MORFIN DAN OPIOID
Oleh : Triyo Rachmadi, S.Kep.
I. TINJAUAN UMUM
Analgetik narkotik, disebut juga Agonis narkotik. Opioid merupakan senyawa alami atau sintetik yang menghasilkan efek seperti morfin. Semua obat dalam kategori ini bekerja dengan jalan mengikat reseptor opioid spesifik pada susunan saraf pusat (SSP) untuk menghasilkan efek yang meniru efek neurotransmitter peptida endogen, opiopeptin (misalnya, endorfin, dan enkefalin). Penggunaan utamanya adalah untuk menghilangkan nyeri yang dalam dan ansientas yang menyertainya, baik karena operasi atau sebagai akibat luka atau suatu penyakit,seperti kanker. Penyediaannya yang luas dapat menimbulkan penyalahgunaan. Antagonis yang dapat membalikkan efek opioid.
II. RESEPTOR OPIOID
Opioid berinteraksi secara stereospesifik dengan reseptor protein pada membran sel-sel tertentu pada SSP, pada ujung saraf perifer, dan pada sel-sel saluran cerna.
A. Distribusi reseptor
Reseptor opioid densitas tinggi terdapat pada lima daerah umum SSP,yang diketahui terlibat dalam mengitekgrasi pembentukan nyeri.
1. Batang otak : Reseptor opioid mempengarui pernafasan, batuk, mual dan muntah, memelihara tekanan darah, diameter pupil, dan mengontrol sekresi lambung.
2. Talamus medialis : Daerah ini mempengarui nyeri yang dalam yang tidak terlokalisasi dan mempengarui emosi.
3. Medula spinalis : Reseptor-reseptor di dalam subtansia gelatinosa terlibat dengan penerimaan dan integrasi hasil pembentukan sensorik, yang mempengarui pengurangan rasa nyeri stimulus aferen.
4. Hipotalamus : Reseptor di sini mempengarui sekresi neuroendokrin.
5. Sistem libik : Konsenterasi reseptor opiat yang terbesar pada sistem libik terdapat pada amigdala. Reseptor-reseptor ini kemungkinan tidak mempunyai kerja analgesik, tetapi dapat mempengarui tingkah laku emosi.
ANTAGONIS DAN
ANALGESIK OPIOID
| |
|
AGONIS KUAT
Fentanil
Heroin
Meperidin
Metadon
Morfin
Sufentanil
| |
|
AGONIS SEDANG
Kodein
Propoksifen
| |
|
ANTAGONIS AGONIS
CAMPURAN
Buprenorfin
Pentazocin
| |
|
A N T A G O N I S
Nalokson
Naltrekson
Ringkasan Antagonis dan analgesik opioid
III. AGONIS KUAT
Morfin merupakan obat analgesik utama yang mengandung opium kasar dan juga merupakan prototip agonis. Kodein terdapat pada kosentrasi rendah dan potensinya kurang kuat.
A. Morfin
1. Mekanisme kerja: Opioid memperlihatkan efek utamanya dengan berinteraksi dengan reseptor opioid pada SSP dan saluran cerna. Opioid menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, dan penghabatan presinnaptik pelepasan transmiter.
2. Efek:
a. Analgesia: Morfin menyebabkan analgesia (menghilangkan nyeri tanpa hilangnya kesadaran). Opioid menghilangkan nyeri dengan meningkatkan ambang rasa nyeri pada tingkat medula spinalis, dan yang lebih penting lagi, dengan mengubah persepsi otak terhadap nyeri. Penderita yang diobati dengan morfin tetap waspada terhadap adanya rasa nyeri, tetapi sensasinya menyenangkan.
b. Euforia: Morfin menghasilkan rasa puas dan rasa sehat yang kuat. Euforia mungkin disebabkan oleh stimulasi tegmentum ventral.
c. Pernafasan: Morfin menyebabkan depresi pernafasan dengan pengurangan sensitivitas neuron pusat pernafasan terhadap karbon dioksida. Ini terjadi dngan dosis biasa morfin dan diperkuat jika dosis ditingkatkan sampai akhirnya pernafasan berhenti. Depresi pernafasan merupakan penyebab kematian yang paling sering pada keadaan takar lajak akut opioid.
d. Penekanan refleks batuk: Morfin dan kodein mempunyai efek antitusif.
3. Pengunaan klinik:
a. Analgesia : Opioid menginduksi tidur, dan pada keadaan klinik yang terdapat rasa nyeri dan tidur diperlukan, opiat dapat digunakan sebagai pelengkap efek penginduksi tidur benzodiazepin, seperti flurazepam.
b. Pengobatan diare : Morfin menurunkan motilitas otot polos dan meningkatkan tonus.
c. Menghilangkan batuk : Morfin menekan reflek batuk kodein lebih luas digunakan. Kodein mempunyai efek antitusif lebih besar daripada morfin.
4. Farmakokinetik
a. Pemberian : Absorbsi morfin dari saluran cerna lambat dan bervariasi, dan obat ini biasanya tidak diberikan per-oral.Sebaliknya, kodein diabsorbsi dengan baik jika jika diberikan per-oral. Kemaknaan metabolisme lintas pertama morfin terjadi di hati; karena itu, suntikan intramuskular, subkutan atau intravena menhasilkan respons yang lebih baik nyata.
b. Distribusi : Morfin cepat memasuki semua jaringan tubuh, termasuk janin wanita hamil, dan seharusnya tidak diberikan untuk analgesia selama persalinan. Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami adiksi menunjukan ketergantungan fisik opiat dan menunjukan gejala putus obat jika tidak diberikan opioid.
c. Nasib : Morfin dimetabolisme dalam hati menjadi glukoronida. Morfin-6-glukoronida merupakan analgesia yang sangat kuat.
5. Efek samping
Terjadi depresi pernafasan yang berat. Efek samping yang lain adalah muntah, disforia, dan alergi yang meningkatkan efek hipotensi.
6. Toleransi dan ketergantungan fisik
Penggunaan berulang-ulang menghasilkan toleransi terhadap efek depresan pernafasan analgesik, euforik,dan sedatif morfin.
B. Meperidin
Meperidin adalah opioid sintetik dengan struktur yang tidak berhubungan dengan morfin. Digunakan untuk nyeri akut
1. Mekanisme kerja : Meperidin mengikat reseptor opioid.
2. Efek : meperidin menyebabkan depresi pernafasan sam seperti morfin, tetapi tak ada efek yang bermakna terhadap kardiovaskular bila obat diberikan per-oral. Pada pemberian intravena (IV), memperidin menhasilkan suatu penurunan resistensi perifer dan peningkatan aliran darah dan dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung.
3. Penggunaan terapi : Meperidin menimbulkan analgesia untuk semua tipe nyeri berat. Tidak seperti morfin, meperidin dalam klinik tidak berguna mengobati diare ataupun batuk. Meperidin kurang menyebabkan peningkatan retensi urine dibandingkan morfin.
4. Farmakokinetik : Tidak seperti morfin, meperidin diabsorbsi dengan baik dari saluran cerna dan berguan diberikan per-oral, bila diperlukan analgesik kuat. Tetapi, meperidin lebih sering diberikan secara intramuskular. Obat ini mempunyai masa kerja 2 sampai 4jam, lebih singkat daripada morfin.
5. Efek samping : Dosis besar meperidin menyebabkan tremor, kedutan otot, dan sangat jarang, konvulsi.
C. Metadon
Metadon adalah adalah opioid sintetik, efektif per-oral yang hampir sama potensinya dengan morfin, tetapi kurang menyebabkan euforiadan mempunyai masa kerja yang lebih panjang.
1. Mekanisme kerja : Metadon mempunyai kerja yang paling besar pada reseptor opioid.
2. Efek : Aktivitas analgesik metadon ekuivalen dengan morfin. Metadon memperlihatkan efek analgesik kuat bila diberikan per-oral. Metadon mempunyai waktu paruh rata-rata 24 jam. Seperti morfin, metadon menyebabkan konstipasi.
3. Penggunaan terapi : metadon digunakan untuk mengontrol gejala putus obat pada penderita adiksi heroin dan morfin. Metadon menggantikan suntikan opioid dengan cara per-oral.
D. Fetanil
Fetanil mempunyai potensi analgesik 80 kali dari morfin, dan digunakan untuk anestesi. Mempunyai mula kerja cepat dan masa kerja singkat (15 sampai 30 menit).
E. Heroin
Heroin tidak terbentuk alamiah tetapi dihasilkan dari asetilasi morfin, yang menyebabkan peningkatan potensinya tiga kali lipat. Kelarutan dalam lipid yang sangat besar menyebabkan obat ini menembus sawar darah otak lebih cepat daripada morifn, menyebabkan euforia yang berlebihan bila obat ini diberikan secara suntikan.
IV. AGONIS SEDANG
A. Propoksifen
Propoksifen adalah derivat metadon. Dekstro isomer ini digunakan sebagai analgesik untuk mengilangkan nyeri ringan sampai sedang. Levo isomer bukanlah analgesik tetapi lebih lemah dari kodein, memerlukan kira-kira dua kali dosis untuk mencapai efek analgesik yang ekuivalen dengan aspirin atau dengan asetaminofen untuk memperoleh analgesik yang lebih besar daripada yang didapatkannya sendiri.
B. Kodein
Kodein mempunyai analgesik yang kurang poten daripada morfin, tetapi mempunyai kemanjuran per-oral yang lebih tinggi. Kodein memperlihatkan efek antitusif yang baik pada dosis yang tidak menyebabkan analgesia.
V. CAMPURAN AGONIS-ANTAGONIS
Obat-obat yang merangsang satu reseptor tetapi memblok reseptor yang lain disebut sebagai campuran agonis-antagonis. Efek obat-obat ini tergantung pada paparan opioid terdahulu. Individu-individu yang sekarang tidak mendapat opioid, campuran agonis-antagonis memperlihatkan aktivitas agonis dan digunakan untuk menghilangkan nyeri. Pada penderita dengan ketergantungan opioid, obat-obat agonis-antagonis mungkin menunjukkan efek penghambatan, yaitu menimbulkan gejala putus obat.
A. Pentazosin
Pentazosin menimbulkan analgesia dengan mengaktivasi reseptor di medula spinalis, dan digunakan untuk menghilangkan nyeri sedang. Dapat diberikan secara per-oral ataupun parenteral. Pentazosin menimbulkan euforia lebih sedikit daripada morfin. Pada dosis tinggi meningkatkan tekanan darah dan dapat menyebabkan halusinasi, “mimpi buruk”, takikardia, dan pusing. Pada angina, pentazosin meningkatkan tekanan aorta rata-rata dan tekanan arteri pulmonalis sehingga meningkatkan kerja jantung.
B. Buprenorfin
Obat ini dapat juga mengatagonis morfin. Buprenorfin diberikan secara parenteral dan mempunyai masa kerja panjang karena terikat kuat pada reseptor. Dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan ke dalam empedu dan urine. Efek samping berupa depresi pernapasan, mual dan pusing.
VI. ANTAGONIS
Antagonis opioid mengikat reseptor opioid dengan afinitas tinggi tetapi gagal mengaktivasi respons reseptor perantara. Pemberian antagonis opioid menimbulkan efek yang tidak berbahaya pada individu normal. Walaupun begitu, pada penderita ketagihan opioid, antagonis cepat membalikkan efek agonis, seperti heroin, dan menimbulkan gejala putus obat opiat.
A. Nalokson
Nalokson digunakan untuk membalikkan gejala koma dan depresi pernapasan akibat kelebihan dosis opioid. Obat ini cepat menempati semua reseptor yang terikat dengan molekul opioid dan karena itu mampu membalikkan efek kelebihan dosis heroin. Dalam waktu 30 detik setelah pemberian suntikan intravena nalokson, depresi pernapasan dan koma yang merupakan ciri khas dosis tinggi heroin dibalikkan, yang menyebabkan penderita hidup kembali dan waspada. Nalokson mempunyai waktu paruh 60-100 menit.
B. Naltrekson
Naltrekson mempunyai efek sama seperti nalokson. Obat ini mempunyai masa kerja lebih panjang dari nalokson, dan dosis tunggal per-oral naltrekson memblok efek suntikan heroin sampai 48 ja. Naltrekson digunakan untuk program pemeliharaan ketergantungan opiat dan juga mungkin bermanfaat dalam pe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar