesuai dengan program.
Masalah keperawatan
Cemas Sedang-Berat
1.
Bina hubungan saling percaya
dengan pasien dan keluarga
2.
Dengarkan keluhan pasien dan
keluarga dnegan mendengar aktif dan empati
3.
Identifikasi persepsi pasien
dan keluarga tentang kondisi sakitnya
4.
Identifikasi koping untuk
mengatasi kecemasan
5.
Jelaskan kepada keluarga
tentang kondisi pasien atau program pengobatan dan perawatan
6.
Beri support pada keluarga agar
turut member semangat pada pasien untuk mematuhi program pengobatan dan
perawatan.
Masalah Resti
penyebaran infeksi.
1.
Cuci tangan dengan benar
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
2.
Gunakan alat pelindung diri
sesuai prosedur
3.
Tempatkan pasien di ruang atau
kamar isolasi
4.
Usahakan pasien suspect,
probable dan confirm dirawat terpisah
5.
Gunakan alat medis atau
keperawatan untuk pasien suspect, probable dan confirm (satu alat untuk satu
pasien)
6.
Desinfeksi alat medik atau
keperawatan setelah digunakan sesuai prosedur, tempatkan alat makan, APD
disposable kantong sampah medis dan jangan
dibuang sembarangan sebaiknya dibakar dalam incenerator.
7.
Lakukan transport atau merujuk
pasien H5N1 sesuai prosedur
a.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
b.
Gunakan APD sesuai prosedur
untuk petugas kesehatan
c.
Pasang masker pada pasien
d.
Desinfeksi alat transport dan
peralatan.
Pasien
dengan alat bantu napas
1.
Diagnose keperawatan yang mungkin timbul pada pasien flu burung dengan alat
bantu ventilator yang dirawat di ruang ICU isolasi:
a. Pola napas tidak efektif
b. Jalan napas tidak efektif
c. Penurunan cardiac out put
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
e. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Gangguan komunikasi ADL
g. Gangguan komunikasi verbal
h. Resiko tinggi penyebaran infeksi
i. Cemas
2.
Tujuan dan Kriteria
Jalan napas kembali efektif dengan kriteria
hasil:
a.
Frekuensi napas dalam batas
normal (16-20 x/ menit)
b.
Bunyi napas vesikuler
c.
Bernapas tidak menggunakan alat
bantu napas
d.
Tidak ada dispneu dan sianosis
3. Intervensi
keperawatan
a. Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada
b. auskultasi di paru, catat adanya ronchi, mengi dan krekels
c. observasi dan catat batuk yang berlebihan, peningkatan frekuensi
napas, secret yang berlebihan.
d. penghisapan sesuai dengan indikasi
e. berikan cairan sedikitnya 2500 ml/ hr
f. bantu mengawasi efek penggunaan nebulizer
g.berikan obat sesuai dengan indikasi: mukolitik, ekspektoran,
bronkodilatator analgesik.
Diagnose Keperawatan: Gangguan pertukaran gas
Tujuan
dan Kriteria:
Menunjukkan
perbaikan ventilasi dengan criteria hasil:
a.
Oksigenasi jaringan dengan AGD
dalam rentang normal
b.
Tak ada distress pernapasan
Intervensi
Keperawatan
a.
Kaji frekuensi kedalam
dankemudahan bernapas
b.
Observasi warna kulit, membran
mukosa dan kuku, catat adanya sianosis.
c.
Awasi suhu tubuh, bantu
tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam
d.
Observasi penyimpangan kondisi,
catat hipotensi, banyaknya jumlah sputum, perubahan tingkat kesadaran
e.
Berikan terapi O2 dengan benar
f.
Awasi AGD dan saturasi oksigen
dengan pulse oksimeter.
Diagnose Keperawatan: Resiko tinggi
penularan infeksi
Tujuan dan Kriteria:
Pencegahan penularan infeksi dengan kriteria hasil:
a.
Tidak terdapat tanda-tanda
penularan infeksi dari pasien lain, keluarga dan petugas kesehatan
b.
Mencapai waktu perbaikan
infeksi berulang tanpa komplikasi
Intervensi Keperawatan:
a.
Pantau ketat tanda vital
khususnya pada awal terapi
b.
Anjurkan pasien memperhatikan
pengeluaran sputum dan melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau sputum
c.
Cegah penyebaran infeksi dari
pasien lain, keluarga dan petugas kesehatan dengan mencuci tangan secara
konsisten sebelum dan sesudahnya kontak dengan pasien serta menggunakan APD.
d.
Kolaborasi pemberian anti mikro
bakteri
e.
Bantu pasien memilih posis
nyaman untuk istirahat atau tidur
f.
Bantu perawatan diri yang tidak
dapat dilakukan pasien.
Diagnose Keperawatan: Nyeri
Tujuan dan Kriteria:
Nyeri terkontrol dengan criteria hasil:
a.
Menyatakan nyeri hilang atau
terkontrol
b.
Menunjukkan rileks, peningkatan
aktifitas dengan tepat
Intervensi Keperawatan:
a.
Tentukan karakteristik nyeri
misalnya tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/ lokasi
intensitas nyeri
b.
Pantau tanda-tanda vital
c.
Kolaborasi pemberian analgesik
dan antitusif
Diagnose Keperawatan: Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Tujuan dan Kriteria:
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi selama perawatan dengan kriteria
hasil:
a.
Menunjukkan peningkatan berat
badan
b.
Menunjukkan peningkatan nafsu
makan
c.
Makan habis 1 porsi
d.
Tidak ada mual dan muntah.
Intervensi keperawatan
a.
Auskultasi bising usus
b.
Berikan makanan porsi kecil
dengan frekuensi sering
c.
Sajikan makanan dalam keadaan
hangat
d.
Berikan perawatan mulut
e.
Timbang berat badan setiap
hari.
G.
Asuhan Keperawatan Pada
Meningitis Meningokokus
Meningitis adalah radang umum pada arachnoid
dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, ricketsia atau protozoa yang
terjadi secara akut dan kronis. Asuhan keperawatan meningitis termasuk infeksi
intra cranial, lapisan meningen atau akumulasi dari abses di otak. Agen
penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur. Asuhan keperawatan menggunakan
pendekatan proses keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, tindakan
keperawatan dan evaluasi dari tindakan keperawatan.
Pengkajian:
Pengkajian yang dilakukan meliputi pengkajian kebutuhan aktifitas
dan istirahat didapatkan data keterbatasan aktifitas, ataksia, hipotonia,
kelelahan umum, keterbatasan gerak. Pengkajian sirkukasi didapatkan riwayat
kelainan kardiopatologi, misalnya endokarditis, penurunan nadi atau bradikardi
dan disritmia. Pengkajian eliminasi, dilaporkan adanya inkontinensia urune.
Pengkajian kebutuhan makanan dan minuman dilaporkan nafsu makan menurun,
kesulitan menean, anoreksia, muntah, turgor kurang, membran mukosa kering.
Pengkajian kebutuhan kebersihan diri didapatkan ketergantungan penuh karena
pasien mengalami penurunan kesadaran. Pengkajian neuro sensori terdapat nyeri
kepala, paresthesia, tingling, kehilangan sensasi. Penglihatan terganggu fotopobia,
kehilangan ingatan, kesulitan dalam berkomunikasi. Pengkajian mata didapatkan
reaksi dan ukuran pupil tidak adekuat terhadap respon cahaya, juga ditemukan
nystagmus dan ptosis, hemiparesis atau hemiplegia. Pada fase akut tanda
Brudzinski’s positif dan atau tanda Kernig’s positif. Reflek tendon yang dalam
menurun, babinski positif. Pengkajian kenyamanan: sakit kepala (severe trobbing, frontal), stiff neck,
nyeri dengan gerakan mata, photo sensitifity. Pengkajian pernapasan: riwayat
infeksi paru atau sinus (abses otak), terlihat peningkatan usaha bernapas,
perubahan status mental dan lemah. Pengkajian ansietas: riwayat infeksi saluran
pernapasan atas atau infeksi lain meliputi mastoiditis, telinga tengah, sinus,
lumbal fungsi, trauma kepala, sickle cell anemia,. Peningkatan temperatur,
diaphoresis, kelemahan secara menyeluruh, tonus otot placid atau spastic, paralisis
atau paresis, penurunan sensasi. Pengkajian kebutuhan belajar: riwayat
penggunaan obat (abses otak), hipersensitif obat (non bacterial meningitis),
penyakit sebelumnya/ masalah pengobatan: seperti kondisi kronis, alkoholik, Diabetes
Mellitus, splenectomy. Dari pengkajian tersebut ditentukan prioritas
keperawatan;
1.
Memaksimalkan fungsi cerebral
dan perfusi jaringan
2.
Mencegah komplikasi
3.
Memberikan dukungan emosional
bagi pasien
4.
Meminimalkan nyeri
5.
Memberikan informasi tentang
proses penyakit/ prognosis (dalam hal ini berkolaborasi dengan dokter untuk
menjelaskan kepada pasien atau keluarga tentang penyakit dan prognosa penyakit
pasien) dan kebutuhan akan pengobatan.
Kriteria hasil yang diharapkan:
1.
Proses infeksi tidak terjadi
2.
Komplikasi minimal
3.
Nyeri atau ketidaknyamanan
terkontrol
4.
Kebutuhan ADL terpenuhi
5.
Mengerti tentang proses
penyakit, prognose dan program pengobatan.
Diagnose keperawatan:
1.
Risti perluasan infeksi
2.
Risti terjadi komplikasi
3.
Nyeri
4.
Defisit perawatan diri (ADL)
5.
Resti terbatasnya pengetahuan
(kebutuhan belajar) keluarga mengenai proses penyakit, prognosis dan
penatalaksanaannya.
Tindakan mandiri keperawatan ditujukan untuk mengatasi maslah
keperawatan yang ditemukan pada pasien: kaji faktor resiko infeksi, cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan perawatan pasien, monitor tanda-tanda chest pain,
kaji bunyi napas dan catat karakteristik urine. Pasien bedrest, atur kepala
datar, monitor tanda-tanda vital (khususnya sebelum dilakukan tindakan lumbal
pungsi, monitor status neurologi (GCS), kaji kelemahan yang meningkat irritabel
serangan kejang, monitor tanda-tanda vital secara tepat: tekanan darah,
hipertensi, irama jantung. Pasang penghalang di kedua sisi tempat tidur,
lakukan suction atau pengisapan lender. Kaji pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Lakukan intervensi guna memenuhi kebutuhan pasien. Tindakan kolaborasi
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien akan pengobatan: kolaborasi pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi, obat-obat penghilang rasa nyeri, kejang dan
lain-lain.
H.
Asuhan Keperawatan Pada Heat
Stroke
Heat Stroke (stroke panas) adalah darurat
medis serius dengan sistem pendingin tubuh berhenti bekerja dan suhu inti dapat
naik ke tingkat berbahaya. Tubuh biasanya menghasilkan panas sebagai hasil dari
metabolism dan biasanya mampu untuk mengusir panas dengan baik, radiasi panas
melalui kulit atau oleh penguapan keringat. Tetapi dalam panas ekstrim,
kelembaban tinggi atau tenaga yang kuat di bawah matahari, tubuh tidak mungkin
dapat menghilangkan panas dan kenaikan suhu tubuh kadang-kadang mencapai 106º C
(41,1 º C) atau lebih tinggi.
Asuhan keperawatan pada kasus heat stroke
adalah:
1.
Prioritas Keperawatan:
a.
Menurunkan suhu tubuh dalam
batas normal dan tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
b.
Memenuhi kebutuhan cairan
2.
Masalah keperawatan:
Hipertermia
3.
Intervensi keperawatan
a.
Pantau suhu tubuh pasien
meliputi derajat dan pola, perhatikan menggigil dan diaphoresis.
b.
Pantau suhu lingkungan, batas/
tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi suhu ruangan/ jumlah selimut harus
diubah untuk mempertahankan suhu tubuh mendekati normal. Upayakan ruangan
ber-AC atau semprotkan kompresor air dingin.
c.
Berikan kompres dingin atau
gunakan air dengan suhu kamar seluruh tubuh, hindari penggunaan alkohol. Penggunaan air es/ alkohol
mungkin menyebabkan kedingina, peningkatan suhu secara actual. Selain itu alkohol dapat menyebabkan
kulit kering.
d.
Berikan selimut pendingin,
digunakan untuk mengurangu demam umumnya lebih dari 39,5 - 40º C pada waktu
terjadi gangguan atau kerusakan pada otak.
e.
Kolaborasi pemasangan infus
untuk memberikan cairan melalui intravena.
f.
Kolaborasi untuk pemberian
antipiretik, misalnya aspirin, asetaminophen (tilenol) yang digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
Penanganan atau
asuhan keperawatan secara dini akan sangat membantu memulihkan pasien. Perawat
penting mengetahui sarana untuk menurunkan suhu tubuh pasien secara cepat dan
aman. Lakukan antisipasi bila jamaah mengalami serangan heat stroke, seperti:
penyediaan handuk dan air untuk memberikan kompres seluruh tubuh atau untuk
membasahi tubuh pasien.
I.
Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Frost Bite.
Frost bite atau radang dingin merupakan
kerusakan jaringan akibat dari pembekuan karena pembentukan Kristal es dalam
sel, pecahnya sel dan menyebabkan kematian sel. Kondisi ini terjadi ketika
seseorang terpapar suhu di bawah titik beku kulit. Literatur tentang asuhan
keperawatan pada kasus frost bite tidak banyak ditemukan. Begitu pula di
Indonesia hampir tidak pernah dibicarakan tentang kasus frost bite. Kemungkinan
salah satu penyebabnya adalah karena Indonesia Negara beriklim tropis. Namun
jamah haji Indonesia yang akan menunaikan pada tahun ini akan mengalami udara
dingin di Madinah. Oleh karena itu, perawat perlu mengantisipasi dan memahami
hal-hal yang harus dilakukan bila menemukan kasus frost bite. Dari data-data
tanda dan gejala serta paofisiologi yang telah dipaparkan tentang frost bite
maka masalah keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1.
Resiko atau kerusakan
integritas kulit
2.
Nyeri
3.
Perubahan perfusi jaringan
4.
Risti infeksi
5.
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan pengobatan fros bite
Prioritas
Keperawatan
1.
Mencegah kerusakn integritas
kulit
2.
Menghilangkan nyeri
3.
Memperbaiki sirkulasi perifer
4.
Mencegah komplikasi (infeksi)
5.
Memberikan informasi tentang
ondisi, prognosis dan pengobatan frost bite.
Hasil yang
diharapkan adalah:
1.
Adanya pemulihan jaringan
melalui proses rewarm.
2.
Nyeri terkontrol
3.
Mempertahankan nadi perifer
teraba dengan kualitas atau kekuatan sama, pengisian kapiler baik dan warna
kulit normal pada area yang cidera.
4.
Mencapai penyembuhan tepat
waktu, bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi
Keperawatan
1.
Amankan pasien ke tempat yang
hangat
2.
Lakukan pengkajian sensori pada
area cidera dan catat bila ada baal kesemutan dan lain-lain.
3.
Lakukan rewarm dengan cara:
balut atau bungkus tangan atau kaki atau
daerah yang terkena dengan handuk atau pembungkus yang hangat atau rendam
tangan atau kaki yang cidera dalam sirkulasi air hangat selama 20 menit.
4.
Pertahankan bila ada lepuh pertahnakan
tetap utuh.
5.
Bila pasien tidak dapt diangkut
ke rumah sakit ulang teknik rewarm sampai mencapai fasilitas.
6.
Kaji keluhan nyeri pada saat
rwarm, perhatikan lokasi/ karakter dan intensitas nyeri.
a.
Dorong ekspresi perasaan pasien
tentang nyeri.
b.
Jelaskan prosedur/ informasi
tentang tindakan rewarm (menghangatkan kembali)
c.
Dorong penggunaan teknik
manajemen stress conto; relaksasi, napas dalam, bimbingan imajinasi dan
visualisasi
d.
Lakukan kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian analgesik.
7.
Kaji warna, sensasi, gerakan nadi
perifer dan pengisian kapiler pada ekstremitas yang cidera. Bandingkan dengan
hasil pada tungkai yang tidak cidera.
a.
Posisikan area yang cidera
lebih rendah dari jantung
b.
Lakukan upaya untuk
meningkatkan sirkulasi ke bagian cidera dengan menghangatkan bagian tersebut.
8.
Hindari menggosok bagian yang
cidera karena dapat menimbulkan luka.
a.
Pertahankan lepuh yang terjadi
agar tetap utuh
b.
Hindari penghangatan kembali
dengan menggunakan api atau air karena dapat menimbulkan cidera yang lebih
berat
c.
Bersihkan jaringan nekrotik,
yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan funtung atau porset.
d.
Periksa jaringan cidera tiap
hari, perhatikan/ catat perubahan penampilan, bau atau cairan yang di prosuksi.
e.
Awasi tanda-tanda vital untuk
demam, RL dan lain-lain.
f.
Laporkan segera bila ada
tanda-tanda infeksi.
9.
Kaji ulang perawatan frost
bite.
a.
Diskusikan tentang perawatan
ekstremitas atau bagian tubuh yang rentan terkena frost bite.
b.
Beri pemahaman pasien tentang
pentingnya perlindungan tubuh terhadap dingin agar tidak terjadi frost bite.
c.
Informasikan tentang bahaya
penggunaan atau mengkonsumsi nikotin dan alkohol pada cuaca dingin.
d.
Bekerjasama dengan dokter dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan frost bite, pertolongan pada
kegawat daruratan, prognosis dan program pengobatan serta tindakan yang
diperlukan.
J.
Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Gangguan Jiwa, Scizoprenia, Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi.
1.
Pengkajian
Halusinasi adalah
salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan adanya suara padahal tidak ada
stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan padahal
tidak ada bayangan tersebut. Membaui buah-buahan tertentu padahal orang lain
tidak merasakan sensasi serupa. Merasa mengecap sesuatu padahal tidak sedang
makan apapun. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan
kulit.
a.
Mengkaji jenis halusinasi
Ada beberapa jenis
halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi dapat dilakukan dengan
mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan secaa verbal apa yang sedang
dialami oleh pasien.
1)
Halusinasi dengan suara;
mendengar suar-suara atau kegaduhan yang mengajak bercakap-cakap/ menyuruh melakukan
sesuatu yang membahayakan. Pasien terlihat tertawa sendiri, marah-marah tanpa
sebab, menyedengkan telinga kea rah tertentu atau menutup telinga.
2)
Halusinasi penglihatan: melihat
bayangan seperti sinar, bentuk geometris, bentuk karton, melihat hantu atau
monster. Pasien menunjuk-nunjuk arah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas.
3)
Halusinasi penghidu; membaui
bau-bauan seperti bau darah, urine, faeces, kadang-kadang bau itu mneyenangkan.
Pasien terlihat menghidu seperti sedang membaui buah-buahan tertentu atau
menutup hidung.
4)
Halusiansi pengecapan; pasien
merasakan rasa seperti darah, urine, faeces dan pasien selalu meludah atau
bahkan muntah.
5)
Halusinasi perabaan; pasien
mengatakan ada serangan di permukaan kulit merasa seperti tersengat listrik,
pasien terlihat selalu menggaruk permukaan kulit.
b.
Mengkaji waktu, frekuensi dan
situasi munculnya halusinasi.
Perawat perlu
mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh
pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dalam dengan halusinasinya. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi maka dapat direncanakan frekuensi
untuk mencegah terjadinya halusinasi.
c.
Mengkaji respon terhadap
halusinasi.
Untuk mengetahui
dampak halusinasi pada pasien dan apa respon pasien ketika halusinasi itu
muncul, perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan
saat halusinasi timbul. Perawat juga dapat menanyakan kepada keluarga atau
orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi dampak
halusinasi pada pasien jika halusinasi timbul.
2.
Diagnosa Keperawatan: Gangguan
sensori persepsi: halusinasi
3.
Tindakan keperawatan:
a.
Tindakan keperawatan untuk
pasien
1)
Tujuan tindakan: pasien
mengenali halusinasi yang dialaminya, pasien dapat mengontrol halusinasinya,
pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2)
Tindakan keperawatan
a.
Membantu pasien mengenali
halusinasi dengan cara berdikusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar atau dilihat), waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dari perasaan pasien
saat halusinasi muncul (komunikainya sama).
b.
Melatih pasien mengontrol
halusinasi. Dengan empat cara yang sudah terbukti dengan hasil eveden base,
antara lain adalah dengan cara menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan
orang lain, melakukan aktifitas yang terjadwal, menggunakan obat secara teratur.
b.
Tindakan keperawatan kepada
keluarga atau kelompok
1)
Tujuan untuk keluarga atau
kelompok adalah: keluarga atau kelompok dapat merawat pasien pondokan dan
menjadi system pendukung yang efektif untuk pasien.
2)
Tindakan keperawatan: faktor
keluarga atau kelompok menempati hal vital dalam penanganan pasien gangguan
jiwa di pondokan. Hal ini mengingat keluarga atau kelompok adalah support
system terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga atau kelompok
sangat menentukan apakah pasien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga atau
kelompok yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat psien mampu
mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga
atau kelompok tidak mampu merawat pasien maka akan kambuh bahkan untuk memulihkannya
kembali sangat sulit.
3)
Informasi yang perlu
disampaikan kepada keluarga/ kelompok meliputi: jenis halusinasi yang dialami
oleh pasien, tanda dan gejala serta proses terjadinya halusinasi.
4.
Evakuasi
Evaluasi
keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah dilakukan untuk pasien halusinasi
adalah:
a.
Pasien mempercayai petugas
kesehatan sebagai terapis.
b.
Pasien menyadari bahwa yang
dialaminya tidak ada obyeknya dan merupakan masalah yang harus diatasi.
c.
Pasien dapat mengontrol
halusinasi
d.
Keluarga atau kelompok mampu
merawat pasien di pondokan.
K.
Asuhan Keperawatan pada Pasien
Dengan Depresi: Isolasi sosial
1.
Pengkajian
Isolasi sosial
adalah keadaan di mana seorang individu mengalami pemurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak terima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain.
a.
Tanda dan gejala isolasi sosial
yang didapatkan melalui wawancara adalah:
1)
Pasien menceritakan perasaan
kesepian atau ditolak oleh orang lain
2)
Pasien merasa tidak aman berada
dengan orang lain
3)
Pasien mengatakan hubungan yang
tidak berarti dengan orang lain
4)
Pasien merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu
5)
Pasien tidak mampu
berkonsentrasi dan membuat keputusan
6)
Pasien merasa tidak berguna
7)
Pasien tidak yakin dapat
melangsungkan hidup
b.
Tanda dan gejala isolasi sosial
yang didapatkan melalui observasi adalah;
1)
Pasien banyak diam dan tidak
mau bicara
2)
Pasien menyendiri dan tidak mau
berinteraksi dengan orang yang terdekat.
3)
Pasien tampak sedih, ekspresi
datar dan dangkal.
4)
Kontak mata kurang.
2.
Diagnose Keperawatan: Isolasi
Sosial
3.
Tindakan keperawatan
a.
Tindakan keperawatan untuk
pasien
1)
Membiina hubungan saling
percaya
2)
Membantu pasien menyadari
perilaku isolasi sosial
3)
Melatih pasien berinteraksi dengan
orang lain secara bertahap.
b.
Tindakan keperawatan untuk
keluarga/ kelompok
Melatih keluarga
atau kelompok yang merawat pasien isolasi sosial untuk dapat membantu pasien
mengatasi masalah isolasi sosial bersama dengan pasien, dengan cara:
1)
Menjelaskan tentang masalah
isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
2)
Memperagakan cara berkomunikasi
dengan pasien
3)
Memberi kesempatan kepada
keluarga untuk mempraktekan cara berkomunikasi dengan pasien.
4.
Evaluasi
1.
Evaluasi kemampuan pasien
a.
Pasien dapat menjelaskan kebiasaan
interaksi.
b.
Pasien dapat menjelaskan
penyebab tidak bergaul dengan orang lain
c.
Pasien dapat menyebutkan
keuntungan bergaul dengan orang lain.
d.
Pasien dapat menyebutkan
kerugian bila tidak bergaul dengan orng lain
e.
Pasien dapat memperagakan cara berkenalan
dengan orang lain.
f.
Pasien sudah melakukan
aktifitas berinteraksi dengan perawat, keluarga dan kelompok tua.
g.
Pasien dapat menyampaikan
perasaan setelah interaksi dengan orang lain.
h.
Pasien mempunyai jadwal
bercakap-cakap dengan orang lain.
i.
Pasien dapat menggunakan obat
dengan patuh.
2.
Evaluasi kemampuan keluarga
atau kelompok
a.
Keluarga kelompok menyebutkan
masalah isolasi sosial dan akibatnya.
b.
Keluarga atau kelompok
menyebutkan penyebab isolasi sosial.
L.
Asuhan Keperawatan Pada Jamaah
Dengan Insomnia.
Masalah insomnia juga merupakan salah satu masalah yang dialami oleh
para jamaah haji yang sedang menunaikan ibadahnya. Hal ini perlu adanya
penanganan khusus yang harus dilaksanakan oleh petugas haji.
1.
Pengkajian
a.
Insomnia merupakan kondisi
periode waktu yang lama keterbatasan waktu tidur tidak dapat (secara alami
terus menerus dalam periode kesadaran relatif)
b.
Tanda dan gejala; mengantuk
sepanjang hari, penurunan kemampuan fungsi, gelisah, tidak dapat
berkonsentrasi, gangguan perceptual, gangguan sensasi tubuh, delusi, perasaan
mengambang, halusinasi, kebingungan akut, paranoid transient, agitasi sikap
menyerang, cemas, tremor pada tangan
c.
Faktor yang berhubungan:
ketidak nyamanan fisik psikologi yang lama, asinkronis srkardian berlebih,
aktifitas tidak adekuat, lingkungan tidur tidak nyaman atau tidak familier
secara menerus.
d.
Lingkungan: berisik, cahaya,
tidak familier dengan perlengkapantidur, perubahan suhu, teman tidur, kurang
frivesi/ kontrol tidur
2.
Diagnose keperawatan: Gangguan
istirahat tidur.
3.
Tindakan keperawatan
a.
Tujuan: agar pasien merasa
nyaman fisik dan psikologi
b.
Tindakan: tempatkan pada
ruangan yang tidak ramai, orientasikan tempat yang akan ditempati, pasangkan
dengan teman yang sekiranya sudah kenal dalam kelompok jika keluarga tidak
serta, anjurkan minum susu hangat bila akan tidur, anjurkan pasien untuk
melakukan kebiasaan yang baik bila akan tidur seperti: berdzikir, membaca.
4.
Evaluasi
a.
Pasienmampu mengidentifikasikan
penyebab kesulitan dalam tidurnya
b.
Pasien dapat menginfomasikan
perasaan nyaman dan tenang, waktu tidur/ istirahat meningkat secaa kualitas dan
kuantitas.
c.
Pasien mampu mempertahankan
koping positif untuk pemenuhan istirahat tidur.
M.
Asuhan Keperawatan Pada Kasus
Demam Kuning (Yellow Fever)
Demam
kuning adalah infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk di daerah tropis.
Sampai sekarang tidak ada kasus demam kuning di Asia tetapi dikhawatirkan
perjalanan internasional yang tinggi dapat terinfeksi virus melalui orang yang
terinfeksi.
1.
Prioritas keperawatan
a.
Meningkatkan rasa nyaman atau
mengatasi rasa nyeri
b.
Memenuhi kebutuhan nutrisi
c.
Mempertahankan kebutuhan cairan
dan elektrolit
d.
Mencegah terjadinya komplikasi
e.
Memberikan pendidikan kesehatan
tentang prses atau prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan.
2.
Tujuan/ hasil yang diharapkan
a.
Rasa nyeri terkontrol
b.
Asupan nutrisi adekuat
c.
Cairan dan elektrolit terpenuhi
d.
Tidak terjadi komplikasi yang
berhubungan
e.
Mengerti tentang proses/
prognosis penyakit dan berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
3.
Masalah Keperawatan: Nyeri akut
Intervensi
keperawatan:
a.
Pertahankan dan anjurkan tirah
baring dalam fase akut
b.
Berikan tindakan mandiri
keperawatan atau tindakan non farmakologik misalnya: beri kompres dingin pada
dahi, pijat lembut kepala ata leher, redupkan lampu kamar, ajarkan teknik
relaksasi: panduan imajinasi atau distraksi.
c.
Bantu pasien dalam ambulasi
d.
Berikan cairan dan makanan
lembut dan bantuperawatan mulut dengan teratur
e.
Kolaborasi dalam pemberian obat
analgesik.
4.
Masalah keperawatan: Risti
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intervensi
Keperawatan:
a.
Gunakan pendekatan konsisten;
duduk denagn pasien pada saat makan, buangsisa makanan tanpa komentar,
tingkatkan lingkungan nyaman dan catat asupan makanan.
b.
Berikan makanan sedikit dan
makanan tambahan yang tepat
c.
Buat pilihan menu dan bekerjasama
dengan pasien untuk memilih menu.
d.
Upayakan menimbang berat badan
dan lakukan evalasi dengan alat atau timbangan yang sama.
e.
Jelaskan perlunya makanan yang
cukup untuk menjaga daya tahan tubuh dan melaksanakn aktifitas.
f.
Bila diperlukan bantu pasien untuk menghaluskan
makanannya agar lebih mudah dimakan.
g.
Kolaborasi pemberian nutrisi
dengan atau melalui parenteral bila ada indikasi.
5.
Masalah keperawatan: (Risti)
kekurangan volume cairan
Intervensi
keperawatan:
a.
Awasi tanda vital, pengisian
kapiler, status membrane mukosa dan turgor kulit.
b.
Awasi jumpah dan jenis masukan
cairan’
c.
Ukur dan catat haluaran urune
dengan akurat
d.
Diskusikan strategi untuk
mengurangi muntah dengan pasien
e.
Identifikasi rencana untuk
meningkatkan/ mempertahankan keseimbangan cairan optimal. Misalnya jadwal minum
atau masukan cairan.
f.
Kolaborasi untuk memberikan
cairan melalui intra vena dan kemungkinan pemberian kalium oral atau intra vena
sesuai indikasi.
N.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome)
SARS merupakan jenis penyakit Pneumonia.
Penyebabnya adalah virus corona. Central Disease Controle (CDC) mengumumkan
pada awal April 2004 sebuah jenis virus Corona yang kemungkinan tidak pernah
terlihat pada manusia merupakan perantara yang bertanggung jawab terhadap penularan
SARS.
Asuhan keperawatan pada pasien SARS
prinsipnya sama dengan asuhan keperawatan pada Flu Burung. Dasarnya adalah
asuhan keperawatan pasien dengan Pneumonia dengan spesifikasi penerapan isolasi
ketat selama
melakukan asuhan keperawatan pasien.
1.
Prioritas Keperawatan:
a.
Mempertahankan atau memperbaiki
fungsi pernapasan.
b.
Mengurangi atau meminimalkan
penyebaran atau penularan penyakit.
c.
Mendukung proses penyembuhan.
d.
Memberikan informasi tentang
proses penyakit/ prognosis dan pengobatan.
2.
Tujuan
a.
Ventilasi dan oksigenasi ade
kuat untuk kebutuhan individu
b.
Penularan penyakit dicegah atau
diminimalkan.
c.
Proses penyakit/ prognosis dan
program terapi dipahami.
d.
Perubahan pola hidup atau
kebiasaan teridentifikasi.
3.
Masalah keperawatan
a.
Risti penyebaran infeksi
b.
Bersihan jalan napas tidak
efektif
c.
Kerusakan pertukaran gas
d.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan kebutuhan tindakan.
4.
Intervensi Keperawatan:
a.
Lakukan isolasi sesegera
mungkin, batasi kontak dengan jamaah lain termasuk dengan keluarga, berikan
atau pasangkan masker kepada pasien (sedapat mungkin masker N95), gunakan alat
pelindung diri (APD) bagi petugas yang memberikan asuhan, segera rujuk ke
sarana kesehatan yang memunkinkan dilakukan teknik isolasi ketat. Ikuti standar
prosedur operasional setiap kegiatan yang dilakukan terhadap pasien.
b.
Cuci tangan dengan benar sebelu dan
sesudah kontak dengan pasien.
c.
Gunakan alat medic atau
keperawatan untuk satu alat satu pasien. Desinfeksi alat medis/ keperawatan setelah
digunakan sesuai prosedur, tempatkan alat makan, APD disposable di kantong
sampah medis buang sesuai prosedur untuk penyakit menular.
d.
Lakukan transport pasien sesuai
prosedur: cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien, gunakan APD
sesuai prosedur untuk petugas kesehatan, pasang masker pada pasien, desinfeksi
alat transport dan peralatan lain.
e.
Kaji dan catat frekuensi dan
kedalaman pernapasan
f.
Bantu pasien latihan napas yang
sering, ajarkan pasien cara melakukan batuk dan ajarkan batuk efektif.
g.
Kolaborasi pemberian
obat-obatan yang diprogramkan seperti mukolitik, ekspectoran, bronchodilatator
dan analgesik.
h.
Kolaborasi pemberian cairan
melalui intra vena dan pemberian oksigen.
i.
Observasi warna kulit, membrane
mukosa dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral
(sirkumoral)
j.
Awasi frekuensi dan irama
jantung, tinggikan kepala dorong napas dalam dan batuk efektif.
k.
Kolaborasi pemberian oksigen
dengan benar (nasal prong, masker dan lain-lain)
l.
Bekerjasama dengan dokter dalam
memberikan informasi tentang penyakit meliputi ketidak mampuan dari penyakit,
lamanya penyembuhan, peraturan isolasi dan pentingnya menjalani program
pengobatan dengan tuntas.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyelenggaraan
Ibadah Haji, sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga
Jemaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama
Islam. Pembinaan dan pelayanan
kesehatan bagi jemaah haji dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam pelaksanaannya perlu
kerjasama berbagai pihak terkait, sektor dan pemerintah daerah serta perlu
adanya pedoman yang dapat menjadi acuan penyelenggaraan kesehatan haji di tanah
air yaitu di embarkasi dan debarkasi serta selama perjalanan di Arab Saudi.
Pedoman tersebut telah disusun dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1394/Menkes/SK/2002 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Haji
yang telah dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dengan diterbitkannya
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 442/ MENKES/ SK/ VI/ 2009 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Haji. Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut juga
bersumber dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pada bagian
Keempatbelas pasal 97 yang mengatur
tentang Kesehatan Matra.
Petugas Kesehatan Haji Indonesia
maupun calon jamaah haji sebaiknya mengetahui dan memperhatikan keadaan
lingkungan pada pelaksanaan ibadah haji. Lingkungan yang akan dilalui oleh
calon jamaah haji mempunyai karakter yang berbeda-beda. Setiap perpindahan
lingkungan satu ke lingkungan yang lain diperlukan suatu proses adaptasi pada
tubuh yang cepat dan benar.
Asuhan Keperawatan pada lapangan/
bergerak perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi jamaah haji sebagai
pasien dalam anggota kelompok dan kondisi lingkungan di sekitarnya sehingga
tercapai tujuan atau evaluasi yang diharapkan.
B. Saran
Dalam penyelenggaraan kesehatan
haji diperlukan ketelitian, kesabaran, ketekunan, rasa empati kepada jamaah
haji, tanggung jawab, komitmen kepada tugasnya dan saling pengertian kepada
sesama tim sehingga terjalin suatu komunikasi yang baik sehingga pelayanan
kesehatan dapat diberikan kepada jamaah haji dengan baik pula. Tim Kesehatan
Haji Indonesia diharapkan dapat memberikan pencatatan dan pelaporan yang tepat
terkait kondisi kesehatan jamaah haji dengan mengisi secara detail form blangko
pelaporan yang tersedia. Dari pihak jamaah haji sebaiknya memberikan informasi
yang benar dan jujur tentang kondisi kesehatan dirinya untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang baik sesuai dengan kemampuan dari tim kesehatan haji
dan sarana yang dimiliki.
Pada Penyelenggaraan kesehatan haji
memerlukan suatu Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bagi Tim Kesehatan Haji Indonesia yang baku dan sama secara
nasional dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada jamaah haji sehingga tidak
ada perbedaan dalam memberikan pelayanan kesehatan. SOP dan SPM ini berguna
untuk mengevaluasi dan mengukur tingkat penyimpangan dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada jamaah haji. Demikian informasi yang dapat saya berikan kepada
semua pihak, semoga dalam penyelenggaraan ibadah haji Indonesia dapat terlaksana
dengan baik dan sesuai dengan harapan semua pihak. Amiiiin.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian
Kesehatan RI, 2011, Modul Pelatihan
Jabatan Fungsional Perawat Jenjang Ahli Pertama, Jakarta, Kementerian
Kesehatan RI-Badan PPSDM Kesehatan Pusdiklat Aparatur.
Kementerian
Agama RI Direktorat Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umrah Tahun 1433/ 2012 M,
2012, Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah
Haji, Jakarta, Kementerian Agama RI.
Kementerian
Agama RI, 2012, Modul Pembekalan
Operasional Kesehatan Haji, Bahan Ajar Pelatihan Petugas Haji Tahun 1433 H/
2012 M, Jakarta, Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah.
Kementerian
Kesehatan RI, 2012, Bahan Bacaan Peserta
Pelatihan Tim Kesehatan Haji Indonesia, Jakarta, Kementerian Kesehatan RI.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
-------------, Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan,
-------------, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
-------------, Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 706 Tahun 2011 Tentang Rekrutmen Petugas Kesehatan Haji
Indonesia.
------------, Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 442/ MENKES/ SK/ VI/ 2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kesehatan Haji
CURICULUM VITAE
Nama : H. TRIYO RACHMADI,
S.Kep.
Tempat
Tanggal Lahir: Kebumen, 30 Desember 1979
Jenis
Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : S1 Keperawatan
Pekerjaan : PNS
Alamat
: Perumahan Jatisari Indah Blok E.04, Kalirejo, Kebumen 54311
No.HP : 085228148645,
0287-5534422
Telp.Rumah : 0287- 3871552
Email :
triyo.rachmadi@gmail.com
Riwayat Pendidikan
1.
SD Negeri IV Panjer Kebumen
lulus tahun 1992
2.
SMP N 3 Kebumen lulus tahun
1995
3.
SPK Depkes Magelang lulus tahun
1998
4.
Akper Muhammadiyah Gombong
lulus tahun 2003
5.
S1 Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Gombong lulus tahun 2010
6.
Mahasiswa Program Pasca Sarjana
S2 Magister Hukum Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Pelatihan-pelatihan
1.
Pelatihan Program
Penanggulangan Tuberculosis tahun 2003
2.
Pelatihan Penanggulangan Avian
Influenza tahun 2009
3.
Pelatihan Penanggulangan Gawat
Darurat tahun 2009
4.
Pelatihan Penanggulangan
HIV/AIDS tahun 2009
5.
Pelatihan Tim Kesehatan Haji
Indonesia Tahun 2012
Pengalaman
Mengajar
1.
Staf Dosen Pengajar di
Politeknik Dharma Patria Kebumen Program Studi Teknik Elektro Dan Rekam Medis
Kesehatan tahun 2011 - sekarang
Riwayat
Pekerjaan
1.
RSUD Kebumen sebagai perawat
pelaksana tahun 1998 – 2003
2.
BP As Syifa Karanganyar tahun
1999 – 2000
3.
RS PKU Muhammadiyah Sruweng
tahun 2001 – 2002
4.
RSI Siti Khotidjah Kebumen
tahun 2004 – 2005
5.
BP/ RB PKU Muhammadiyah Kebumen
tahun 2004 – 2005
6.
UPTD Unit Puskesmas Klirong I
Kebumen tahun 2003 – 2013
7.
UPTD Unit Laboratorium
Kesehatan Daerah tahun 2013 - sekarang
[1] Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 442/ MENKES/ SK/ VI/ 2009 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Haji
[2] Kementerian Agama RI
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umrah Tahun 1433/ 2012 M, Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji, Jakarta, Kementerian Agama RI, hal. 4
[3] Kementerian
Kesehatan RI, 2012, Bahan Bacaan Peserta
Pelatihan Tim Kesehatan Haji Indonesia, Jakarta, Kementerian Kesehatan RI,
hal. 5.
[4] Kementerian
Agama RI, 2012, Modul Pembekalan
Operasional Kesehatan Haji, Bahan Ajar Pelatihan Petugas Haji Tahun 1433 H/
2012 M, Jakarta, Kementerian Agama RI, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah, hal. 3
[6] Kementerian
Kesehatan RI, 2011, Modul Pelatihan
Jabatan Fungsional Perawat Jenjang Ahli Pertama, Jakarta, Kementerian
Kesehatan RI-Badan PPSDM Kesehatan Pusdiklat Aparatur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar