Oleh: Triyo Rachmadi, S.Kep.
Peningkatan mutu pelayanan gawat darurat/penderita trauma (PMPPT/Gugus Kendali Mutu/GKM, “Quality Improment”) seharusnya merupakan bagian dari pekerjaan seorang ahli bedah yang berkecimpung dalam traumatologi. Bahwa PMPPT dimulai dalam traumatologi disebabkan karena sifatnya yang mendadak sehingga :
1. Mungkin ditemukan keterbatasan sumber daya manusia maupun perlengkapan medik
2. Keputusan yang sering diambil seringkali harus cepat
3. Beberapa disiplin ilmu mungkin terlibat
4. Penderita tidak mempunyai kekuasaan menentukan Rumah Sakit yang diinginkan
Semua faktor diatas menyebabkan kemungkinan untuk terjadinya suatu kesalahan adalah lebih besar, sehingga harus diambil sikap dan tindakan agar kesalahan yang sama tidak akan terulang kembali.
Prasyarat untuk dapat dimulainya PMPPT
Terdapat beberapa prasyarat sebelum dapat dimulai suatu proses PMPTT yakni :
1. Harus ada kemauan baik dari semua pihak yang terlibat dalam pelayanan penderita trauma, yakni pimpinan Rumah sakit, ahli bedan dan staf lain
2. Suatu bentuk organisasi Rumah Sakit yang memungkin ahli bedah yang bertanggung jawab untuk dapat mengubah prosedur maupun protokol yang bersangkutan dengan pelayanan trauma.
3. Pembakuan (standarisasi) pelayanan trauma di Rumah sakit tersebut, baik dari segi sumber daya manusia, kelengkapan medis, prosedur maupun protokol
4. Proses pemantauan pelaksanaan prosedur maupun protokol
5. Ini membutuhkan :
¨ Penetapan populasi yang akan membantu (misalnya : hanya kasuis multi trauma”)
¨ Penetapan hal-hal yang berkaitan dengan kesudahan (outcome) yang tidak
diinginkan seperti misalnya : kematian atau komplikasi
¨ Penetapan saringan audit (audit filter)
¨ Penetapan sistem pengumpulan data yang memungkin suatu analisis yang dapat
meramal
6. Tinjauan reka (per review)
Adanya suatu panitia yang kecil yang terdiri dari para tenaga medik yang menilai hasil pekerjaan, merupakan suatu keharusan dalam PMPPT
7. Adanya kemungkinan evaluasi dan kemudian dilanjutkan dengan koreksi terhadap ad. 3 dan 4
Hal-hal yang Berkaitan dengan PMPPT
1. Struktur Organisasi
Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab terhadap keseluruhan pelayanan penderita trauma, ini berarti bahwa pimpinan rumah sakit harus mengakomodasi suatu sistem pengambilan keputusan maupun sistem evaluasi. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan PMPPT sebaiknya diserahkan pada kepala unit trauma.
2. Pembakuan (stadardisasi)
Pembakuan prosedur sangat tergantung dari sumber daya manusia dan perlengkapan medik, sebagai contoh adalah prosedur pengambilan foto ronsen pada penderita dengan fraktur femur sederhana(tertutup, tanpa gangguan NVD). Apabila pelayanan radiologi bersifat “on call”, maka pengambilan foto ronsen tersebut mungkindi tunda menjadi pagi hari, dan penderita dirawat terlebih dahulu. Pembakuan protokol medik sudah menjadi syarat untuk akreditasi Rumah Sakit oleh Departemen Kesehatan. Khusus untuk trauma, maka pembuatan protokol dapat mengacu pada ATLS
3. Indikator untuk memantau PMPPT
a. Kesudahan (Out come)
Kesudahan yang dapat diukur dalam pelayanan trauma adalah antara lain kematian/hidup dan adanya komplikasi. Evaluasi terhadap kematian dapat dilakukan dalam bentuk konperensi kematian(“Mortality conference”). Ada kekurangan dalam cara ini, karena kematian dapat “Expected” maupun “Un-expected”, dan konperensi kematian sebaiknya memfokuskan diri pada “Unexpected Death”. Kekurangan lain adalah bahwa “Unexpected Survival” tidak mendapatkan tempat pada suatu konperensi kematian.
Komplikasi yang terjadi seharusnya selalu dicatat, dan dilakukan analisis kecenderungan (“Trendy Analysis”) apabila suatu komplikasi menunjukkan peningkatan, maka harus dilakukan pengkajian tentang sebab, sehingga dapat dilakukan koreksi.
b. Saringan audit (“Audit filters”)
Saringan audit adalah suatu ketentuan minimal, yang apabila dilewati, merupakan indikasi terhadap kemungkinan kurangnya mutu pelayanan penderita trauma. American College of Surgeons pada tahun 1990 menetapkan 22 jenis saringan audit. Beberapa filter antara lain adalah misalnya menetapkan bahwa laparotomi yang dilakukan dalam waktu lebih dari 2 jam atau kraniotomi lebih dari 4 jam (setelah pendetrita tiba diunit trauma) memerlukan perhatian (walaupun belum tentu merupakan kesalahan). Untuk sementara di Indonesia, sambil menunggu ketentuan dari Departemen Kesehatan, rumah sakit dapat membuat saringan audit sendiri. Terhadap setiap kasus yang meliwati saringan kemudian dilakukan evaluasi.
c. Analisis kesudahan mati/hidup
Terhadap setiap penderita trauma dapat dilakukan sistem skorsing. Revised Trauma Score (RTS). Injury sevety Score (ISS) serta penggabungannya yaitu metode TRISS (Trauma Score and Injury Sevety Score) merupakan sistem skoring yang banyak dipakai saat ini. Cara pemakaian RTS, ISS, metode TRISS dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil dari perhitungan diatas akan memberikan ramalan hidup atau mati, maka akan ditemukan 4 kelompok yakni :
1. Diramal hidup dan benar hidup (Expected Survival”)
2. Diramal hidup namun mati (Enexpected Death)
3. Diramal mati dan benar mati (Expected Death)
4. Diramal mati namun hidup (Unexpected Survival)
Evaluasi sebaiknya dilakukan terhadap kelompok 2 dan 4. Walaupun jauh dari sempurna, namun metode analisis diatas sangat bermanfaat untuik mawas diri (Internal Review) maupun membandingkan dengan pusat trauma yang lain (External comparison). Harus selalu diingat bahwa sistem analisis di atas didasarkan pada data base (pelayanan trauma) di Amerika Serikat
4. Tinjauan Rekan (“Peer Review”)
Sebaiknya ada suatu panitia kecil yang terdiri dari para tenaga medik yang bekerja dalam bidang pelayanan trauma. Pada suatu rumah sakit kecil, panitia kecil ini dianjurkan terdiri dari satu ahli bedah, satu ahli anestesi dan Direktur Pelayanan Medik, dengan diketahui oleh ahli bedah. Pada rumah sakit yang lebih besar panitia ini sebaiknya melibatkan ahli yang lain seperti ahli bedah ortopedi, ahli bedah syaraf, ahli mata dan lain-lain. Dalam panitia ini kemudian dapat dibicarakan indikator pelayanan penderita trauma seperti pada ad.3
5. Evaluasi dan tindakan koreksi
Sebagai hasil pembicaraan dalam panitia tinjauan rekan, maka mungkin akan didapatkan suatu kesimpulan, yang kemudian akan dilakukan tindakan koreksi, baik koreksi terhadap rposedur maupun protokol. Juga sangat penting adalah melihat kekurangan baik dalam perlengkapan medik maupun ketenagaan medik. Keterlibatan pimpinan rumah sakit dalam panitia kecil akan sangat membantu tindakan koreksi terhadap prosedur.
Adapun prosedur-prosedur di dalam penanganan gawat darurat terlampir.
Pertimbangan umum:
• Beberapa evidens menunjukkan bahwa pertolongan pertama oleh sembarang orang tidak memadai dan cenderung berbahaya
• 9 % kematian sebetulnya dapat dicegah jika ditangani oleh tenaga profesional
• Faktor yang mempunyai kontribusi yang potensial terhadap terjadinya kematian atau kecacatan adalah penanganan pertama yang keliru dan pengangkutan penderita menggunakan kendaraan pribadi
Apa yang harus dilakukan.
• Kenali keadaan emergensi
• Ambil keputusan untuk menolong atau tidak menolong
• Kontak pelayanan gawat darurat medik
• Lakukan kajian terhadap korban
• Berikan pertolongan pertama segera dan benar
Kejadian di lapangan yang perlu segera mendapat pertolongan medis
• Perdarahan hebat
• Tenggelam
• Sengatan listrik
• Dugaan serangan jantung
• Kesulitan bernafas atau tidak ada tanda bernafas
• Sumbatan jalan nafas
• Gangguan mental
• Keracunan
• Usaha bunuh diri
• Beberapa kasus kejang
• Kebakaran yang kritis
• Paralisis
• Dugaan Trauma spinal
• Persalinan yang sedang berlangsung.
Jika anda berada di tempat kejadian dan mampu memberi pertolongan, lakukan
• 10 detik survei yang meliputi:
Ø Adanya bahaya ikutan yang dapat memperberat korban atau membahayakan anda
Ø Mekanisme terjadinya kecelakaan atau kejadian yang dialami oleh korban
Ø Jumlah korban.
Survey Pendahuluan.
1. Apakah korban responsif (status mental korban), skala AVPU:
Ø Alert (kesadaran penuh): orientasi waktu, tempat, identitas diri
Ø Verbal stimulus: orientasi waktu, tempat, idntitas diri terganggun, tetapi respons terhadap stimulus verbal baik
Ø Painful stimulus: mata tertutup, tidak ada respons verbal, tetapi dengan ransangan sakit positif
Ø Unresponsive thd stimulus apapun
2. A : Airwway open ?
3. B : Breathing ?
4. C: Circulation :
Ø Bagaimana pulsus pada karotis ?
Ø Adakah perdarahan yang hebat ?
Ø Bagaimana kondisi kulit : warna, temperatur, kelembaban
5. D: Dissability:
Ø Spinal cord respons
Ø Mental status
Assessment thd 3 sistem tubuh yang paling penting
• Respiratory system:
– Airway open ?
– Breathing ?
• Brain and spinal cord (nervous system):
– Pupil
– Sensasi dan gerakan extremitas
– Refleks babinski
– Responsiveness (AVPU scale)
• Heart/circulatory system:
– Denyut nadi
– Skin condition
– Massive bleeding
Burn severity
• Minor burns:
– Kebakaran derajat 1 < 50 % BSA (body surface area)
– Kebakaran derajat 2 < 15 % BSA pd dewasa
– Kebakaran derajat 2 < 10 % BSA pd anak dan usila
– Kebakaran derajat 3 < 2 % BSA
• Moderate burns:
– Kebakaran derajat 1 > 50 % BSA
– Kebakaran derajat 2: 15 % - 30 % BSA pd dewasa
– Kebakaran derajat 2: 10 % - 20 % BSA pd anak dan usila
– Kebakaran derajat 3 < 10 % BSA
• Critical burns:
– Kebakaran derajat 2 > 30 % BSA pd dewasa
– Kebakaran derajat 2 > 20 % BSA pd anak dan usila
– Kebakaran derajat 3 > 10 % BSA
– Luka bakar pada tangan, muka, mata, kaki, genitalia, luka bakar karena inhalasi, sengatan listrik, luka bakar yang disertai adanya trauma atau kondisi yang kesehatan sebelumnya
First aid untuk kebakaran
Jenis kebakaran | Kerjakan | Jangan lakukan |
Luka bakar derajat 1: merah, pembengkakan ringan, dan sakit | Kompres dingin dan tutup dengan dressing steril | Mengoles mentega, saleb dsb |
Luka bakar derajat 2: lebih dalam dan terjadi lepuh | Celupkan dalam air dingin, keringkan, dan tutup dengan kain steril halus untuk proteksi Berikan bacitracin, atasi shok, cari pertolongan medis | Memecah lepuh, mengupas jaringan lepuh, memberikan cairan antiseptik, memaksa menanggalkan bagian pakaian atau perhiasan yang lengket pd luka bakar, memberikan es pd luka bakar., mengoles mentega, saleb dsb. |
Luka bakar derajat 3: terjadi destruksi yang lebih dalam, lapisan kulit rusak | Tutup luka bakar dengan kain steril, atasi shok, perhatikan kalau terjadi kesulitan bernafas, segera cari pertolongan medis |
|
Luka bakar kimiawi | Bersihkan zat kimia, basuh dengan air dalam jumlah banyak lk 20 menit atau lebih Tanggalkan pakaian dan perhiasan |
|
Tugas Kelompok. 1. Bagi kelompok antara 5 sampai dengan 8 orang, 2. Diskusikan bagan alir penanganan gawat darurat setiap penanganan medis/ tenaga kesehatan yang bisa dilakukan oleh tenaga pengelola PKD., 3. Sajikan hasil diskusi masing- masing kelompok, 4. Pilih untuk masing-masing kelompok dipilih dua orang sebagai tim perumus, 5. Tim perumus untuk merumuskan hasil diskusi kelompok, 6. Dipersilahkan tim perumus untuk menyajikan rumusannya, sebagai dasar didalam melaksanakan tugas,
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar